Semisal, mereka hanya makan nasi kalau ingin saja, selebihnya mereka makan camilan atau snack yang bisa mereka dapatkan secara offline maupun online. Â
Mereka lebih suka makan tanpa sayur, misal nasi dengan ayam geprek atau mie instant menjadi favorit mereka. Â Buah-buahan pun juga kurang begitu mereka minati. Â Buah rambutan atau pisang bisa menjadi busuk di meja makan karena tidak ada anak-anak yang memakannya.Â
Kalau hanya bertumpu pada kesadaran anak saja, maka mereka akan lalai dalam pemenuhan asupan mereka yang bergizi.  Memang peran orang tualah yang paling utama  supaya anak tercukupi asupan gizinya.Â
Orang tua harus seperti orang cerewet  yang terus menerus mengingatkan kepentingan makan teratur dan bergizi kepada anak, selain tentu saja berusaha mempersiapkan makanan yang bergizi kepada anak tersebut. Â
Karena hal itu berkaitan dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan otak mereka juga. Â Kadang saya nggak enak melihat istri yang berulang-ulang menyuruh anak yang sudah duduk di universitas untuk makan, padahal sayur atau lauk yang diinginkan sudah disediakan. Â Tetapi anak tetap tidak bergeming, masih saja rebahan dengan aktivitas kuliah atau sekedar melakukan komunikasi dengan media sosialnya.Â
Padahal beberapa kali, akibat kemalasan dalam makan tersebut menyebabkan perutnya sakit maag. Â Terpaksalah kadang istri mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya serta menyuapinya! Â Dalam hati saya timbul pemikiran,"Apakah anak kami perlu dipaksa minum jamu brotowali?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H