"Sudah, sudah, ayo masuk...diteruskan latihannya," lanjut Nyi Sutejo seolah memberi instruksi.
"Sulit bu gerakan-gerakannya...," keluh putrinya.
"Ya harus sabar, itu lho gerak cangletmu sama tubrukannya mesthi harus lebih liat dan indah...," kata Nyi Sutejo kembali.
"Benar bu, mbak Fitri kakunya di situ, mosok bikin tari Srikandi -- Bisma, Srikandinya kaku...kasih conto bu...," teriak Danang dari kejauhan. Â Nyi Sutejo lalu memberi contoh gerakan-gerakan yang dimaksud. Â Fitri memperhatikan ibunya. Â Danang yang duduk bersila menghadapi kendangnya juga memperhatikan.
"Ibu luwes lho..." puji Fitri kepada ibunya sambil menirukan gerak tari ibunya. Â Sambil meneruskan gerakannya Nyi Sutejo berkata,"Lho ibu belajar tari sejak kecil."
Fitri masih menirukan gerak tari ibunya, sambil bertanya,"Pada siapa sih ibu belajar nari?"
"Ya pada nenekmu. Â Nenekmu bisa menari dari orang tuanya, ya nenek buyutmu itu...," Nyi Sutejo menjawab sambil mengusap keringat.
Mendengar percakapan itu Danang menyelutuk,"Wah hebat dong kalau begitu nenek moyangku..."
"Lha makanya Danang kamu harus prihatin, belajar yang baik, supaya bisa lebih pintar dibanding mereka yang sudah tiada...kamu sudah mendapat warisan budaya," ucap Nyi Suteja kepada anak lelakinya yang masih sibuk memainkan kendang.
"Nggih bu, sendika..." ucap Danang keras sambil menyatukan telapak tangan ke atas dalam bentuk sembah.
"Dan kamu nduk Fitri, juga harus berhasil kuliahmu. Â Kuasailah tarian tradisonal yang diajarkan kepadamu oleh dosen-dosenmu. Â Kamu ingat kan pesan eyangmu ketika tahun lalu nengok beliau ke Jepara? Supaya kamu walau seorang wanita, harus pintar, mandiri dan memiliki pekerjaan yang mapan di masa mendatang. Â Syukur kamu bisa juga menjadi panutan dan pendidik bagi wanita-wanita di sekelilingmu supaya memiliki pikiran maju. Â Itu kan semangat RA Kartini yang sering dibicarakan eyangmu?" pesan Nyi Sutejo kepada putrinya itu. Â Dielusnya rambut putrinya yang sudah digerai itu.