Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ujung Sebuah Penantian

13 Mei 2023   09:03 Diperbarui: 13 Mei 2023   09:06 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: tribunnews)

Ujung Sebuah Penantian

Oleh: Suyito Basuki

Ima merapatkan dirinya ke dinding, ia menggeser kursinya hingga bisa melihat jelas kolam renang melalui jendela di hadapannya.  Ima melihat anak-anak yang berlarian di sekitar kolam kemudian masuk  ke kolam yang tidak dalam.  Anak-anak itu dilihat Ima suka ria sambil tertawa-tawa.  Sementara beberapa orang tua terlihat menaikkan anaknya ke ban dalam mobil yang sengaja disewakan ke pengunjung yang sedang belajar berenang.  Para orang tua yang tergolong masih usia muda ini kemudian mendorong anaknya agak ke tengah sambil bercakap-cakap dengan anaknya.

Ima menyapukan pandangannya ke semua kolam.  Bahkan matanya kini tertuju pada luncuran yang berada di tengah kolam.  Anak-anak naik di bagian atas, kemudian mereka beramai-ramai meluncur dan sesekali berteriak-teriak kegirangan.  Tidak jauh dari tumpahan luncuran itu, ada ember besar di atas, yang bisa bergoyang.  Saat ember besar itu bergoyang, air akan tumpah mengenai anak-anak yang di bawahnya, sehingga menambah suka cita anak yang tertimpa air itu.

Di dekat tempat duduk Ima, seseorang bernyanyi karaoke.  Salon suara musik karaoke itu di arahkan ke kolam.  Suaranya keras, semua orang yang berada di kolam dan sekitarnya akan mendengar lagu-lagu yang dibawakan oleh para pengunjung yang mungkin sedang menunggu anak atau keluarganya yang sedang menceburkan diri ke kolam renang.  Saat itu lagu yang dibawakan lagunya Farel Prayoga yang saat ini sedang ngetop, "Mbok Aja Dibanding-bandingke."  Ima coba mengikuti syair lagu itu:"...Wong ko ngene kok dibanding-bandingke, saing-saingke, ya mesthi kalah...tak oyaka aku ya ora mampu, mung sak kuwatku mencintaimu...kuberharap engkau mengerti, di hati ini, hanya ada kamu...."

Ima tersenyum dalam hati.  Lagu ini mengingatkan dirinya saat menentukan Adi menjadi suaminya.  Meski lagunya Farel Prayoga itu temanya supaya tidak membanding-bandingkan seseorang dengan orang lain dalam memilih pasangan hidup, tetapi Ima justru dulu membanding-bandingkan Adi dengan Kustri.  Baik Adi maupun Kustri dulu mengatakan bahwa mereka mencintai Ima.  Adi itu teman saat Ima sekolah di SMA.  Meski beda kelas, Ima mengambil jurusan IPA serta Adi mengambil jurusan IPS, namun karena mereka satu kampung, mereka akrab bergaul.  Kustri itu kakak kelas Ima saat di SMA.  Rumah Kustri agak jauh dari rumah Ima.  Kustri tinggal di desa lain yang masih bertetangga dengan desa Ima.

Kustri lebih dulu lulus dan kuliah di sekolah teknik mesin di luar kota.  Ima dan Adi lulus bersamaan.  Ima mengambil kuliah di teknik pangan di sebuah universitas di luar kota, sementara Adi mengambil kuliah jurusan bahasa Inggris di sebuah universitas di luar kota juga.  Baik hubungan Ima dengan Adi maupun dengan Kustri sama-sama akrab.  Ima menganggap keduanya sahabat.  Setelah semuanya lulus, mereka kemudian bekerja di bidang mereka masing-masing.  Ima bekerja di sebuah pabrik olahan pangan di kotanya yang memproduksi snack-snack yang disukai utamanya remaja dan anak-anak.  Adi bekerja menjadi pemandu wisata pada sebuah agen perjalanan di kotanya.  Kemampuan bahasa Inggris Adi sangat menolong dalam melakukan tugas hariannya.  Adi kemudian sering bepergian ke luar kota mengantar tamu-tamunya.  Pulau Bali yang eksotik dan destinasi wisata di pulau lain seperti Raja Ampat di Papua seringkali disinggahi Adi bersama dengan tamu-tamu yang diantarnya.  Kustri bekerja di sebuah perusahaan kertas di luar kota. 

Saat menentukan pilihan antara Adi dan Kustri inilah, Ima mau tidak mau harus membanding-bandingkan keduanya.  Baik Adi maupun Kustri, setelah mereka lulus dan bekerja, keduanya menyatakan cintanya pada Ima dan mereka berniat meminang Ima menjadi istrinya.  Sebetulnya dari banyak hal, Adi dan Kustri tidak jauh berbeda.  Hanya saja saran dari orang tua Ima, supaya Ima lebih memilih Adi saja.  Hal ini terutama disebabkan Adi bekerja satu kota dengan Ima.  Dengan demikian, maka tanpa berpikir panjang, Ima kemudian menerima pinangan Adi daripada pinangan Kustri. 

Pesta perkawinan Ima dan Adi pun digelar, sederhana tetapi menurut Ima sangat bermakna.  Ima memakai gaun pengantin warna putih tulang, Adi mengenakan jas warna putih tulang juga.  Kedua orang tua Ima dan Adi menyesuaikan dengan pilihan busana pengantin anak-anak mereka.  Ayah Ima mengenakan jas hitam dengan tuxedo, sedangkan ibu Ima mengenakan kebaya warna puti h dan jarik batik kelabu.  Demikian juga ayah dan ibu Adi menyesuaikan mengenakan pakaian seperti yang dikenakan oleh ayah dan ibu Ima.  Suasana yang bahagia itu terasa bagi seluruh kerabat Ima.  Semuanya bersuka cita.  Pada saat perkawinan Ima dan Adi itu mereka membuat sebuah vokal grup dan menyanyikan lagu perkawinan bagi Ima dan Adi.

Sementara itu Kustri yang tertolak cintanya, berhari-hari menjelang perkawinan Ima dan Adi, dia meratap di kamarnya.  Kepada perusahaan tempat ia bekerja, ia mengajukan ijin tidak masuk kerja.  Kustri memang sulit konsentrasi kerja begitu mendengar rencana pernikahan Ima dan Adi.  Sejak SMA sebetulnya perasaan Kustri pada Ima dipendam dalam-dalam.  Bahkan saat kuliah pun dia berusaha tidak mengutarakan perasaannya pada Ima.  Pertemanannya dengan Ima dia bangun dengan biasa saja.  Sesekali saat Ima ulang tahun, Kustri mengucapkan ucapan selamat ulang tahun tanpa kado apa-apa.  Kustri menjaga diri, jangan sampai orang tuanya yang tergolong berekonomi tidak mampu menjadi bahan nyinyiran orang jika orang tahu bahwa ia mencintai Ima.

Oleh karena itulah, baru setelah bekerja, Kustri berani menyampaikan isi hatinya kepada Ima.  Tetapi betapa seperti disambar geledek saat Ima menyatakan bahwa ia akan menikah dengan Adi.  Kustri yang memiliki pembawaan riang sehari-harinya, tiba-tiba menjadi seperti  orang yang bersusah.  Tidak ada lagi gairah dalam hidupnya.  Namun setelah Kustri merenung diri beberapa hari di kamarnya, pada akhirnya dia berkesimpulan bahwa jodoh adalah wewenang dan kehendak Tuhan.  Mungkin Ima bukan jodoh terbaik saya.  Tuhan pasti akan memberikan jodoh yang terbaik bagi saya kelak kemudian.  Demikianpemikiran Kustri saat itu.

Dengan demikian, Kustri kemudian bangkit dari keterpurukannya.  Kustri  kemudian masuk kerja lagi.  Hari-harinya dijalaninya dengan penuh penyerahan diri kepada Tuhan.  Saat pernikahan Ima dan Adi, Kustri ikut menghadirinya.  Bersama rekan-rekan pemuda gerejanya, Kustri mengucapkan selamat kepada Ima dan Adi.  Kustri ikut menyanyi bersama dengan rekan pemuda di altar gereja, memberi ucapapan selamat berbahagia.  Kustri sesekali melihat Ima dan Adi yang kelihatan banyak tersenyum.  Sesekali hati Kustri merasa sakit, tetapi itu ditahannya.  Keyakinan bahwa Tuhan akan memberi jodoh yang terbaik baginya sangat menghiburnya.

**

Lima tahun setelah Ima menikah dengan Adi, Kustri belum juga bergeming untuk mencari jodoh.  Orang tua Kustri berkali-kali mendesak Kustri supaya segera memilih jodoh.  Namun entah mengapa, Kustri selalu menolak keinginan orang tuanya itu.  Orang tua Kustri sudah usia senja, sehingga wajar kalau mereka mendesak Kustri untuk segera menikah, karena mereka pun ingin memiliki cucu yang dilahirkan dari Kustri dan istrinya nanti.  Kustri punya kakak Kusdwi yang sudah menikah dan memiliki seorang anak dari pernikahan mereka.  Kustri sebenarnya juga punya kakak perempuan, Kuswanti, tetapi meninggal saat usia remaja.

Ima tersenyum jika mengingat saat dia menentukan pilihan siapa yang ia terima pinangannya saat itu.  Dan Ima merasa tidak salah pilih.  Ima merasa Adi adalah laki-laki yang sangat mencintainya.  Perhatian Adi kepada Ima begitu besar.  Kemana pun Adi pergi mengantar tamu-tamunya, Adi selalu membelikan oleh-oleh kepada Ima.  Dari tempat Adi mengantar tamunya, Adi selalu kirim WA bertanya Ima mau dibelikan oleh-oleh apa.  Adi juga mengirim gambar-gambar barang atau makanan yang menjadi ikon khas daerah yang dikunjunginya.  Setiap kali sampai di lokasi wisata tempat Adi mengantar tamunya, Adi selalu menelpon Ima melalui video call, bercakap-cakap dengan Ima tentang banyak hal. 

Hanya saja Ima merasa kecut kalau melihat bahwa sampai lima tahun usia pernikahan mereka, Ima belum dapat memberikan keturunan kepada Adi.  Sebetulnya usai menikah, selang sebulan, dokter menyatakan bahwa dalam rahim Ima sudah mulai tumbuh benih hasil cinta kasih Ima dan Adi.  Betapa bahagianya Ima dan Adi.  Tidak selang lama setelah dokter kandungan mengatakan hal itu, Ima dan Adi pulang ke rumah orang tua Ima dan mengatakan bahwa mereka akan memiliki seorang putra.  Betapa senangnya hati kedua orang tua Ima.  Orang tua Ima dan tentu orang tua Adi juga berpendapat bahwa tidak lama lagi mereka akan memiliki seorang cucu.  Betapa bahagianya.

Namun sesuatu terjadi.  Ima yang harus naik motor dari rumahnya ke kantor tempat ia bekerja yang berjarak sekitar 10 kilometer itu menjadi sebabnya.  Memang jalan antara rumah Ima dan kantornya sedang dalam perbaikan.  Banyak lobang-lobang di jalan akibat air hujan yang mengguyur hampir setiap hari.  Kadang-kadang Ima diantar Adi pakai mobil jika Adi tidak keluar kota.  Tetapi karena Adi juga bekerja mengantar tamu ke luar kota, Ima kemudian berangkat sendiri ke kantornya.  Kondisi jalan yang seperti itu membuat kandungan Ima menjadi lemah.  Saat kontrol ke dokter kandungan, Ima disarankan untuk beristirahat total selama beberapa hari dan meminum obat dari dokter.  Dokter berkata, flek-flek pada Ima memungkinkan bahwa kandungan Ima dalam kondisi lemah.  Semoga benih janin dapat dipertahankan, demikian kata dokter.

Karena flek-flek yang tidak juga berhenti, tetapi terus bertambah intensitasnya, maka Ima kemudian dibawa ke rumah sakit.  Dokter kandungan rumah sakit itu, saat melihat perkembangan kandungan Ima kemudian memutuskan untuk melakukan operasi kiret.  Dengan berat hati akhirnya Ima melakukan perintah dokter tersebut karena jika dipertahankan pun bakal janin tidak akan berkembang malah membahayakan bagi sang ibu.  Akhirnya Ima menjalani operasi kiret.  Adi dan adik-adik Ima menuggui Ima selama di rumah sakit bergantian.  Operasi kiret pun berjalan dengan baik.  Sehari setelah operasi itu, Ima sudah diperbolehkan pulang ke rumah.

Ima sekarang sudah bekerja seperti semula.  Seperti biasa, Ima bekerja penuh dengan semangat.  Teman-teman kantornya kadang mengingatkan supaya bekerja tidak terlalu keras, maksudnya supaya Ima juga mengingat kesehatannya.  Mendengar nasihat teman-temannya ini Ima hanya tertawa.  Ima memang suka bekerja.  Jika di kantor tidak ada pekerjaan, Ima malah kebingungan.

Mengunjungi kolam renang anak-anak di kotanya, sering sekali dilakukan oleh Ima.  Dengan ke kolam renang anak-anak, maka dia akan terasa lebih dekat dengan dunia anak-anak.  Sejak operasi kiret yang dilakukannya lima tahun yang lalu, Ima belum ada tanda-tanda mengalami kehamilan.  Oleh karenyalah, doanya tiap hari kepada Tuhan adalah supaya ia dan Adi segera diberi keturunan oleh Tuhan.  Seringkali Ima berdoa kepada Tuhan,"Tolonglah hamba  diberi anak ya Tuhan,  entah laki-laki atau perempuan.  Hamba ingin, anak hamba nanti dapat memuliakan Tuhan melalui hidupnya."  Dalam doanya, Ima teringat dengan kotbah Pak Pendeta tentang ibu Hana yang mandul, akhirnya diberi anak yang dinamakan Samuel.  Samuel tersebut menurut kotbah Pak Pendeta akhirnya menjadi seorang nabi yang mengurapi Saul dan kemudian Daud menjadi raja Israel.

"Kita harus sabar sayang, saatnya nanti Tuhan akan memberi anak pada kita." Demikian Adi suaminya memberikan penghiburan kepadanya.  Tetapi Adi tahu bahwa Ima memasuki tahun kelima pernikahan mereka, seringkali terlihat sedih dan kadang marah karena hal-hal remeh yang terjadi dalam keluarga.  Misal saja Adi pulang terlambat dari pekerjaannya, Ima akan menjadi marah.  Adi seperti tahu keadaan, sehingga Adi lebih banyak diam.  Adi dalam hal ini memang bijaksana.  Adi pun kemudian berusaha untuk menolak pekerjaan mengantar tamu ke luar pulau.  Jika itu ke kota yang berdekatan dengan kotanya, Adi lakukan, jika jauh apalagi luar pulau, maka kesempatan itu akan ia berikan kepada rekan kerjanya yang lain.

Ima sadar dengan kelakuannya, sehingga ia pun mawas diri.  Ima pun tidak lagi bekerja dengan keras, ia bekerja dengan agak santai.  Segala urusan yang bisa dilakukan esok hari, akan ia kerjakan esok harinya.  Padahal sebelumnya Ima akan mengerjakan pekerjaan esok hari itu dikerjakan pada hari ini.  Dulu, Ima ingin pekerjaan-pekerjaan selesai dengan perfect.  Tapi akhir-akhir ini ia bekerja dengan lebih slow.  Bahkan cuti tahunan yang biasanya hanya ia ambil separohnya, akhir-akhir ini ia ambil secara penuh.  Ima merasakan bahwa dia dan Adi perlu waktu banyak untuk bersama-sama.  Dengan demikian, Ima dan Adi akhir-akhir ini sering terlihat bersama.  Pergi ke sebuah pegunungan, seperti anak-anak sekolah, mereka membuat tenda berdua atau dengan teman mereka.  Sering juga Ima dan Adi pergi ke kafe untuk duduk dan bercengkerama berdua.

Kadang Adi menemani Ima ke kolam renang anak.  Tetapi Ima menyadari bahwa Adi juga harus bekerja, sehingga Ima pergi ke kolam renang anak lebih banyak sendirian.  Saat Ima mendengar tawa canda anak-anak di kolam renang ini, maka Ima pun merasa nikmat dan Ima pun memanjatkan doa kepada Tuhan tentang keinginannya segera punya anak.  Entah siapa yang menyanyi dengan karaoke, tiba-tiba ada lantunan lagu rohani.  "Tuhan selalu menolongku, selalu menjagaku, Dia menyenangkanku dan memliharaku, seumur hidupku... Tuhan selalu menolongku, selalu menjagaku, sehelai di rambutku tak akan terjatuh, tanpa seijin-Mu."  Hati Ima menjadi seperti diiris-iris menyadari perbuatan Tuhan atas umat-Nya.  Betapa Tuhan mengasihi manusia dengan begitu besar-Nya.  Dalam perenungannya, Ima meyakini bahwa Tuhan akan memberikan apa yang menjadi permintaan doanya.

**

Ima segera menyalakan mesin mobilnya.  Ia ingin segera berada di rumah.  Dia tahu bahwa sebentar lagi Adi akan pulang dari kerjanya.  Beberapa hari Adi berada di luar kota mengantar tamu-tamunya.  Saat Adi kembali maka Ima akan menyambutnya di rumah.  Itulah saat-saat yang membahagiakan bagi keduanya.  Ima kemudian akan membuka oleh-oleh yang dibawa Adi.  Jika oleh-oleh itu berupa makanan, maka keduanya akan menikmatinya bersam-sama.  Tentu saja ada bagian-bagian yang akan dikirimkan kepada kedua orang tua mereka masing-masing.  Jika oleh-oleh itu berupa pakaian, maka Ima akan segera mengenakan dan Adi akan memuji penampilan Ima dengan pakaian baru.  Adi biasanya akan berkata,"Kamu menjadi semakin cantik dengan pakaian warna ini sayangku."  Adi kemudian akan memeluk Ima dan menumpahkan segala kerinduan yang dipendam Adi selama melakukan perjalanan ke luar kotanya.

Saat Adi pulang, biasanya Ima sudah menyiapkan makanan-makanan kesukaan Adi.  Adi bukan tipe laki-laki yang menyukai makanan yang aneh-aneh.  Sayur kesukaan Adi hanya sayur oseng-oseng kangkung dengan lauk pindang yang digoreng dengan sebuah sambal trasi.  Oleh karena itulah, sebelum Adi pulang, Ima akan membeli kangkung dan ikan pindang.  Dia akan pilihkan trasi yang terbaik, sehingga saat bikin sambal, akan menghasilkan sambal yang enak.

Benar saja, tidak selang lama Ima berada di rumah, Adi pulang dengan naik motor kesayangannya.  Ima menyambut Adi sambil tersenyum.  "Eh, bukankah hari ini kita harusnya kontrol kesehatan ke dokter?" Demikian Adi megingatkan kepada Ima.  Ima menjadi terperanjat juga, betul setiap Sabtu sore sebulan sekali mereka selalu meluangkan waktu untuk konsultasi kesehatan ke dokter kandungan.  Beberapa bulan ini mereka memang mereka melakukan kontrol kesehatan.  Hal ini mereka lakukan supaya kesehatan mereka terkontrol dengan baik dengan harapan mereka dapat segera mendapatkan keturunan.  Dokter pun selain memberi saran-saran hidup sehat, juga memberikan obat-obat untuk penopang kesuburan bagi mereka masing-masing.

"Oh iya betul.  Ayuk kita segera berangkat.  Tapi apa mas Adi tidak capek?"  demikian kata Ima setengah merajuk. 

"Ya setelah beristirahat sebentar, mandi, minum kopi dan makan snack, kita akan segera berangkat saja, jangan sampai kemalaman, nanti jam praktek dokter sudah habis," demikian Adi berkata sambil masuk ke kamar mandi, segera akan mandi.

Mereka sampai di tempat praktek dokter.  Dokter menyambut mereka dengan ramah.  Dokter kemudian bertanya kepada Ima dan Adi hal-hal tentang kesehatan mereka, termasuk perkembangan emosi mereka akhir-akhir ini.  Setelah dokter mengecek kesehatan mereka dan memberikan nasihat-nasihat dokter kemudian berniat untuk mengecek kandungan Ima dengan sebuah alat deteksi.  Dokter terkejut dan kemudian mengatakan kepada Ima dan Adi.

"Ini kelihatannya di kandungan bu Ima ada pergerakan kecil.  Apakah mungkin ini bakal janin telah tumbuh?" Dokter berkata.

"Bagaimana dok?  Ada pergerakan dan kemungkinan itu bakal janin saya?" Demikian Ima berkata tak sadar berteriak.  Adi segera memegang tangan Ima, menyadarkannya.

"Sebaiknya saya periksa pakai USG saja ya untuk memastikannya." Dokter kembali berucap.  Hati Ima seolah tidak sabar, ingin sekali segera mengetahui kebenaran perkiraan dokter itu.  Ima kemudian segera disuruh masuk ke ruang USG.  Setelah tindakan pemeriksaan dilakukan, Ima disuruh dokter untuk keluar menunggu beberapa saat hasilnya.

Selang beberapa jam kemudian Ima dan Adi dipanggil dokter.  Dokter menyodorkan gambar seperti sebuah toples yang di dalamnya ada isi bentuk  kecil.

"Selamat bu Ima, kandungan ibu ada bakal janin, semoga dapat dirawat dengan baik, sehingga sehat pertumbuhannya," demikian kata dokter.

Ima tidak bisa melepas keharuannya.  Sambil matanya berkaca-kaca, dipeluknya suaminya.  "Aku akan merawatnya dengan sebaik-baiknya." Demikian ucap Ima lirih di dada Adi. 

Ima kemudian teringat dengan kolam anak-anak yang penuh dengan senda gurau anak-anak yang berada di pinggir dan di dalam air kolam.  Aku akan segera ke kolam renang anak-anak itu, janin yang ada di dalam kandunganku ini akan mendengar suara anak-anak di kolam yang kelak menjadi teman sepermainannya.

Saat pulang ke rumah, dalam mobil Ima banyak terdiam, hingga Adi menegurnya, "Kenapa kamu tiba-tiba banyak berdiam diri?  Apakah ada yang salah?"

Ima tidak menjawab pertanyaan Adi, ia hanya tersenyum.  "Aku terharu," kata Ima.  Ima menjadi tersadar, pantas dua bulan ini tidak mensturasi.  Adi tiba-tiba saja menggenggam tangan Ima.  Dalam hati, keduanya menaikkan ucapan syukur kepada Tuhan yang telah menjawab doa-doa mereka.  Mereka bersepakat akan menjaga benih dalam kandungan Ima, sehingga berkembang dan akhirnya lahir menjadi seorang anak yang menjadi dambaan mereka.

*Spesial buat anakku: Hawa dan suaminya: Riswan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun