Malamnya aku gunakan untuk memperdalam materi dan membaca buku terkait teori utama skripsiku, yaitu relasi suami istri yang berbasis kesetaraan dan keadilan gender atau disebut kemitraan gender yang digagas oleh Herien Puspitawati.
Tibalah waktu sidang, hari Jumat pukul 09.00 WIB aku mendapatkan urutan ketiga. Sekitar pukul setengah sembilan aku berangkat menuju kampus dengan pakaian rapi menggunakan jas almamater.Â
Selama di ruang tunggu, hatiku berdebar dan pikiranku overthinking karena membayangkan pertanyaan apa yang akan diajukan oleh dewan penguji. Seraya bergumam membaca sholawat, aku terus membuka kembali naskah skripsi untuk memperdalam materi. Waktu itu aku mendapatkan urutan ketiga, dan ini memberiku cukup waktu untuk membaca.
Tempatku sidang adalah meja dosen pembimbingku, yaitu Bu Zulfa. Setelah menunggu cukup lama, namaku dipanggil. Aku duduk di depan para dewan penguji. Yang paling kukagetkan adalah dewan penguji terdiri dari dosen pembimbingku dan informan penelitianku, yaitu Bu Ashima. Bu Ashima menjadi ketua penguji, Bu Zulfa menjadi sekretaris penguji, dan penguji utamaku adalah Pak Mushonif, seorang dosen ilmu falak. Setelah ketua penguji membuka sidang, aku pun dipersilakan untuk mempresentasikan skripsiku.Â
Alhamdulillah, dari awal sampai akhir berjalan dengan lancar dan sesuai harapanku. Namun, saat tiba sesi tanya jawab, penguji utamaku langsung menyerang kelemahan skripsiku, yakni tidak mencantumkan aspek agama dalam tinjauan teori dan pembahasan.Â
Aku pun tidak bisa mengelak karena memang aku menyadari ini sejak awal bimbingan BAB I. Alhasil, dari sinilah aku mulai dihujani berbagai pertanyaan mulai dari apa itu hukum Islam, apa itu fiqh, dan tentunya sebagai mahasiswa jurusan syariah, kenapa tidak menggunakan analisis hukum Islam.
Dalam hati aku ingin sekali menjawab karena ada kebijakan pembimbing untuk fokus pada satu bidang tertentu agar memperdalam analisis. Namun hal ini hanya bisa diutarakan dalam hati karena pembimbingku sendiri menjadi salah satu dari dewan penguji. Singkatnya, hanya pertanyaan dari penguji utama yang tidak semuanya bisa dijawab olehku.Â
Sehingga penguji utama menyarankan untuk menambahkan muatan hukum Islam pada BAB II dan BAB V dan menjadikan skripsiku sebagai penelitian interdisipliner. Setelah sidang ditutup, dewan penguji mengucapkan selamat atas kelulusanku. Aku pun menyampaikan terima kasih dan siap untuk memperbaiki skripsi sesuai apa yang disampaikan oleh dewan penguji.
Setelah keluar dari ruang sidang, aku pun bernafas lega dan merasakan bahagia luar biasa. Karena skripsiku hanya perlu menambahkan materi dan tidak merubah terlalu banyak. Selang satu minggu, aku pun menyelesaikan revisi skripsi dan langsung berkonsultasi dengan penguji utama.Â
Dengan sedikit saran dan arahan, akhirnya aku pun mendapatkan semua tanda tangan dewan penguji. Kini, skripsi sudah resmi disetujui oleh dewan penguji dan layak untuk dijadikan sebagai syarat pendaftaran wisuda.
Dari pengalamanku mengikuti sidang skripsi, ada nilai-nilai yang aku dapatkan, di antaranya: pertama, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Aku menyiapkan presentasi sebaik mungkin untuk menyajikan skripsiku ke dewan penguji.Â