Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengatasi Kesulitan Pernikahan Janda-Duda

19 April 2022   10:10 Diperbarui: 19 April 2022   14:58 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenangan pernikahan kami, foto bersama Pdt. Setyo Utomo (dok.pri)

Mengatasi Kesulitan Pernikahan Janda-Duda

Oleh: Suyito Basuki

Istriku, Erna Widyaningsih, menulis status di akun FB-nya yang ditautkan ke saya seperti ini:

"Pada hari istimewa ini, di hari yang indah ini, ku ucapkan selamat ulang tahun pernikahan mas.

Semoga cintamu tumbuh lebih kuat dan berkembang dari tahun ke tahun.

Terima kasih untuk kasih sayangmu padaku dan keluarga.

Terima kasih untuk hadiah dan pujian hanya untukku seperti bacaan dalam Amsal 31:10-31.

Aku sangat tersanjung mas, semoga cinta kita abadi selamanya, sampai maut memisahkan kita."

Sementara aku sendiri juga menulis di status FB-ku yang saya tautkan juga pada akun FB istriku.  Saya menulis seperti ini:

Meski belum pernah main film, seolah aku shooting  sebuah film dengan lawan main seorang gadis Sumatra yang pernah kukenal sebagai sahabat, tak lebih dan tak kurang.  Kami memanjat sebuah tebing bersama-sama.  

Setelah shooting selesai, maka kami minum di sebuah cafe yang sepertinya berada di sebuah swalayan.  Gadis lawan main itu semangat sekali membawakan minum, 2 gelas ditentengnya.  Aku merasa ada yang salah saat duduk berdua dengannya.  

Teringat istri dan anak menunggu di rumah karena mereka tidak tahu acara shooting hari ini.  Aku berusaha memfoto makanan yang ada di swalayan.  Aku katakan dalam WA bahwa aku sedang mampir di swalayan, sebentar lagi akan pulang. 

Rekan-rekan kemudian datang gabung dengan kami, mungkin crew film ya?  Lalu aku bilang ke mereka,"Maaf aku harus pulang duluan ya, istri dan anak-anak sudah menunggu di rumah." Rekan-rekan agak kecewa, terutama gadis Sumatra itu, bisa kubaca dari garis wajah mereka.  

Aku segera beranjak pergi meninggalkan mereka....dan kemudian, cling! aku terbangun, kemudian teringat bahwa tadi malam aku menulis di papan white board yang sering kugunakan menulis rincian kegiatan mingguan.  Kutulis: HWA 19 April.  Segera kusambar telepon, kuhubungi istriku yang sedang di luar kota.  

Selamat HWA pernikahan kita 2 tahun yang lalu, selamat berbahagia istriku: Erna Widyaningsih dan ke tujuh anak-anakku (Tyas, Hawa, Musa, Yahya, Gones, Rosa dan Vena), serta kedua cucuku: Rona dan Happy.  Mazmur  66:20 Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari padaku.

Pernikahan di Awal Masa Pandemi

Kami menikah tidak lagi di usia muda.  Usia kami sudah melewati setengah abad lebih.  Saya lebih tua 5 tahun dibanding usia istriku.  Setahun kami kenal dan membangun pertemanan, setelah itu kami menikah, tepatnya di tanggal 19 April 2020.  Sebenarnya, menurut rencana pernikahan akan kami laksanakan di bulan Juni usai lebaran tahun itu.  

Namun setelah melalui pertimbangan kami berdua dengan dukungan keluarga, akhirnya kami memajukan tanggal pernikahan kami, bukan usai lebaran, tetapi di saat akan memasuki bulan puasa.

Kami menikah saat awal pandemi covid-19.  Meski saat itu zona kota kabupaten tempat istri tinggal disebut sebagai zona hijau, yang artinya tidak ada korban terpapar covid-19, tetapi tiupan informasi bahwa semua harus berhati-hati karena virus corona yang bisa menyebar lewat udara dan cepat sekali penularannya, membayang-bayangi rencana pernikahan kami.

Oleh karenanya pernikahan kami, hanya dihadiri oleh pendeta pelaksana pemberkatan, song leader gereja, pemusik, dan hanya terbatas kalangan keluarga.  

Majelis gereja tempat saya melayani pun dari luar kota, tidak hadir karena ekstra hati-hatinya saat itu.  Aturan dari kemenag soal pembatasan pernikahan di gereja menyebutkan: yang diijinkan hadir dalam pernikahan gereja berkisar 10 orang!  Yang semula kami rencanakan dengan mengundang rekan pemusik dan beberapa penyanyi untuk menyemarakkan perhelatan sederhana kami batalkan. 

Berikut rencana perhelatan dengan mendirikan tenda sederhana pun kami batalkan.  Kami hanya pesan nasi dos sejumlah tetangga RT dan rekan mengajar istri di sekolah.  Usai pernikahan dan pencatatan sipil di gereja, kami pulang, merayakan kebahagiaan bersama dengan keluarga, itu saja.

Kesulitan Pernikahan

Begitu istri meng-up load postingannya, segera saja ada beberapa komentar dari rekan-rekan FB-nya.  Ada seseorang yang memberi komentar: "semoga langgeng, rukun dan bahagia selalu." Sepertinya komentar ini umum diucapkan kepada pasangan suami istri yang sedang merayakan HWA (Happy Weeding Aniversary), tetapi bagiku komentar ini memiliki makna dan pesan yang mendalam. 

Belum lama ini saya mendengar ada pasangan rumah tangga hasil pernikahan janda dan duda yang sudah dibangun 10 tahun lebih dengan pernikahan pemberkatan di gereja, ambyar karena suatu sebab.  

Baru dari informasi sepihak saja sih, katanya sang suami dituduh istri mengambil hutang,  penggunaannya tanpa sepengetahuan istri, padahal suami saat ini ikut tinggal bersama anak dengan istri terdahulunya di rumah istri yang sekarang ini, serta diketahui kemudian hubungan suami dengan tetangga yang berprofesi sebagai penyanyi dangdut seperti melebihi hubungan pertetanggaan yang wajar.  

Ditambah dengan percekcokan kecil-kecil setiap hari sehingga klimaksnya si istri mengusir sang suami pergi dari rumahnya bersama anak lelaki remaja bawaannya.

Saya juga pernah mendengar pernikahan seorang ibu guru janda dengan seorang pensiunan polisi duda yang penuh hiruk pikuk diberkati di sebuah gereja.  Selang beberapa bulan, sang suami tidak lagi tinggal bersama ibu guru yang telah menjadi istrinya itu, kembali ke kota asalnya.  

Kabarnya ada ketidak cocokan di antara mereka, ditambah anak dari duda pensiunan polisi ini melarang sang ayah untuk hidup lanjut bersama dengan ibu guru janda yang telah dinikahi ayahnya itu.

Ucapan pada pasangan pernikahan janda-duda,"Semoga langgeng, bahagia selalu" itu merupakan ucapan, harapan dan doa yang mendalam.  Meski pernikahan pasangan muda usia memiliki dinamika perjuangan dalam mewujudkan harapan "kelanggengan dan kebahagiaan" tersebut, pasangan janda-duda, menurut hemat saya greget dan dinamikanya lebih lagi dalam perjuangannya.  Usaha-usaha bersama harus dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai harapan "kelanggengan dan kebahagiaan" dalam pernikahan itu.

Letak Kesulitannya

Di manakah letak kesulitan pasangan pernikahan yang berangkat dari status janda dan duda?

1. Latar belakang keluarga yang berbeda

Mereka yang menikah berawal dari posisi janda dan duda memiliki latar belakang keluarga sebelumnya berbeda.  Saya memiliki kehidupan sebagai seorang pelayan jemaat dan saya seorang Kristen Protestan.  

Saya memiliki anak 5 orang.  Istri saya yang adalah seorang guru SMP dan SMK swasta, meninggal karena penyakit tumor colon.  Setelah menjalani operasi pemotongan usus besar dan membuang tumor yang ada, kemudian menjalani kemoterapy selama 1 tahun di sebuah rumah sakit di Semarang.  Tetapi rupanya Tuhan berkehendak lain, istri saya dipanggil Tuhan 6 tahun yang lalu.

Suami istri saya sebelumnya adalah ahli taman dan ahli terapi gurah. Meninggal 10 tahun yang lalu karena penyakit jantung yang diderita.  Istri saya memiliki 2 orang anak, satu orang di antaranya telah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.  Istri saya yang sekarang ini juga guru di sebuah SMA negeri, seorang Katholik taat.

Perbedaan itu kami satukan.  Istri kemudian menganut keyakinan Kristen Protestan dan dia berusaha menghayati hidup sebagai ibu gembala jemaat, meski tetap menjalani kehidupannya sebagai guru.  

Kami menyatukan keyakinan sesuai fakta bahwa jumlah anak kami sekarang 7 orang dan berusaha memperhatikan mereka secara maksimal, meski tentu saja perhatian kami ini masih banyak kekurangannya.  

Tetapi sampai sejauh ini, kami merasa ada peningkatan-peningkatan perhatian, baik kami sebagai orang tua terhadap anak maupun mereka sebagai anak terhadap orang tua.

2. Tujuan hidup yang berbeda

Pernikahan janda-duda dilakukan oleh dua orang yang semula memiliki tujuan hidup masing-masing.  Dulu saya berpikir, setelah saya menyelesaikan tugas pelayanan saya, maka kami akan kembali ke kota Jogja.  

Jika mungkin saya akan kembali mengajar di perguruan tinggi, namun setidaknya, saya hanya akan mengabdi sebagai abdi dalem kraton Jogjakarta untuk lebih mengembangkan seni pedalangan, khususnya yang memiliki gagrak (bergaya) Mentaraman.  

Saya sebelumnya pernah menyiapkan lamaran untuk menjadi abdi dalem kraton Jogjakarta ini 22 tahun yang lalu.  Setelah saya lulus dari sekolah pedalangan Habirandha yang diadakan kraton Jogjakarta di tahun 2000, maka saya yang mengajar di sebuah sekolah tinggi dan universitas di Jogjakarta, mempersiapkan diri untuk menjadi abdi dalem kraton Jogja.  

Surat lamaran sudah saya buat dan saya pun juga sudah minta surat SKCK dari Polsek Kalasan untuk keperluan itu.  Belum juga surat lamaran saya sampaikan kepada pengageng kraton Jogja, saya mendapat "timbalan" melayani di sebuah jemaat Tuhan yang sebelumnya tidak saya kenal sama sekali, di luar kota yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Saat ini tidak begitu kuat  lagi keinginan untuk menjadi abdi dalem kraton Jogjakarta.  Masih tetap ingin mengembangkan seni pedalangan, tetapi langsung terjun saja di masyarakat.  Melalui tulisan-tulisan budaya pun toh hal ini juga bisa dilakukan.  

Di masa depan, setelah purna tugas pelayanan di jemaat, saya tetap akan melayani Tuhan dengan cara lebih lagi memperhatikan keluarga dan mengembangkan talenta-talenta yang ada dengan maksimal untuk kepentingan masyarakat dan kemuliaan Tuhan.  Soal tempat tinggal, tidak lagi berkeinginan tinggal di Jogjakarta, tetapi cukup tinggal di seputaran Salatiga, Ambarawa dan Jepara.

Kenangan foto bersama anak-anak (dok.pri)
Kenangan foto bersama anak-anak (dok.pri)

Mengatasi Kesulitan yang Ada

Beberapa hal yang menurut saya bisa menolong pernikahan janda-duda menjadi langgeng dan berbahagia adalah:

1. Memegang komitmen bersama

Pada saat kedua pasangan menyampaikan janji dalam pernikahan mereka, di pernikahan Kristen atau Katholik dilakukan di depan altar, mengucapkan janji antara lain: tetap mengasihi pasangan dalam keadaan sehat atau sakit, suka maupun duka, hanya kematian yang memisahkan mereka.  

Ucapan janji ini jangan hanya dipandang sebagai bagian dari liturgi pernikahan saja, tetapi harus disadari bahwa ucapan mereka ini dilakukan di hadapan jemaat dan Tuhan.  Tanggung jawab mereka tidak saja kepada pasangan, tetapi kepada jemaat, terlebih kepada Tuhan yang telah menyaksikan janji itu.  

Oleh karena itu, dengan segala daya upaya, kelangsungan pernikahan itu harus dilakukan.  Saya sampaikan ke istri dan berulang-ulang kepada diri sendiri bahwa tidak ada jalan lagi untuk keluar dari pernikahan yang telah kami ikrarkan ini.  

Dalam bayangan saya, kami sudah berada di sebuah kendaraan di jalan tol, entah lurus, entah berkelok, tetapi tidak ada pintu tol dan jalan keluarnya lagi, harus terus berjalan berdua, baik dalam suka maupun duka.

2. Memaafkan masa lalu

Setiap pasangan yang melakukan pernikahan, terlebih antara janda dan duda, kemungkinan besar mereka masing-masing memiliki masa lalu mereka.  Dalam hal ini melupakan masa lalu pasangan perlu dilakukan.  Namun lebih perlu lagi adalah memaafkan masa lalu pasangan.  

Dasar bisa melakukan hal ini adalah kesadaran bahwa masing-masing orang tidak memiliki kesempurnaan hidup.  Selain itu adalah kesadaran, bahwa saat pasangan tersebut melakukan kehidupannya di masa lalu tidak terkait dengan kehidupan pasangan saat ini, karena mereka belum saling kenal mengenal.  

Sehingga dengan pertimbangan apa pasangan tersebut melakukan kehidupannya masa lalu, di luar dari pertimbangan terhadap pasangannya yang sekarang ini. 

Beberapa pasangan muda yang saya temui menjadi sarana pembelajaran bagi saya dalam hal ini.  Ada pasangan muda yang menikah, padahal pihak wanita telah memiliki anak di luar nikah sebelumnya.  Saya perhatikan, tanpa bertanya apa pun, mereka membangun kehidupan yang harmonis dan rukun.  

Saya simpulkan sendiri bahwa mereka telah menerima masa lalu pasangan dan berusaha memaafkan masa lalu pasangan.  Dalam masa pencarian saya terhadap pasangan hidup, ibu saya pernah bilang,"Jangan pernah mengungkit masa lalu pasangan, itu bisa menyakitkan."  Ibu saya setelah bapak kandung saya tiada, selang beberapa saat menikah lagi dengan seorang duda cerai hidup.  

Mungkin dia ingin menyampaikan suatu pengalaman dalam kehidupannya berumah tangga selama ini, dan itu sangat berguna bagi saya.  Saya dan istri selalu memohon supaya sikap Tuhan dalam mengasihi  dan mengampuni orang-orang berdosa dapat kami teladani dalam kehidupan sehari-hari.

3. Melakukan kegiatan bersama-sama

Perlu sekali pasangan rumah tangga, terutama yang berangkat dari posisi janda dan duda sebelumnya memikirkan kegiatan yang dilakukan bersama-sama.  Hal ini akan memberi energi kebersamaan, pemahaman yang lebih pada pasangan.  

Kegiatan bersama biasanya di dalamnya ada perencanaan, kegiatan yang dilakukan dan evaluasi kegiatan sesudahnya secara bersama-sama.  Banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan bersama-sama, misalnya belanja, masak, makan, bepergian bersama dan lain-lain.

Hanya saran, baik sekali kalau memiliki dana yang cukup pasangan janda dan duda yang telah menikah membangun rumah bersama-sama yang nantinya akan mereka tempati bersama.  

Bukan masalah besar kecilnya ukuran rumah, tetapi kegiatan itu akan terdapat perencanaan, usaha membangun rumah dengan segala dinamikanya yang dilakukan bersama-sama.  Rumah yang terbangun menjadi monumen kebersamaan yang pasti akan menjadi sarana untuk saling lebih mengenal dan menghargai satu sama lain.

Saya kembali melihat postingan status istri di FB.  Ada beberapa komentar tambahan dari teman istri: "...semoga langgeng penuh berkat selalul menjadi saluran berkat bagi keluarga dan sesama..." dalam hati saya berkata, amin, Ya Tuhan kiranya terjadilah demikian. 

Ada juga komentar: "HWA bupen Erna Widyaningsih bp pend Ki Suyito Basuki bahagia selalu Tuhan Yesus memberkati. Ditunggu tumpengannya..." Wah soal kata "tumpengannya" ini, tunggu ya kalau kami sudah bersua, kami akan membicarakannya, hehehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun