Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Tersesat di Gunung Singgalang

19 Juli 2020   16:54 Diperbarui: 9 November 2020   09:50 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duo gunung Singgalang-Tandikat dilihat dari gunung Marapi (dokpri)

Susah payah kami berjalan dengan merangkak pelan. Tak bisa berdiri tegak, karena lewat semacam terowongan pohon pimpiang. Hampir satu jam berjalan merangkak begini. Otot kaki tegang dan terasa mau keram.

Jalur terowongan pimpiang (dokpri)
Jalur terowongan pimpiang (dokpri)
Setelah satu jam berjalan merangkak, barulah sampai di hutan rimba. Jalan licin karena hujan gerimis. Udara tengah malam makin dingin menusuk. Jaket yang kami pakai mulai lembab karena tak pakai mantel hujan.

Kami terus berjalan supaya tak makin kedinginan. Terus berjalan pelan. Makin lama makin terasa letih. Jalur terasa terus menanjak tak ada habisnya.

Setelah total tiga jam berjalan, keletihan makin menjadi. Sendi kaki mulai terasa ngilu. Hanya obrolan sepanjang jalan sebagai penghiburan. Saat lain kami berjalan dalam diam. Sepi.

Di jalan kami tak ketemu pendaki lain, sangat mungkin hanya grup kami yang mendaki gunung Singgalang hari ini.

Di tengah rimba yang lebat dan lembab, malam makin pekat. Kami terus berjalan. Dengan penerangan obor bambu pakai minyak tanah, kaki kami berderap menginjak jalan licin dengan akar melintang di sana sini.

Mendekati waktu Subuh kami sampai di area bernama cadas. Di sini ada area datar untuk tempat mendirikan beberapa tenda, tapi tak ada tenda pendaki waktu itu. Sejenak kami istirahat di sini.

Tak berapa lama kami mulai menggigil kedinginan. Gejala hipotermia. "Kita lanjut?" Seorang kawan mengusulkan lanjut berjalan karena puncak telaga Dewi tak jauh lagi, sekitar setengah jam perjalanan.

"Sebelum berjala kita isi perut dulu ya," kataku sambil mengeluarkan bungkusan. Ternyata tinggal tersisa roti gabin kering yang kemudian kubagi rata. Itulah stok makanan terakhir.

Setengah jam setelah melanjutkan perjalanan dari cadas, sampailah kami di telaga Dewi. Sekitar pukul 07.00 Wib. Tak ada pendaki lain di sekitar Telaga Dewi kecuali grup kami.

Panorama telaga Dewi (dokpri)
Panorama telaga Dewi (dokpri)
Tak sampai sejam kami menikmati suasana telaga Dewi. Badan sudah terlalu letih. Lapar juga. Yang terpikir saat itu, alangkah malas untuk turun di jalur yang sama dengan naik tadi. Terbayang berat dan capeknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun