Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Perempuan dan Penguasaan Teknologi Upaya Pembangunan Berkelanjutan

18 Juni 2024   11:06 Diperbarui: 18 Juni 2024   18:42 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sertifikat legalitas CV Mahkota Mulyo Manunggal ditunjukkan (dokumen pribadi)
Sertifikat legalitas CV Mahkota Mulyo Manunggal ditunjukkan (dokumen pribadi)

Usaha yang Berkembang

Berapa kontainer meubel yang perusahaan mereka kirim setiap bulannya?  Usaha yang dirintis tahun 1997 yang lalu, awal-awal pengiriman barang dengan truk kontainer 4-5 kali pengiriman dalam sebulan.  Sekarang ini sebulan bisa mencapai 36 kali pengiriman!  Berapa keuntungan setiap kali pengiriman?  Pengiriman yang bernilai 250-350 juta itu rata-rata keuntungan yang didapat berkisar 10 persen dari nilai pengiriman itu.  Fantastis bukan?

Jangan berpikir bahwa keuntungan yang sekarang ini didapat dihasilkan dengan mudah.  Seperti anak sekolah, menurut Harlina, semua dimulai dari nol kemudian terus naik kelas.  "Tapi semua itu harus disertai dengan usaha keras dan mau belajar," demikian Harlina menegaskan.

Semula mereka berusaha dengan tambak udang.  Sebelumnya mereka memiliki tambak udang di pinggir Pantai Pailus yang terletak di Desa Karanggondang juga.  Hasil tambak udang yang tidak menentu menyebabkan mereka menjual tambak udang itu kemudian berganti haluan dengan berusaha bekerja di bidang permeubelan.  Pada tahun 1997 di Jepara banyak orang melakukan pekerjaan meubel.  Pada saat Indonesia mengalami "krismon" atau krisis moneter saat itu, yang  banyak mengakibatkan usaha lokal maupun nasional kelimpungan, masyarakat Jepara justru mendapat berkah dengan usaha meubelan mereka.  Di desa Karanggondang khususnya, hampir setiap rumah tangga memiliki usaha meubel, meski yang mereka hasilkan hanya kursi kayu out door.  Istilahnya kursi lempit atau kursi lipat.

Pada saat itulah Harlina bersama suaminya memulai usaha meubel mereka.  Hasil penjualan tambak udang berkisar Rp. 200.000.000 pada saat itu, dibelikan tanah, rumah beserta perangkat alat-alat produksi meubel sederhana di lokasi dekat pusat pemerintahan desa Karanggondang semula. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang permeubelan, dengan bertanya dan belajar dari pengrajin meubel sekitarnya,  akhirnya berhasil membuat kursi lipat dan peralatan meubel lainnya.  Bersama dengan pengrajin yang lain mereka menyetor hasil produk mereka ke sebuah PT Meubel yang besar di Jepara kala itu. 

Namun setelah harga yang mereka terima tidak sesuai dengan biaya produksinya, akhirnya mereka memutuskan untuk menjual sendiri.  Kebetulan ada keponakan wanita yang tinggal di Bogor bersuamikan orang Belanda.  Orang Belanda inilah yang kemudian memberi ide untuk membuat meubel-meubel yang laku dijual di Belanda.  Beranjak dari situlah Harlina dan suaminya memproduksi meubel dan melalui keponakannyalah itu barang dikirim ke Belanda. 

Saat krismon terjadi, dimana 1 dolar USA yang semula Rp. 2.500 menjadi  Rp. 15.000 usaha mereka berkembang pesat.  Keponakannya yang mengirim meubel ke Belanda mendapat keuntungan besar dari hasil kurs dolar USA yang melambung saat itu.  Harlina dan suaminya mendapat keuntungan juga, meski tidak seberapa karena barang yang ia kirim via keponakan itu dihargai secara rupiah oleh keponakannya, sementara keponakannya menjualnya dengan kurs dolar USA.  Tapi meski demikian, Harlina dan suaminya tetap merasa bersyukur karena usahanya mulai jalan.  Uang yang mereka dapat mereka belikan bahan dasar meubel, yakni kayu dan tentu saja mesin-mesin yang mendukung produksi mereka.

Saatnya Menuai Hasil

Setelah bekerja sama dengan keponakannya selama 10 tahun, Harlina dan suaminya kemudian mendapatkan pembeli asing untuk produk mereka.  Kalangan pengusaha meubel di Jepara menyebut pembeli asing dengan istilah 'buyer'.  Mulailah mereka mengirim meubel sendiri  ke Amerika, Perancis dan lain-lain.  Karena saat itu mereka belum memiliki ijin pengiriman barang ke luar negeri, mereka memakai jasa seorang pengusaha meubel di Semarang yang telah memiliki ijin pengiriman itu.  Setiap pengiriman, mereka menyebut angka Rp. 3.500.000 untuk uang jasa yang diberikan kepada teman pengusaha di Semarang tersebut.

Packing meubel ekspor akan dikirim (dokumen pribadi) 
Packing meubel ekspor akan dikirim (dokumen pribadi) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun