"Suami ibu terlibat sebuah gerakan politik yang saat ini dilarang negara, oleh karena itu kami akan menangkapnya," Orang 3 menjawab agak keras. Ibu Bagas menangis, kaget,""Oh, jangan Pak, anak-anak kami masih kecil. Â Nanti kalau ada apa-apa, bagaimana dengan nasib anak-anak kami Pak?" Ibu Bagas menghiba.
"Di mana saudara Warsi?" Orang 1 kembali bertanya, suaranya tegas.
"Saya tidak tahu Pak," Ibu Bagas menjawab sambil mendekap bayinya.
"Mustahil ibu tidak tahu. Â Tadi malam dia pulang ke rumah ini, kami tahu itu," Orang 1 bertanya mendesak. Â
Ibu Bagas tetap bertahan,"Saya betul-betul tidak tahu Pak." Kedua anak, baik bayi maupun kakaknya menangis.
Orang 2 mengancam,"Baik kalau tidak mau menunjukkan, maka ibu kami bawa ke kantor."
"Oh jangan pak, kasihan anak-anak saya," Ibu Bagas ketakutan.
"Oleh karena itu, cepat tunjukkan di mana suamimu?," Â Orang 1 semakin mendesak.
Tiba-tiba sebuah suara terdengar dari luar,"Saya di sini!" Orang-orang segera berlari ke luar, mencari arah suara. Â Seseorang meluncur dari pohon kelapa.Â
Orang 1 memerintahkan rekan-rekannya,"Itu Warsi, tangkap dia!" Orang-orang mengepung Warsi yang baru turun dari pohon.
Warsi dengan tenang berkata,"Kalian salah tangkap. Â Bukan aku yang harusnya kalian tawan."