Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Perempuan dan Penguasaan Teknologi Upaya Pembangunan Berkelanjutan

18 Juni 2024   11:06 Diperbarui: 18 Juni 2024   18:42 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harlina di tengah ruang produksi meubel (dokumen pribadi)

Perempuan dan Penguasaan Teknologi Upaya Pembangunan Berkelanjutan

Oleh: Suyito Basuki

Kata 'perempuan' seringkali memiliki konotasi sebuah kelemahan dan ketidakmampuan dalam berbagai bidang, khususnya teknologi.  Benarkah demikian? 

Pada era sekarang penilaian seperti itu salah.  Berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan maka tidak saja pihak laki-laki yang bertanggung jawab, tetapi perempuan pun juga ikut berupaya melakukannya.  Pembangunan yang berkelanjutan akan semakin memperkuat ekonomi, politik  dan berbagai aspek lainnya.

Oleh karena itu, tidak saja laki-laki, tetapi seorang perempuan pun akan belajar terus menerus sepanjang hidupnya untuk merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan itu.  Ada istilah yang digunakan dalam hal ini "long life education".

Fokus Pekerjaan Out Door

Harlina bersama dengan suaminya, Mulyono Tunggala (71) saat ini memiliki sebuah CV Mahkota Mulyo Manunggal.  Melalui CV inilah Harlina yang memiliki 2 orang anak, Tia dan Willy memiliki usaha yang berkembang di bidang permeubelan. 

Usaha CV Mahkota Mulyo Manunggal yang berbasis lokasi di Desa Karanggondang RT 01/ RW 01 Kecamatan Mlonggo Jepara ini memproduksi meubel khususnya yang bertipikal garden.  Meubel  tipikal garden ini sering disebut "out door".  Ciri khasnya meubel yang wujudnya kursi, meja dan lain-lain ini tidak dilakukan pengecatan atau pemolesan yang merubah warna asli kayu.  Sedang meubel yang memerlukan finishing pengecatan sehingga mengubah warna kayu, itu tipikal sebaliknya yang sering disebut meubel "in door". 

Harlina dan suaminya, Mulyono Tunggala saat diwawancara (dokumen pribadi)
Harlina dan suaminya, Mulyono Tunggala saat diwawancara (dokumen pribadi)

Meski Harlina dan Mulyono Tunggala berfokus pada produksi meubel out door, tetapi tidak menampik jika ada order dari pembeli untuk membuat meubel in door.  Beberapa tahun yang lalu misalnya, perusahaan Harlina dan Mulyono Tunggala ini mendapat order dari sebuah hotel berbintang lima di Bali untuk mengisi meubel in door.  Hal itu mereka kerjakan juga selain mengirim produksi meubel mereka ke Amerika dan Belanda  serta negara-negara lainnya.

Sertifikat legalitas CV Mahkota Mulyo Manunggal ditunjukkan (dokumen pribadi)
Sertifikat legalitas CV Mahkota Mulyo Manunggal ditunjukkan (dokumen pribadi)

Usaha yang Berkembang

Berapa kontainer meubel yang perusahaan mereka kirim setiap bulannya?  Usaha yang dirintis tahun 1997 yang lalu, awal-awal pengiriman barang dengan truk kontainer 4-5 kali pengiriman dalam sebulan.  Sekarang ini sebulan bisa mencapai 36 kali pengiriman!  Berapa keuntungan setiap kali pengiriman?  Pengiriman yang bernilai 250-350 juta itu rata-rata keuntungan yang didapat berkisar 10 persen dari nilai pengiriman itu.  Fantastis bukan?

Jangan berpikir bahwa keuntungan yang sekarang ini didapat dihasilkan dengan mudah.  Seperti anak sekolah, menurut Harlina, semua dimulai dari nol kemudian terus naik kelas.  "Tapi semua itu harus disertai dengan usaha keras dan mau belajar," demikian Harlina menegaskan.

Semula mereka berusaha dengan tambak udang.  Sebelumnya mereka memiliki tambak udang di pinggir Pantai Pailus yang terletak di Desa Karanggondang juga.  Hasil tambak udang yang tidak menentu menyebabkan mereka menjual tambak udang itu kemudian berganti haluan dengan berusaha bekerja di bidang permeubelan.  Pada tahun 1997 di Jepara banyak orang melakukan pekerjaan meubel.  Pada saat Indonesia mengalami "krismon" atau krisis moneter saat itu, yang  banyak mengakibatkan usaha lokal maupun nasional kelimpungan, masyarakat Jepara justru mendapat berkah dengan usaha meubelan mereka.  Di desa Karanggondang khususnya, hampir setiap rumah tangga memiliki usaha meubel, meski yang mereka hasilkan hanya kursi kayu out door.  Istilahnya kursi lempit atau kursi lipat.

Pada saat itulah Harlina bersama suaminya memulai usaha meubel mereka.  Hasil penjualan tambak udang berkisar Rp. 200.000.000 pada saat itu, dibelikan tanah, rumah beserta perangkat alat-alat produksi meubel sederhana di lokasi dekat pusat pemerintahan desa Karanggondang semula. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang permeubelan, dengan bertanya dan belajar dari pengrajin meubel sekitarnya,  akhirnya berhasil membuat kursi lipat dan peralatan meubel lainnya.  Bersama dengan pengrajin yang lain mereka menyetor hasil produk mereka ke sebuah PT Meubel yang besar di Jepara kala itu. 

Namun setelah harga yang mereka terima tidak sesuai dengan biaya produksinya, akhirnya mereka memutuskan untuk menjual sendiri.  Kebetulan ada keponakan wanita yang tinggal di Bogor bersuamikan orang Belanda.  Orang Belanda inilah yang kemudian memberi ide untuk membuat meubel-meubel yang laku dijual di Belanda.  Beranjak dari situlah Harlina dan suaminya memproduksi meubel dan melalui keponakannyalah itu barang dikirim ke Belanda. 

Saat krismon terjadi, dimana 1 dolar USA yang semula Rp. 2.500 menjadi  Rp. 15.000 usaha mereka berkembang pesat.  Keponakannya yang mengirim meubel ke Belanda mendapat keuntungan besar dari hasil kurs dolar USA yang melambung saat itu.  Harlina dan suaminya mendapat keuntungan juga, meski tidak seberapa karena barang yang ia kirim via keponakan itu dihargai secara rupiah oleh keponakannya, sementara keponakannya menjualnya dengan kurs dolar USA.  Tapi meski demikian, Harlina dan suaminya tetap merasa bersyukur karena usahanya mulai jalan.  Uang yang mereka dapat mereka belikan bahan dasar meubel, yakni kayu dan tentu saja mesin-mesin yang mendukung produksi mereka.

Saatnya Menuai Hasil

Setelah bekerja sama dengan keponakannya selama 10 tahun, Harlina dan suaminya kemudian mendapatkan pembeli asing untuk produk mereka.  Kalangan pengusaha meubel di Jepara menyebut pembeli asing dengan istilah 'buyer'.  Mulailah mereka mengirim meubel sendiri  ke Amerika, Perancis dan lain-lain.  Karena saat itu mereka belum memiliki ijin pengiriman barang ke luar negeri, mereka memakai jasa seorang pengusaha meubel di Semarang yang telah memiliki ijin pengiriman itu.  Setiap pengiriman, mereka menyebut angka Rp. 3.500.000 untuk uang jasa yang diberikan kepada teman pengusaha di Semarang tersebut.

Packing meubel ekspor akan dikirim (dokumen pribadi) 
Packing meubel ekspor akan dikirim (dokumen pribadi) 

Karena boleh dikata sudah mengirim barang ke luar negeri sendiri dan dibayar langsung oleh buyer luar negeri, maka penghasilan mereka lumayan besar seiring dengan volume dan frekuensi pengiriman meubel setiap minggu dan setiap bulannya.  Harlina dan suaminya mengaku, saat sekarang ini dana yang berputar untuk usaha mereka mencapai  10 milyar rupiah.  Itu belum terhitung harta bergerak dan tidak bergerak berupa rumah, tanah, kebun dan sawah yang berada di Desa Karanggondang dan sekitarnya!

Belajar Kunci Keberhasilan

Pengalaman hidup Harlina (54) membuktikan bahwa hanya dengan belajar dan terus belajar sajalah khususnya di bidang teknologi, maka kehidupannya boleh dibilang makmur seperti saat sekarang ini.  Ijasah tetap penting baginya oleh karena itulah kedua anaknya dikuliahkan hingga mencapai gelar sarjana.  Namun demikian menurut Harlina yang hanya memiliki ijasah SD, usaha, ketekunan  dan kerja keraslah yang  lebih penting dan sangat utama jika seseorang, khususnya perempuan jika mau maju dan sukses kehidupannya yang kemudian menyebabkan pembangunan berkelanjutan.

Ketika usahanya berkembang seperti sekarang ini, Harlina belajar menata keuangan dengan baik.  Selain itu tentu saja ia belajar melakukan pengelolaan manajemen yang baik dan ramah lingkungan.  Pengelolaan manajemen yang ia terapkan membuat karyawannya yang saat ini berjumlah 60 orang, belum yang terhitung di luar perusahannya, menjadi betah bekerja kepadanya.  Bahkan menurut pengakuan Harlina ada seorang bapak yang bekerja sejak mereka memulai usaha hingga saat ini.  Bapak yang tinggal di dusun Paluan Desa Karanggondang ini sudah berumur 70-an tahun.  "Prinsip saya, saya tidak akan memecat seorang karyawan.  Mereka saya beri kelonggaran untuk bekerja, sampai mereka merasa tidak bisa melakukan pekerjaannya karena umur atau sakit," demikian ujar Harlina membuktikan manajemen ramah lingkungan yang ia tengah terapkan.

Selain manajemen dan administrasi perkantoran yang ia pelajari sehingga menguasainya, Harlina juga belajar dapat mengoperasikan mesin produksi meubel.  Dia kemudian bisa mengoperasikan mesin Jointer, Tenon, Cross Cut, Spindle dan lain-lain.  Di antara mesin-mesin itu, yang sering dia pegang dan gunakan adalah mesin  router yang berfungsi untuk memperhalus tepian meja atau kursi sehingga menjadi halus dan tumpul.  Supaya menghasilkan pekerjaan yang maksimal ia juga menggunakan mesin gerinda untuk hasil akhirnya.

Mengoperasikan mesin router (dokumen pribadi) 
Mengoperasikan mesin router (dokumen pribadi) 

Harlina menangani pekerjaan bermacam-macam.  Pekerjaan kunci  yang ia pegang yakni sebagai Quality Control.  Ada karyawan lain yang melakukan pekerjaan Quality Control atas barang hasil produksi karyawannya dan dari pengrajin yang masuk gudang.  Namun pada saat barang akan dipacking dan masuk ke truk kontainer, maka Harlinalah yang akan melakukan pengecekan bahkan sampai pada servis barang.  Tidak ada barang satu pun yang luput dari pengecekannya.  Harlina dan suaminya bangga bahwa barang-barang yang mereka kirim ke luar negeri, tidak dicacat oleh buyer.  Memang mereka dikenal ketat oleh pengrajin di sekitar mereka.  Tetapi ketika seorang pengrajin bekerja sama dengan mereka dalam produksi, maka hasil produksinya bisa dipastikan dapat diterima juga oleh perusahaan-perusahaan meubel di  Jepara.

Semoga Oxfam di Indonesia yang berupaya ada transisi energi adil bisa lebih menggerakkan perempuan di Indonesia sehingga bersemangat dalam penguasaan teknologi  dalam usaha mereka.  Contoh kehidupan Harlina dalam mengembangkan usaha meubel di Jepara menjadi semangat Oxfam di Indonesia dalam mendorong perempuan-perempuan di Indonesia yang lain dalam penguasaan teknologi dalam usahanya sehingga menyebabkan pembangunan berkelanjutan serta kemakmuran didapatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun