Berikut adalah kisah solo hiking ke gunung Marapi 2891 mdpl lewat jalur Aia Angek, jalur tercepat pendakian gunung Marapi saat ini.
Jalur ini terletak di jalan penghubung Padang-Bukittinggi, tepatnya di Nagari Aia Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
Sampai saat ini ada tiga jalur pendakian gunung Marapi dengan estimasi waktu treking normal dari posko lapor hingga ke puncak: jalur Kotobaru/Batupalano sekitar 5-6 jam; jalur selatan/Tungku Tigo sekitar 7-9 jam; dan jalur Aia Angek sekitar 4-5 jam.
Jalur Aia Angek masih relatif baru, karena itu belum ramai pendaki. Namun eksotisme jalur ini tidak kalah dibandingkan jalur lain.
Hari Jumat-Sabtu 25-26 Juni 2021 lalu, saya mencoba jalur ini untuk pertama kali. Sendirian.
Jumat pagi sekitar pukul 8.00 saya tiba di posko lapor. Posko Pokdarwis Aia Angek sendiri berada di tengah peladangan sayur warga lokal.
Simpang jalan-masuk untuk mencapai posko lapor jalur Aia Angek berada dekat pengkolan setelah kedai penjual lemang setelah masuk Nagari Aia Angek atau sebelum pasar Koto Baru. Lewat di bawah jembatan kereta api. Terus ke atas akan ketemu empat buah simpang-dua, selalu ambil ke kiri.
Cuaca pagi itu cukup cerah. Sinar matahari memancar persis dari arah puncak gunung Marapi. Lidah cahaya itu menerpa ke atas atap posko.
Pakai gaiter demikian biasanya cukup ampuh untuk menghalangi pacet masuk lewat ujung celana bagian bawah. Pacet yang tetap berhasil masuk akan mabuk atau bahkan mati oleh aroma dan racun lotion anti nyamuk.
Mulai trekking
Jalur pendakian sendiri berada di depan posko lapor ke arah timur. Menuju ke atas melewati ladang sayuran warga. Saya mulai berjalan.
Tak berapa lama melewati jalur menanjak ringan sampai di persimpangan rumah pohon, lalu saya ambil ke kiri.Â
Sekitar lima puluh meter kemudian ketemu lagi persimpangan di ladang kacang buncis, kali ini saya ambil arah ke kanan.
Jalur bambu begini sampai mendekati air terjun. Sambil berjalan saya berpikir, betapa keras upaya Pokdarwis Aia Angek untuk membuat jalan begini. Pantas diapresiasi.
Ardoles Syarif, pengelola Posko Pokdarwis Marapi jalur Aia Angek, kepada saya menuturkan bahwa jalan diberi bambu demikian supaya tidak licin dan supaya memudahkan melansir bahan untuk kelak membuat bendungan di dekat air terjun.
Setelah melewati jalan bambu saya sampai di air terjun, istirahat sejenak sambil ngopi. Duduk di tepi sungai sambil ngopi dan mendengarkan orkestrasi suara air memberi efek relaksasi penyegar jiwa.
Di sini saya mengambil persediaan air sekitar 750 ml. Cukup untuk minum hingga ke taman edelweiss, tujuan terakhir tempat saya kemping kali ini.
Dan benar saja. Baru beberapa langkah memasuki rimba, pacet mulai banyak merayap di kaki. Gaiter dan lotion anti nyamuk benar-benar berguna.
Jalur rimba nampak bersih dari batang melintang. Hanya saja daun-daun mati yang menutup jalur menjadi "jembatan" bagi pacet.
Hutannya bagus dan asri sekali. Pohon pinus masih banyak ditemui di sekitar jalur hingga ketinggian sekitar 1700 mdpl. Setelah ketinggian 1800 mdpl hutan pinus mulai menghilang bersamaan pacet juga berkurang.
Ada satu pohon tumbang berukuran cukup besar menutupi jalur, sebelum pertemuan dengan jalur Batupalano. Untunglah bisa dilewati dengan memanjat rebahan dahan dan batang pohon tumbang tersebut.
Sekitar dua jam berjalan normal dari sungai tadi saya sudah sampai di persimpangan pertemuan jalur Batupalano. Istirahat sebentar di sini.
Tiba puncak Abel
Perjalanan dilanjutkan, jalur nampak sepi. Jarang sekali berpapasan dengan pendaki lain baik pendaki mau turun atau naik. Hari Jumat begini memang biasanya sepi.
Tak berapa lama atau beberapa ratus meter setelah pertemuan jalur tadi, saya sampai di area bernama "Cadas", artinya, tak lama lagi sampai di puncak tugu Abel.
Sesampai di tugu Abel kabut tipis masih menutupi area sekitar puncak. Kebetulan di sini tidak ada pendaki lain. Tanpa istirahat perjalanan saya lanjutkan ke puncak Merpati. Estimasi sekitar 30 menit berjalan normal.
Tiap perjalanan dari tugu Abel ke puncak Merpati selalu penuh kesan. Puncak gunung serasa permukaan planet Mars. Penuh kerikil dan pasir berwarna kecoklatan.
Di arah selatan nampak panorama danau Maninjau, Tanah Datar, dan Padang Panjang.
Di utara nampak panorma kota Bukittinggi. Lebih jauh lagi nampak menyembul gunung Talamau 2.982 mdpl, gunung tertinggi yang sepenuhnya masuk wilayah Sumatera Barat. Benar-benar permai! Sayang kali ini nampak samar karena kabut.
Area sekitar puncak Abel hingga "lapangan bola", yakni sebuah tempat di puncak yang mirip lapangan bola yang datar dan cukup luas, biasa dijadikan pendaki sebagai tempat berkemah. Tak terkecuali kali ini. Ada beberapa tenda yang sudah nampak berdiri di sekitar sini.
Sambil istirahat dan saat berjalan saya memandang panorama sekitar dengan takjub. Di sekeliling seperti planet Mars. Nun di kejauhan, ke arah bawah, terbentang pemandangan biru di mana-mana. Gunung dan bukit berlapis-lapis.
Sampai di puncak Merpati
Puncak merpati ternyata sepi kali ini, tidak ada pendaki lain. Saya leluasa mengambil gambar dan video. Saat ramai, pendaki harus antri untuk menikmati puncak Merpati, karena area puncak yang kecil saja, paling hanya sekitar sepuluh meter persegi.
Dari puncak Merpati paling jelas terlihat pemandangan seluruh area puncak gunung Marapi. Ada kawah yang besar menganga. Dan ada dua kawah lagi lebih kecil di arah timur.
Hanya saja angin cukup kencang di puncak Merpati. Tidak kuat terlalu lama, apalagi ketika tenaga sudah terkuras nyaris habis selama pendakian tadi. Angin dingin siang menjelang sore terasa mulai menusuk tulang.
Sehabis mengabadikan susana dengan foto dan video, saya bergegas turun ke arah timur. Lalu berbelok ke selatan, menuju Taman Edelweiss.
Sesampai di Taman Edelweiss saya segera menemukan tempat mendirikan tenda yang cocok. Persis menghadap ke arah danau Singkarak di kejauhan arah selatan. Di sebelah barat menjulang puncak Merpati yang saya lewati tadi.
Tak lama seberdiri tenda senja mulai datang merayap. Angin gunung berhembus dingin. Langit berawan membentuk lukisan senja yang pucat. Hawa mau hujan mulai terasa.
Saat malam cerah saya biasa keluyuran sekitar tenda berjam-jam sebelum akhirnya pergi tidur di dalam tenda.
Pagi pun tiba, saya segera masak untuk sarapan. Selepas sarapan langsung bongkar tenda dan packing.
Rencana turun pagi ini juga agar sekalian punya waktu leluasa melakukan eksplorasi area puncak dan kawah sebelah timur dan utara.
Panduan Rute Menuju Posko
Bila Anda dari Arah Padang atau dari arah Bukittinggi, tak berapa lama sesampai di Nagari Aia Angek, akan sampai di pengkolan dengan jembatan rel kereta api (sebelah kanan jalan bila dari arah Padang), masuk lewat jalan kecil di bawah jembatan rel kreta api tersebut.
Kemudian tak berapa lama melewati bawah jembatan rel kereta api ini, Anda akan ketemu simpang dua, ambil arah ke kiri, ke arah atas. Jangan ambil lurus.
Berikut ini video dokumentasi perjalanan saya:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI