Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Di Sebalik Srikandi-Bisma (Episode 17)

7 Juni 2024   08:01 Diperbarui: 7 Juni 2024   09:57 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadis menari (IG-Kumarawangi Art) 

Di Sebalik Srikandi-Bisma (Episode 17)

Oleh: Suyito Basuki

 

Kesakitan tetapi Sehat

 Di ruangan sebuah sekolah seni tari, tersaji tarian karonsih yang menggambarkan percintaan seorang laki-laki denga seorang perempuan.  Penarinya adalah Fitri dan mahasiswa seangkatannya.  Sementara di ruang sekolah pedhalangan di kraton, Bagas memainkan wayang adegan percintaan Komajaya -- Komaratih, dengan iringan gendhing Asmaradana.  Sementara di tempat lain di sebuah diskotik, Bramastho terlihat geram.  Teman-temannya hanya diam.

 "Setan si Bagas itu," Bramastho mengumpat tanpa tedheng aling-aling.

"Sabar Bram, cemburu jangan sampai menyetir emosimu," Gembrot berusaha menenangkan, tetapi justru Bramastho semakin ngegas,"Sialan kamu.  Cemburu akan membuat orang berani.  Orang justru kelihatan macho kalau cemburu.  Ini yang aku mau buktikan."

Bramastho melanjutkan,"Kita harus beri pelajaran, supaya Bagas tidak berdekatan dengan Fitri.  Aku takut jika bisnis "distribusi barang-barang kita" menjadi terbuka gara-gara Fitri bicara sama Bagas itu.

"Lalu rencanamu?" Gembrot minta penjelasan.

"Besok malam, Bagas biasa latihan di kraton.  Kita cegat dia di jalan yang biasa dia lewati, Bramastho kelihatan tidak sabar.

Kapuk bertanya,"Kamu yakin dia kan berangkat latihan?"

"Yakin, karena aku dengar dia lagi nyiapkan sebuah pentas untuk bulan depan." Bramastho berkata sambil mengepalkan tangan kanan.

Hari berikutnya, di sebuah jalan di malam hari, Bagas mengendarai motor bebeknya dengan membawa wayang Srikandhi dan Bisma di tas besar di punggungnya.  Lepas dari keramaian jalan, Bagas melintasi jalan yang agak sepi.  Bramastho dan teman-temannya menunggu, nongkrong di kendaraan jeep. 

Gembrot dan Kapuk tiba-tiba berteriak,"Itu dia orang yang kita tunggu!" Bramastho turun dari mobil diikuti teman-temannya, mencegat Bagas yang sedang berkendaraan. 

Bagas menghentikan motornya,"Maaf, ada apa ini?"

Bramastho tanpa basa-basi berkata,"Langsung aja bung, bagaimana kalau aku usul supaya Anda tidak terlalu akrab dengan Fitri?"

Bagas keheranan,"Lho, apa salahnya?"

Bramastho mencibir berkata,"Letak kesalahannya adalah: Fitri itu kekasihku, sebentar lagi aku akan melamarnya.  Memang kami ada sedikit masalah, tetapi aku yakin akan terselesaikan dengan baik."

Kapuk menguatkan,"Benar dan itu hanya nunggu soal waktu saja."

Bagas memberi argumen,"Bram, Fitri tidak mengatakan bahwa dia adalah kekasihmu.  Dan apa salahnya saya berhubungan baik dengannya.  Toh dia anak guruku."

Bramastho membentak,"Cukup! Aku tidak mau mendengar jawaban itu.   Sekarang dengar baik-baik, kamu mau menjauhi Fitri apa tidak?"

Bagas menantang,"Jika tidak kenapa?  Toh aku tidak merugikan siapa-siapa?"

Bramastho kembali membentak sambil memelototkan matanya,"Kamu merugikanku!"

Bagas tidak mau kalah,"Kamu sendirilah yang sebenarnya merugikan dirimu sendiri!"

Bramastho berteriak memberi komando,"Persetan, teman-teman, kita beri pelajaran dia!"

Bramastho memukul Bagas, Bagas menghindar.  Gembrot dan kapuk dengan alat pentungan dan rantai ikut mengeroyok.  Bagas kewalahan.  Sama sekali dia tidak membalas, hanya menghindar.  Pengalamannya belajar silat seolah-olah tidak digunakannya.  Bagas babak belur.  Joko dan teman-temannya datang.  Penduduk sekitar yang sedang ronda pun berdatangan.  Melihat gelagat itu Bramastho dan teman-temannya segera kabur.

 Joko memeluk Bagas yang terlentang kesakitan,"Gas, kamu tidak apa-apa?  Bagaimana kalau aku kejar mereka?"

Bagas menggeleng,"Antarkan saja aku ke rumah sakit terdekat." Warga menghentikan sebuah mobil pick up yang lewat.

Peronda berkata kepada pengendara mobil," Tolong, antar korban ini ke rumah sakit Pak." Sopir mengangguk, Bagas digotong dimasukkan ke mobil.  Mobil segera melaju ke rumah sakit.

 Tiba di rumah sakit.  Setelah Bagas diperiksa di ruang IGD, lalu ditempatkan di sebuah kamar inap.

Bagas terbaring dengan berbagai perban di tangan, di kaki dan di sebelah mata.  Fisik Bagas terasa lelah.  Fitri masuk agak khawatir dan terburu-buru.  Joko berada di belakang Fitri.

 Fitri memegang tubuh Bagas,"Mas, mas, Bagaimana keadaanmu Mas?" Fitri berkata cemas.

Bagas membuka mata, berusaha menggenggam tangan kekasihnya,"Fitri." 

Fitri menengok ke Joko seolah minta penjelasan,"Kurang ajar betul Bramastho dan kawan-kawannya itu," ujar Joko jengkel.

Bagas berusaha memandang Joko dan Fitri bergantian,"Sudahlah, dia tidak tahu apa yang ia lakukan.  Semoga Tuhan mengampuninya.  Lukaku cuma fisik saja.  Batinku sangat bersuka cita.  Kamu sumber bahagiaku." Bagas meraih kepala Fitri dan membenamkannya di dadanya.  Joko melihat, segera keluar, dokter masuk ruangan didampingi seorang suster, berdehem.  Fitri mendongakkan kepala, segera menemui dokter.

 Fitri bertanya,"Bagaimana lukanya 'dok?"

Dokter tenang menjawab,"Oh, hanya luka luar, hanya memar-memar dan lecet kulit."

Fitri masih bertanya,"Tidak ada pukulan benda keras di kepala 'dok?"

Dokter masih dengan penuh ketenangan menjawab,"Tidak ada, hanya kepala sedikit berdarah karena terbentur aspal, lecet sedikit."

Fitri tidak bisa menyembunyikan rasa kuatirnya,"Bisa segera sembuh dok?"

Dokter mengeluarkan stetoskopnya, hendak memeriksa detak jantung Bagas, lalu bertanya"Iya, paling ngga sampai seminggu sudah bisa pulang..., mbak ini istrinya atau...?"

Bagas dengan tersenyum berkata,"Iya dok, itu istri saya, cantik kan dok?"

Joko dan suster yang mendengar candaan Bagas tertawa. 

Fitri agak malu menjawab, melirik Bagas, tangannya seolah hendak mencubit, "Belum dhing dok...bel..eh, cuma..."

Dokter melihat itu tersenyum, segera memeriksa denyut jantung Bagas,"Iya, iya, saya juga hanya menggoda.  Ok mas Bagas, jangan terlalu banyak gerak dulu, usahakan makan dan minum yang cukup.  Jangan lupa minum tablet-tablet vitaminnya. Ok? Saya tinggal dulu."  Dokter meninggalkan ruangan dengan disertai suster.

 Segera Fitri bertanya kepada Bagas,"Tadi mas bilang aku istrimu?  Ngaco ah." Fitri mencubit lengan bagas.  Yang dicubit kesakitan.  Teringat kalau Bagas sedang terbaring sakit, Fitri melepaskan cubitannya.

 Bagas berteriak pelan, tapi tidak bisa menghindar,"Aduh, aduh...Nggak boleh ya aku bilang kayak tadi?"

Fitri dengan sigap bertanya,"Kayak tadi yang mana?"

Bagas dengan pandangan nakal menjawab,"Tadi lho...bahwa kau istriku?"

Fitri melengos,"Ah, nggak serius aja kok."

Bagas menjawab," Aku serius, sumpah lho."  Joko  tersenyum saja mendengar percakapan itu, kemudian dia keluar ruangan dengan alasan mau merokok.

Fitri berkata, mulutnya di dekatkan ke telinga Bagas,"Sst...ngga' usah sumpah-sumpah segala, apalagi pakai suara keras...ingat lho mas lagi sakit."

Bagas meraih kepala Fitri dan membenamkan  kembali ke dalam dadanya.  Tangannya mengelus rambut kelam nan panjang itu.  Bagas teringat sebuah bawa lagu Nyidham Sari yang dihafalnya dan dilagukannya saat membawakan cerita wayang Komajaya-Komaratih di sekolah pendhalangannya tempo hari: Dhuh wong ayu, pepujaning ati, kaya ngene wong nandhang asmara...

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun