Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ketika Naik Gunung Sago Serasa KKN di Desa Penari

10 September 2019   19:38 Diperbarui: 20 Juli 2021   11:59 3332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Estimasi waktu dari pintu rimba hingga ke pos Gelanggang Hantu sekitar dua jam berjalan normal. Namun berhubung saya berjalan sendirian maka tak sampai dua jam sudah sampai ke pos Gelanggang Hantu, sekitar pukul 9.30.

Pos Gelanggang Hantu ternyata sangat bagus. Datar. Walau tak terlalu luas, paling muat sekitar empat tenda ukuran besar. Di sekelilingnya hutan rimba dengan pohon yang tidak terlalu rapat. Di bawah pohon-pohon itu nampak terang dan bersih, sedikit saja semak, seperti taman yang ditata secara alami.

Contoh trek setelah Gelanggang Hantu (dokpri)
Contoh trek setelah Gelanggang Hantu (dokpri)
Sambil menikmati secangkir kopi hitam tanpa gula, saya mendengar aneka suara alam di rimba raya sekitar pos Gelanggang Hantu. Ada suara burung-burung hantukah? Konon disebut "gelanggang hantu" karena di sini banyak burung hantu yang suka bernyanyi bersama dengan suara merdu.

Bagi sebagian orang burung hantu diasosiasikan pada hal-hal yang seram. Tapi bagiku burung ya burung. Berkegiatan luar ruang seorang diri memang dituntut berpikir dan bertindak serasional mungkin, kalau tidak ya bakal jadi horor.

Setelah setengah jam menikmati nyanyian burung hantu, saya beranjak meninggalkan pos Gelanggang Hantu menuju pos Ndak Tolok Lee. Treknya ternyata sedikit lebih menanjak dibanding dari pintu rimba ke pos Gelanggang Hantu. Tapi hutannya cantik sekali. Kicauan burung juga sangat ramai menemani sepanjang perjalanan.

Estimasi dari pos Gelanggang Hantu menuju pos/shelter Ndak Tolok Lee sekitar 1,5 jam berjalan normal. Tapi karena saya berjalan seorang diri, baru berjalan satu jam, saya sudah sampai di shelter Ndak Tolok Lee.

Sampai di pos ini, tanpa istirahat, saya langsung berjalan ke arah kanan shelter, ke arah sumber air bermaksud mengambil air.

Di papan, yang tertempel di batang pohon, tertulis: sumber air 30 meter. Nyatanya, sumber air jauh di dasar lembah, lebihlah 30 meter, mungkin nyaris 100 meter. Treknya curam diliputi akar-akar kayu yang licin kalau terinjak. Hati-hati saja. Ngos-ngosan saya memanjat tanjakan sambil menenteng ember berisi air lima liter.

Sumber air terakhir di shelter ini (dokpri)
Sumber air terakhir di shelter ini (dokpri)
Bagi saya horor sebenarnya bukan di Gelanggang Hantu. Tetapi di trek setelah shelter Ndak Tolok Lee ini. Etape terakhir menuju camping area bernama pos Puncak Robuang.

Di trek inilah saya memahami mengapa mendaki Sago sangat tidak dianjurkan berjalan malam. Jalur lebih menanjak lagi dan mulai diwarnai hutan lumut yang rapat. Malam pastinya sangat gelap, apalagi saat kabut.

Sementara di kiri-kanan jalur ada jurang yang sangat dalam, tersembunyi ditutupi hutan lumut. Saat melangkah harus ekstra hati-hati, jangan sampai tergelincir masuk jurang. Bisa-bisa wassalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun