Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalan Menjadi Tempat Buang Sampah?

29 Juni 2022   09:12 Diperbarui: 29 Juni 2022   09:20 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan Menjadi Tempat Buang Sampah?

Oleh: Suyito Basuki

Saya menyaksikan sendiri saat mengendarai mobil, waktu masih dini hari, seorang pelayan atau pemilik sebuah warung makan, membuang sampah di tengah jalan raya.  Mungkin sampah itu jenis sisa makanan atau kotoran yang dibawa di sebuah tempat yang bertangkai.  

Saya tidak habis pikir, orang itu dengan entengnya membuang sampah tersebut di tengah jalan.  Sampai sekarang masih heran juga saat orang buang sampah di selokan depan rumah, tetapi melihat orang buang sampah di tengah jalan, lebih heran lagi.

Saya jadi ingat tetangga desa memiliki kebiasaan yang saya nilai buruk, setiap ia mencabuti rumput di pinggir jalan dekat rumahnya, maka rumput-rumput itu akan dibuangnya di tengah jalan beserta dengan tanah-tanah yang menyertai akar rumput itu.  Jadilah jalan aspal di depan rumahnya menjadi seperti taman yang penuh dengan rerumputan.  

Rumput-rumput itu kemudian akan kering terkena sinar matahari dan jalan akan menjadi bercak-bercak coklat karena tanah yang mengering.  Jalan tersebut akan kembali menjadi bersih manakala angin kemarau membawa terbang rerumputan dan tanah itu atau di musim hujan, hujan mengguyur menyapu bersih jalanan itu.

Menimbulkan Kengerian

Di jalan kadang menjadi tempat pembuangan bangkai tikus juga.  Bangkai tikus yang dibuang itu, jenis tikus rumahan yang hampir tidak mungkin berkeliaran di jalan.  Bangkai itu akan diinjak ban mobil atau motor sehingga daging merah dan darah akan menguar dan akan menjadi kering menghitam karena diterpa panas sinar matahari berhari-hari.

Mungkin agak wajar jika sebuah jalan raya membelah area persawahan, kemudian tikus-tikus sawah menyeberang jalan kemudian mereka ada yang terlindas ban mobil sehingga bangkai tikus bertebaran di jalan itu.  Tetapi kalau jalan raya itu melewati perkampungan dan tidak hanya satu dua bangkai tikus di jalan didapatkan, apakah itu sebuah kewajaran?

Kadang ada juga bangkai ayam yang berada di tengah jalan.  Entah sengaja atau tidak orang melempar bangkai ayam ke jalan.  Kalau itu ayam kampung, mungkin bisa jadi saat ayam menyeberang terlindas kendaraan, tetapi kalau itu ayam sayur, mungkin sengaja orang membuang bangkai ayam itu ke jalan ya, biar gepeng terlindas kendaraan atau agar menimbulkan kengerian?

Menikmati Ketakutan Orang Lain

Saya jadi ingat novel Iwan Simatupang yang berjudul Ziarah.  Di dalam novel itu diceritakan adanya seorang opseter pekuburan yang pernah belajar ilmu filsafat di sebuah perguruan tinggi.  Opseter ini sengaja mempekerjakan pelukis yang istrinya meninggal di pekuburannya.  

Opseter ini sengaja ingin melihat kesedihan pelukis ini saat bekerja di makam.  Oleh karenanya sang opseter seringkali mengintip gerak-gerik sang pelukis yang merupakan tokoh utama dalam novel Ziarah itu.  Ketakutan dan kengerian pelukis ini saat bersinggungan dengan makam istrinya, merupakan kesukaan bagi sang opseter.

Mungkin agak aneh jika kita menjumpai orang-orang yang memiliki gaya hidup seperti opseter pekuburan ini.  Tetapi toh ternyata ada juga di dunia ini orang yang suka melihat penderitaan orang lain, mungkin karena dendam atau alasan-alasan yang lain.  Termasuk orang-orang yang dengan sengaja membuang sampah, bangkai tikus, bangkai ayam dan lain-lain di tengah jalan.  

Orang itu mungkin merasa senang jika ada pengendara motor atau mobil berteriak ngeri karena ban kendaraan mereka dengan tidak sengaja menginjak bangkai itu.  Jika bangkai itu masih baru, kadang menimbulkan suara,"pletok!" yang menambah kengerian atau kejijikan.

Mengembalikan Fungsi Jalan

Jalan dibuat oleh pemerintah supaya berfungsi memperlancar sarana transportasi masyarakat di suatu daerah.  Dengan lancarnya transportasi ini membuat ekonomi  masyarakat tersebut menjadi berkembang.  

Dengan adanya jalan, maka masyarakat pedesaan yang akan menjual sayur ke kota menjadi lebih mudah.  Dengan demikian biaya transportasi akan lebih mudah, murah dan akan menggairahkan usaha pertanian dan transportasi di daerah itu.

Demikian juga dengan dunia pendidikan.  Dengan adanya jalan yang ada, maka anak-anak akan dapat berangkat dan pulang sekolah dengan nyaman.  

Para pelajar era 70-an, di beberapa tempat masih harus bersekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda melalui jalan yang tidak ideal, masih berupa tumpukan batu atau tanah yang becek dan menjadi liat saat musim penghujan tiba.  Dengan adanya jalan beraspal menjadikan niatan pemerintah untuk memajukan masyarakat melalui pendidikan akan mudah terwujud.

Dengan kesadaran jalan supaya difungsikan sebagaimana mestinya, maka jalan yang ada, entah itu jalan desa, kabupaten, kota, propinsi atau nasional hendaknya digunakan dengan baik, bukan malah sebaliknya menjadi area untuk membuang sampah.  Pemberlakuan sanksi yang berupa teguran, denda bagi masyarakat pelanggar perlu dilakukan.  

Pernah ada daerah yang membuat aturan, jika masyarakat membuang sampah sembarangan di jalan, misal saat mobil berjalan, kemudian pengendara mobil membuang plastik, daun atau sampah ke jalan melalui kaca mobil akan didenda dengan nominal tertentu.  

Peraturan itu perlu diefektifkan dan jika perlu dendanya dimaksimalkan.  Karena sampah yang dibuang di tengah jalan bisa mencelakakan pengguna jalan dan jika itu berupa bangkai tikus, ayam atau bangkai binatang lainnya akan menimbulkan ketakutan, kengerian dan kejijikan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun