Fitri agak malu menjawab, melirik Bagas, tangannya seolah hendak mencubit, "Belum dhing dok...bel..eh, cuma..."
Dokter melihat itu tersenyum, segera memeriksa denyut jantung Bagas,"Iya, iya, saya juga hanya menggoda. Â Ok mas Bagas, jangan terlalu banyak gerak dulu, usahakan makan dan minum yang cukup. Â Jangan lupa minum tablet-tablet vitaminnya. Ok? Saya tinggal dulu." Â Dokter meninggalkan ruangan dengan disertai suster.
 Segera Fitri bertanya kepada Bagas,"Tadi mas bilang aku istrimu?  Ngaco ah." Fitri mencubit lengan bagas.  Yang dicubit kesakitan.  Teringat kalau Bagas sedang terbaring sakit, Fitri melepaskan cubitannya.
 Bagas berteriak pelan, tapi tidak bisa menghindar,"Aduh, aduh...Nggak boleh ya aku bilang kayak tadi?"
Fitri dengan sigap bertanya,"Kayak tadi yang mana?"
Bagas dengan pandangan nakal menjawab,"Tadi lho...bahwa kau istriku?"
Fitri melengos,"Ah, nggak serius aja kok."
Bagas menjawab," Aku serius, sumpah lho."  Joko  tersenyum saja mendengar percakapan itu, kemudian dia keluar ruangan dengan alasan mau merokok.
Fitri berkata, mulutnya di dekatkan ke telinga Bagas,"Sst...ngga' usah sumpah-sumpah segala, apalagi pakai suara keras...ingat lho mas lagi sakit."
Bagas meraih kepala Fitri dan membenamkan  kembali ke dalam dadanya.  Tangannya mengelus rambut kelam nan panjang itu.  Bagas teringat sebuah bawa lagu Nyidham Sari yang dihafalnya dan dilagukannya saat membawakan cerita wayang Komajaya-Komaratih di sekolah pendhalangannya tempo hari: Dhuh wong ayu, pepujaning ati, kaya ngene wong nandhang asmara...
(Bersambung)