Setelah shooting selesai, maka kami minum di sebuah cafe yang sepertinya berada di sebuah swalayan. Â Gadis lawan main itu semangat sekali membawakan minum, 2 gelas ditentengnya. Â Aku merasa ada yang salah saat duduk berdua dengannya. Â
Teringat istri dan anak menunggu di rumah karena mereka tidak tahu acara shooting hari ini. Â Aku berusaha memfoto makanan yang ada di swalayan. Â Aku katakan dalam WA bahwa aku sedang mampir di swalayan, sebentar lagi akan pulang.Â
Rekan-rekan kemudian datang gabung dengan kami, mungkin crew film ya? Â Lalu aku bilang ke mereka,"Maaf aku harus pulang duluan ya, istri dan anak-anak sudah menunggu di rumah." Rekan-rekan agak kecewa, terutama gadis Sumatra itu, bisa kubaca dari garis wajah mereka. Â
Aku segera beranjak pergi meninggalkan mereka....dan kemudian, cling! aku terbangun, kemudian teringat bahwa tadi malam aku menulis di papan white board yang sering kugunakan menulis rincian kegiatan mingguan. Â Kutulis: HWA 19 April. Â Segera kusambar telepon, kuhubungi istriku yang sedang di luar kota. Â
Selamat HWA pernikahan kita 2 tahun yang lalu, selamat berbahagia istriku: Erna Widyaningsih dan ke tujuh anak-anakku (Tyas, Hawa, Musa, Yahya, Gones, Rosa dan Vena), serta kedua cucuku: Rona dan Happy.  Mazmur  66:20 Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari padaku.
Pernikahan di Awal Masa Pandemi
Kami menikah tidak lagi di usia muda. Â Usia kami sudah melewati setengah abad lebih. Â Saya lebih tua 5 tahun dibanding usia istriku. Â Setahun kami kenal dan membangun pertemanan, setelah itu kami menikah, tepatnya di tanggal 19 April 2020. Â Sebenarnya, menurut rencana pernikahan akan kami laksanakan di bulan Juni usai lebaran tahun itu. Â
Namun setelah melalui pertimbangan kami berdua dengan dukungan keluarga, akhirnya kami memajukan tanggal pernikahan kami, bukan usai lebaran, tetapi di saat akan memasuki bulan puasa.
Kami menikah saat awal pandemi covid-19. Â Meski saat itu zona kota kabupaten tempat istri tinggal disebut sebagai zona hijau, yang artinya tidak ada korban terpapar covid-19, tetapi tiupan informasi bahwa semua harus berhati-hati karena virus corona yang bisa menyebar lewat udara dan cepat sekali penularannya, membayang-bayangi rencana pernikahan kami.
Oleh karenanya pernikahan kami, hanya dihadiri oleh pendeta pelaksana pemberkatan, song leader gereja, pemusik, dan hanya terbatas kalangan keluarga. Â
Majelis gereja tempat saya melayani pun dari luar kota, tidak hadir karena ekstra hati-hatinya saat itu. Â Aturan dari kemenag soal pembatasan pernikahan di gereja menyebutkan: yang diijinkan hadir dalam pernikahan gereja berkisar 10 orang! Â Yang semula kami rencanakan dengan mengundang rekan pemusik dan beberapa penyanyi untuk menyemarakkan perhelatan sederhana kami batalkan.Â