Memasuki BAB V dalam penyusunan skripsi menjadi puncak kebahagiaan tersendiri bagiku. Sebelumnya, aku bergelut dengan data informan di BAB IV, bertemu dengan para dosen perempuan yang menjadi informan, serta melakukan observasi dan dokumentasi di kampus. Saat mulai mengkaji data dari BAB IV di BAB V, aku merasa senang karena membayangkan skripsiku akan segera selesai.Â
Dalam BAB V ini, aku menulis temuan penelitian menggunakan perspektif gender. Sangat menyenangkan karena aku banyak belajar soal pengelolaan rumah tangga, mulai dari relasi suami-isteri, tugas dan pekerjaan rumah tangga, hingga pengasuhan anak pada keluarga perempuan karir.
Setelah BAB V disetujui oleh dosen pembimbing, aku langsung "tancap gas" untuk menyelesaikan BAB VI, yakni kesimpulan dari skripsi. Tanpa harus merevisi terlalu banyak, skripsiku dinyatakan selesai oleh dosen pembimbing, dan aku diarahkan untuk segera melengkapi dokumen skripsi seperti surat persetujuan pembimbing, lampiran, abstrak, dan lainnya agar bisa mendaftar sidang skripsi.Â
Tidak sulit untuk menemui dosen pembimbingku, walaupun beliau memiliki jadwal yang padat. Namun, untuk melayani mahasiswa bimbingannya, beliau selalu memberikan waktu secara proporsional. Akhirnya, pada 20 Mei 2024, surat persetujuan pembimbingku ditandatangani, dan aku bisa mendaftar sidang skripsi gelombang ketiga.
Setelah beberapa hari mendaftar di SmartCampus, jadwal ujian pun muncul. Perasaanku senang bercampur gelisah. Senang karena akhirnya aku bisa mengikuti sidang dan lulus tepat waktu, namun gelisah karena skripsiku tidak mengkaji dari aspek syariah sementara penguji utamaku adalah dosen fiqh yang agamis. Agar bisa menghadapi sidang dengan baik, aku pun berusaha memahami skripsiku apa adanya dan mulai belajar tentang kesetaraan gender dalam Islam.
 Aku mengutip dari jurnal yang membahas prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam Islam. Dengan begitu, aku berharap walaupun skripsiku tidak memiliki kajian syariah, setidaknya aku bisa menjawab pertanyaan dari ketua penguji jika ditanya konsep-konsep dasar Islam terkait kesetaraan gender laki-laki dan perempuan.
Tidak sampai di situ, untuk lebih meyakinkan diri, aku membuat daftar pertanyaan seputar skripsiku yang berjumlah 20 poin. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan diri menghadapi dewan penguji yang berjumlah tiga orang dosen. Aku mulai menyusun pertanyaan substansial dari skripsiku yang terinspirasi dari Bu Iramira (konten kreator sekaligus dosen UNPAD) melalui kanal YouTube-nya.Â
Setelah semua pertanyaan cukup, aku mulai menyiapkan jawabannya sesuai dengan isi skripsiku. Kemudian, aku pun mulai berlatih presentasi dan berlatih menjawab pertanyaan yang sudah kusiapkan. Rasanya memacu adrenalin sekaligus pikiranku dipenuhi overthinking.
Aku belajar dan berlatih selama satu minggu untuk menghadapi sidang skripsi. Mulai dari pembukaan, penghormatan kepada dewan penguji sampai kalimat penutup, aku persiapkan dengan matang.Â
Aku berpikir persembahan ini haruslah yang terbaik, karena presentasi ini bisa jadi presentasi terakhirku di hadapan dosen sebagai mahasiswa. Aku melihat setiap perkembangan dan kemajuan sekaligus mencatat kekurangan yang harus diperbaiki. Aku latihan presentasi rutin setiap sore, malam sebelum tidur, dan di waktu subuh.Â
Malamnya aku gunakan untuk memperdalam materi dan membaca buku terkait teori utama skripsiku, yaitu relasi suami istri yang berbasis kesetaraan dan keadilan gender atau disebut kemitraan gender yang digagas oleh Herien Puspitawati.
Tibalah waktu sidang, hari Jumat pukul 09.00 WIB aku mendapatkan urutan ketiga. Sekitar pukul setengah sembilan aku berangkat menuju kampus dengan pakaian rapi menggunakan jas almamater.Â
Selama di ruang tunggu, hatiku berdebar dan pikiranku overthinking karena membayangkan pertanyaan apa yang akan diajukan oleh dewan penguji. Seraya bergumam membaca sholawat, aku terus membuka kembali naskah skripsi untuk memperdalam materi. Waktu itu aku mendapatkan urutan ketiga, dan ini memberiku cukup waktu untuk membaca.
Tempatku sidang adalah meja dosen pembimbingku, yaitu Bu Zulfa. Setelah menunggu cukup lama, namaku dipanggil. Aku duduk di depan para dewan penguji. Yang paling kukagetkan adalah dewan penguji terdiri dari dosen pembimbingku dan informan penelitianku, yaitu Bu Ashima. Bu Ashima menjadi ketua penguji, Bu Zulfa menjadi sekretaris penguji, dan penguji utamaku adalah Pak Mushonif, seorang dosen ilmu falak. Setelah ketua penguji membuka sidang, aku pun dipersilakan untuk mempresentasikan skripsiku.Â
Alhamdulillah, dari awal sampai akhir berjalan dengan lancar dan sesuai harapanku. Namun, saat tiba sesi tanya jawab, penguji utamaku langsung menyerang kelemahan skripsiku, yakni tidak mencantumkan aspek agama dalam tinjauan teori dan pembahasan.Â
Aku pun tidak bisa mengelak karena memang aku menyadari ini sejak awal bimbingan BAB I. Alhasil, dari sinilah aku mulai dihujani berbagai pertanyaan mulai dari apa itu hukum Islam, apa itu fiqh, dan tentunya sebagai mahasiswa jurusan syariah, kenapa tidak menggunakan analisis hukum Islam.
Dalam hati aku ingin sekali menjawab karena ada kebijakan pembimbing untuk fokus pada satu bidang tertentu agar memperdalam analisis. Namun hal ini hanya bisa diutarakan dalam hati karena pembimbingku sendiri menjadi salah satu dari dewan penguji. Singkatnya, hanya pertanyaan dari penguji utama yang tidak semuanya bisa dijawab olehku.Â
Sehingga penguji utama menyarankan untuk menambahkan muatan hukum Islam pada BAB II dan BAB V dan menjadikan skripsiku sebagai penelitian interdisipliner. Setelah sidang ditutup, dewan penguji mengucapkan selamat atas kelulusanku. Aku pun menyampaikan terima kasih dan siap untuk memperbaiki skripsi sesuai apa yang disampaikan oleh dewan penguji.
Setelah keluar dari ruang sidang, aku pun bernafas lega dan merasakan bahagia luar biasa. Karena skripsiku hanya perlu menambahkan materi dan tidak merubah terlalu banyak. Selang satu minggu, aku pun menyelesaikan revisi skripsi dan langsung berkonsultasi dengan penguji utama.Â
Dengan sedikit saran dan arahan, akhirnya aku pun mendapatkan semua tanda tangan dewan penguji. Kini, skripsi sudah resmi disetujui oleh dewan penguji dan layak untuk dijadikan sebagai syarat pendaftaran wisuda.
Dari pengalamanku mengikuti sidang skripsi, ada nilai-nilai yang aku dapatkan, di antaranya: pertama, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Aku menyiapkan presentasi sebaik mungkin untuk menyajikan skripsiku ke dewan penguji.Â
Sehingga ketika aku berbicara rasanya sangat percaya diri karena materinya sudah aku kuasai. Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar dan usahaku tidak sia-sia karena dewan penguji semuanya memberikan nilai A.Â
Kedua, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Seyakin apa pun kita membuat sesuatu dengan sebaik mungkin, pada akhirnya tetap saja memiliki kekurangan. Terkadang kekurangan itu tidak bisa dilihat oleh kita sendiri melainkan dari sudut pandang orang lain. Dengan memperbaiki kekurangan tersebut, kita dapat menjadi lebih baik, bukan sempurna.Â
Ketiga, doa. Sebagai manusia, sudah sepatutnya kita berusaha semaksimal mungkin dengan kekuatan yang kita miliki. Namun, kita tidak boleh lupa ada peran doa yang harus menyertai.
 Banyak hal-hal yang ku alami selama sidang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, namun aku yakin itu merupakan keajaiban dari doa sehingga aku bisa memperoleh nilai yang baik. Jadi selain berusaha, doa juga diperlukan untuk menuntun kita dalam menghadapi urusan.
Semoga pengalaman ini dapat memberikan manfaat bagi pembacaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H