Saya tidak percaya hantu, tapi tetap merasa seram saat mendaki gunung Sago. Apalagi pendaki yang percaya hantu? Jangan lupa, di gunung Sago ada pos bernama "Gelanggang Hantu" loh. Dan inilah kisah pendakianku: seorang diri ke gunung Sago.
Tulisan ini sekaligus panduan pendakian bagi yang bermaksud pertama kali mendaki gunung Sago jalur Sikabu-Kabu. Saya berencana mendaki gunung berketinggian 2.261 mdpl ini selama dua hari, Sabtu-Minggu 7-8 September 2019.
Di ujung telepon Is (pengelola Posko) mewanti-wanti agar tidak membawa cewek (baca: bukan muhrim) saat mendaki gunung Sago. Saya iyakan saja.
Is juga mewanti-wanti memulai pendakian paling lambat pukul 4 sore. Kembali saya iyakan, terbayang maksudnya: agar tidak kemalaman di jalan, karena gunung Sago adalah habitat binatang buas, seperti harimau Sumatera dan beruang, sehingga riskan mendaki malam.
Jika belum tahu arah Panorama Kayu Kolek, cara terbaik adalah dengan menggunakan panduan Google Maps. Jauh lebih praktis ketimbang tiap sebentar turun dari kendaraan untuk bertanya, sebab cukup banyak persimpangan dari kota Payakumbuh hingga sampai ke objek wisata Panorama Kayu Kolek.
Saya sampai di Kayu Kolek mendekati pukul empat sore. Sesuai saran warga sekitar dan Is, saya memutuskan bermalam di Objek Wisata Panorama Kayu Kolek. Sekalian langsung mendaftar sore itu juga: tiket masuk per orang Rp10.000, parkir Rp20.000 (mobil) dan Rp10.000 (motor).
Kebetulan Objek Wisata Panorama Kayu Kolek baru selesai dibangun. Ada fasilitas toilet dan musala yang dapat dimanfaatkan selama bermalam.
Karena malas bongkar tas carrier dan buka tenda, saya memutuskan bermalam di musala. "Tidur di musala lebih hangat," kata Eki, salah seorang pengelola posko pendakian lainnya. Ada benarnya, tidur di musala lebih hangat, sebab sedikit angin masuk.