Ujung Sebuah Penantian
Oleh: Suyito Basuki
Ima merapatkan dirinya ke dinding, ia menggeser kursinya hingga bisa melihat jelas kolam renang melalui jendela di hadapannya.  Ima melihat anak-anak yang berlarian di sekitar kolam kemudian masuk  ke kolam yang tidak dalam.  Anak-anak itu dilihat Ima suka ria sambil tertawa-tawa.  Sementara beberapa orang tua terlihat menaikkan anaknya ke ban dalam mobil yang sengaja disewakan ke pengunjung yang sedang belajar berenang.  Para orang tua yang tergolong masih usia muda ini kemudian mendorong anaknya agak ke tengah sambil bercakap-cakap dengan anaknya.
Ima menyapukan pandangannya ke semua kolam. Â Bahkan matanya kini tertuju pada luncuran yang berada di tengah kolam. Â Anak-anak naik di bagian atas, kemudian mereka beramai-ramai meluncur dan sesekali berteriak-teriak kegirangan. Â Tidak jauh dari tumpahan luncuran itu, ada ember besar di atas, yang bisa bergoyang. Â Saat ember besar itu bergoyang, air akan tumpah mengenai anak-anak yang di bawahnya, sehingga menambah suka cita anak yang tertimpa air itu.
Di dekat tempat duduk Ima, seseorang bernyanyi karaoke. Â Salon suara musik karaoke itu di arahkan ke kolam. Â Suaranya keras, semua orang yang berada di kolam dan sekitarnya akan mendengar lagu-lagu yang dibawakan oleh para pengunjung yang mungkin sedang menunggu anak atau keluarganya yang sedang menceburkan diri ke kolam renang. Â Saat itu lagu yang dibawakan lagunya Farel Prayoga yang saat ini sedang ngetop, "Mbok Aja Dibanding-bandingke."Â Ima coba mengikuti syair lagu itu:"...Wong ko ngene kok dibanding-bandingke, saing-saingke, ya mesthi kalah...tak oyaka aku ya ora mampu, mung sak kuwatku mencintaimu...kuberharap engkau mengerti, di hati ini, hanya ada kamu...."
Ima tersenyum dalam hati. Â Lagu ini mengingatkan dirinya saat menentukan Adi menjadi suaminya. Â Meski lagunya Farel Prayoga itu temanya supaya tidak membanding-bandingkan seseorang dengan orang lain dalam memilih pasangan hidup, tetapi Ima justru dulu membanding-bandingkan Adi dengan Kustri. Â Baik Adi maupun Kustri dulu mengatakan bahwa mereka mencintai Ima. Â Adi itu teman saat Ima sekolah di SMA. Â Meski beda kelas, Ima mengambil jurusan IPA serta Adi mengambil jurusan IPS, namun karena mereka satu kampung, mereka akrab bergaul. Â Kustri itu kakak kelas Ima saat di SMA. Â Rumah Kustri agak jauh dari rumah Ima. Â Kustri tinggal di desa lain yang masih bertetangga dengan desa Ima.
Kustri lebih dulu lulus dan kuliah di sekolah teknik mesin di luar kota. Â Ima dan Adi lulus bersamaan. Â Ima mengambil kuliah di teknik pangan di sebuah universitas di luar kota, sementara Adi mengambil kuliah jurusan bahasa Inggris di sebuah universitas di luar kota juga. Â Baik hubungan Ima dengan Adi maupun dengan Kustri sama-sama akrab. Â Ima menganggap keduanya sahabat. Â Setelah semuanya lulus, mereka kemudian bekerja di bidang mereka masing-masing. Â Ima bekerja di sebuah pabrik olahan pangan di kotanya yang memproduksi snack-snack yang disukai utamanya remaja dan anak-anak. Â Adi bekerja menjadi pemandu wisata pada sebuah agen perjalanan di kotanya. Â Kemampuan bahasa Inggris Adi sangat menolong dalam melakukan tugas hariannya. Â Adi kemudian sering bepergian ke luar kota mengantar tamu-tamunya. Â Pulau Bali yang eksotik dan destinasi wisata di pulau lain seperti Raja Ampat di Papua seringkali disinggahi Adi bersama dengan tamu-tamu yang diantarnya. Â Kustri bekerja di sebuah perusahaan kertas di luar kota.Â
Saat menentukan pilihan antara Adi dan Kustri inilah, Ima mau tidak mau harus membanding-bandingkan keduanya. Â Baik Adi maupun Kustri, setelah mereka lulus dan bekerja, keduanya menyatakan cintanya pada Ima dan mereka berniat meminang Ima menjadi istrinya. Â Sebetulnya dari banyak hal, Adi dan Kustri tidak jauh berbeda. Â Hanya saja saran dari orang tua Ima, supaya Ima lebih memilih Adi saja. Â Hal ini terutama disebabkan Adi bekerja satu kota dengan Ima. Â Dengan demikian, maka tanpa berpikir panjang, Ima kemudian menerima pinangan Adi daripada pinangan Kustri.Â
Pesta perkawinan Ima dan Adi pun digelar, sederhana tetapi menurut Ima sangat bermakna. Â Ima memakai gaun pengantin warna putih tulang, Adi mengenakan jas warna putih tulang juga. Â Kedua orang tua Ima dan Adi menyesuaikan dengan pilihan busana pengantin anak-anak mereka. Â Ayah Ima mengenakan jas hitam dengan tuxedo, sedangkan ibu Ima mengenakan kebaya warna puti h dan jarik batik kelabu. Â Demikian juga ayah dan ibu Adi menyesuaikan mengenakan pakaian seperti yang dikenakan oleh ayah dan ibu Ima. Â Suasana yang bahagia itu terasa bagi seluruh kerabat Ima. Â Semuanya bersuka cita. Â Pada saat perkawinan Ima dan Adi itu mereka membuat sebuah vokal grup dan menyanyikan lagu perkawinan bagi Ima dan Adi.
Sementara itu Kustri yang tertolak cintanya, berhari-hari menjelang perkawinan Ima dan Adi, dia meratap di kamarnya. Â Kepada perusahaan tempat ia bekerja, ia mengajukan ijin tidak masuk kerja. Â Kustri memang sulit konsentrasi kerja begitu mendengar rencana pernikahan Ima dan Adi. Â Sejak SMA sebetulnya perasaan Kustri pada Ima dipendam dalam-dalam. Â Bahkan saat kuliah pun dia berusaha tidak mengutarakan perasaannya pada Ima. Â Pertemanannya dengan Ima dia bangun dengan biasa saja. Â Sesekali saat Ima ulang tahun, Kustri mengucapkan ucapan selamat ulang tahun tanpa kado apa-apa. Â Kustri menjaga diri, jangan sampai orang tuanya yang tergolong berekonomi tidak mampu menjadi bahan nyinyiran orang jika orang tahu bahwa ia mencintai Ima.