CARA TERMUDAH supaya lebih dekat dengan Gunung Tandikat (Tandikek, dalam bahasa Minang) adalah dengan mendakinya langsung. Karena itulah saya bersama beberapa teman mendaki gunung ini, pada Sabtu-Minggu (4-5/3/2017) lalu.Â
Tulisan ini mencoba mengurai karakter gunung berketinggian 2.438 mdpl sekaligus dapat menjadi pedoman pendakian bagi peziarah yang hendak mendaki gunung berapi yang cenderung sedang istirahat ini. Pasalnya, sepanjang penelusuran saya di internet, belum ada tulisan berupa panduan detail berikut foto tentang jalur pendakian Gunung Tandikat.
Di antara tiga gunung yang dikenal dengan julukan Triarga atau 'Tiga Gunung Penyangga Langit Minangkabau', yaitu Marapi 2.891 mdpl, Singgalang 2.877 mdpl, memang Tandikat yang paling rendah tapi sekaligus paling sulit treknya setelah Singgalang. Karena julukan itu, setelah mendaki Singgalang dan Marapi, belum lengkap rasanya jika belum mendaki Tandikat.
Berada di Jorong Ganting, Nagari Singgalang, Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Titik awal pendakian gunung berapi bertipe stratovolcano ini berjarak sekitar 7,5 km dari pusat Kota Padang Panjang. Untuk sampai ke titik awal pendakian tersebut harus melalui jalan aspal sempit berliku dan banyak persimpangannya.
Sebetulnya, saat ini masih musim penghujan. Ramalan cuaca dari Accuweather.com dan Freemateo, pun, mengatakan demikian: Tandikat berpotensi hujan. Tapi melakukan 'pendekatan' di musim hujan ada keunikan tersendiri. Benar saja, sejak Sabtu (4/3) siang hingga Minggu (5/3) pagi Tandikat diguyur hujan lebat. Hujan berhenti sejenak pada Minggu pagi, menjelang siang hingga sore kembali diguyur hujan. Cuaca cerah selama lima jam tersebut cukuplah untuk menikmati puncak gunung ini.
Etape Krusial
Poin krusial mendaki Tandikat ada pada etape Posko Pendaftaran hingga ke pintu rimba dan Mata Air 1 (sungai kecil). Di kedua etape ini pendaki rawan tersesat. Hal mana karena di etape Posko Pendataran hingga pintu rimba banyak persimpangan. Sedangkan di Mata Air 1 (R25) ada persimpangan yang 'menipu'.
Jalan setapak mengikuti jalur irigasi tsb cukup jelas terlihat. Kalaupun membelok, misalnya untuk menghindari bukit kecil atau tepian irigasi yang longsor, paling beberapa meter akan kembali ke jalur awal di tepian irigasi. Disiplin ikuti tepian irigasi ini, jangan terpancing mengikuti persimpangan lain, menjauh dari tepian irigasi.
Setelah sampai di Mata Air 1 atau R25 (ada rambunya) langsung belok kanan, menurun ke arah sungai kecil yang disebut 'Mata Air 1'. Karena ke arah situlah jalur menuju puncak. Jangan sekali-kali mengikuti jalan lurus menanjak, karena bakal nyasar. Sudah cukup banyak pendaki nyasar di sini karena mengikuti logika bahwa jalur yang benar menuju puncak tentu melewati jalan menanjak, apalagi jalanya bersih dan lebar.Â
Jalur yang benar di R25 atau mata air 1 adalah turun ke arah sungai. Lalu menanjak naik turun tiga bukit lagi baru sampai ke puncak utama (top). Butuh waktu 1,5-2 jam berjalan santai dari sini hingga sampai di puncak Tandikat.
Rimbanya cukup lembab. Sepanjang jalan cukup banyak pacat. Untuk menghindari pacat ada baiknya pakai gaiter atau melumuri bagian bawah kaki dengan Autan dan semacamnya.
Saya sendiri pakai gaiter. Ternyata cukup ampuh untuk menghalangi pacat masuk lewat celah ujung celana. Selebihnya tinggal menghindari pacat daun, yaitu sejenis pacat yang pandai hidup di atas dedaunan, suka tiba-tiba melenting ke arah mangsanya.
Walaupun demikian tetap saja pacat akan mudah ditemui menempel di kaki. Para pendaki biasanya akan istirahat sejenak setiap setengah jam perjalanan untuk mengecek kakinya apakah ada pacat atau tidak. Jika pacat dibiarkan lama-lama menjalar hingga ke bagian atas tubuh dan masuk ke balik baju di badan.
Treknya Berat
Butuh 7-8 jam dari pos pendaftaran hingga sampai ke area kemping terakhir di sekitar puncak. Setelah masuk pintu rimba treknya terus menanjak. Sesekali 'bonus' jalan mendatar di etape pintu rimba hingga R19. Setelah itu trek makin menanjak tak terkira-kira hingga sampai di R25 (mata air 1).
Untungnya, setelah masuk pintu rimba suasana hutan terasa sejuk menyegarkan. Trek juga relatif mulus tanpa hambatan berarti seperti batang-batang kayu berukuran besar yang melintang di tengah jalan. Namun trek lancar mulus demikian hanya sampai R25.
Karena sulitnya trek dari R25 (mata air 1) hingga ke puncak, ada baiknya ngekem terakhir di R25. Dari sini baru dilanjutkan keesokan harinya treking ke arah puncak. Butuh waktu 1,5-2 jam ke puncak, saya sendiri sebagai pendaki santai butuh waktu 2,5 jam.
Waktu kami mendaki sedang musim hujan. Pacat lebih banyak sepanjang perjalanan, hingga sampai R25. Untunglah setelah R25 hingga puncak, pacat sudah jarang ditemui.
Karena treknya lumayan panjang, berat dan berpacat akan lebih menyenangkan mendaki Gunung Tandikat saat musim panas antara bulan Juni hingga Oktober sepanjang tahun. Pastinya sangat menyenangkan mendaki dalam kesegaran udara hutan tropis, tanpa perlu diganggu hujan, dan banyak pacat.
Mendaki saat hujan dihitung sekedar olahraga. Di perjalanan tidak bisa terlalu santai atau istirahat terlalu lama karena rawan hipotermia dan kram otot. Sepanjang hari di tempat ngekem hanya berkutat di dalam tenda.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H