Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kasus dr. Ayu Cs: Malpraktik atau Kriminal Murni?

28 November 2013   12:11 Diperbarui: 4 April 2017   16:24 10836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ukuran ketelitian yang dimaksud oleh van der Mijn adalah ketelitian yang dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan yang sama. Ketelitian umum inilah yang akan mengukur, apakah seseorang tenaga kesehatan telah bekerja secara saksama atau tidak.

Aspek pidana dalam suatu malpraktik medik dapat ditemui ketentuannya dalam KUH Pidana, UUK, dan UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU PK).

Contoh pasal-pasal KUH Pidana yang menentukan macam-macam malpraktik medik yang diancam pidana bagi pelakunya: Menipu pasien (Pasal 378); Tindakan pelanggaran kesopanan (Pasal 290, 294, 285, 286); pengguguran kandungan tanpa indikasi medik (Pasal 299, 348, 349, dan Pasal 345); sengaja membiarkan pasien tak tertolong (Pasal 322); membocorkan rahasia medik (Pasal 322); lalai sehingga mengakibatkan kematian atau luka-luka (Pasal 359,   360, 361); memberikan atau menjual obat palsu (Pasal 386); membuat surat keterangan palsu (Pasal 263, 267); dan  melakukan eutanasia (Pasal 344).

Contoh pasal-pasal pidana dalam UU PK: praktik tanpa surat tanda registrasi (Pasal 75 Ayat 1); praktik tanpa surat izin praktik (Pasal 76); praktik menggunakan gelar yang tak tepat atau palsu (Pasal 77).

Selanjutnya, melanggar kewajiban dalam praktik (Pasal 51 jo 79 UU PK), meliputi: tidak memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; melakukan tindakan medis di luar kemampuan dan tidak merujuk pada dokter yang lebih ahli dan lebih mampu; membuka rahasia pasien; tidak melakukan pertolongan darurat pada pasien yang membutuhkannya; dan tidak menambah ilmu pengetahuan dan tak mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.

Kasus dr. Ayu Cs

Sekarang, mari kita cermati kasus dr. Dewa Ayu Sasiary Prawarni, dr. Hendry Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian. Ketiganya divonis hakim 10 bulan penjara karena kealpaannya mengakibatkan meninggalnya orang lain dalam operasi caesar Julia Fransiska Makatey, videPasal 359 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Di mana letak malpraktiknya jika dihubungkan dengan uraian di atas?

Selanjutnya, kita cermati putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), yang menyatakan ketiganya telah melakukan operasi sesuai prosedur, apakah telah sesuai dengan fakta yang ada dihubungkan dengan aturan kode etik dan perundang-undangan? Di sini bahasannya bukan hanya soal emboli udara, melainkan keseluruhan dari operasi itu mulai sebelum, saat dan sesudah operasi.

Berdasarkan dokumen Surat Dakwaan Kejaksaan Negeri Manado dan Putusan Mahkamah Agung RI No 365 K/Pid/2012 tanggal 22 September 2012, setidaknya ada tiga perbuatan pidana yang dilakukan dan didakwakan kepada dr. Ayu cs, yakni:


  • Kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain, vide Pasal 359 KUHP. Kealpaan/kelalaian dalam operasi terhadap korban Siska Makatey tersebut meliputi: 1. tidak menyampaikan penjelasan kepada pasien/keluarganya tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk dari tindakan medik (operasi) yang dilakukan; dan 2. tidak melakukan pemeriksaan penunjang terhadap tindakan medik (operasi) beresiko tinggi pada korban Siska Makatey, yakni tidak melakukan pemeriksaan jantung, foto rontgen, dan pemeriksaan darah;

  • Melakukan operasi tanpa Surat Izin Praktik (SIP), vide Pasal 76 UU PK. Dimana ketiga terdakwa hanya memiliki Sertifikat Kompetensi. Di samping itu, ketiganya tidak mendapat pelimpahan/persetujuan operasi dari dokter spesialis yang memiliki SIP/kewenangan memberikan persetujuan;

  • Memalsukan tanda tangan korban Siska Makatey dalam Surat Persetujuan Tindakan Khusus, Persetujuan Pembedahan dan Anestesi, vide Pasal 263 KUHP. Tanda tangan korban berbeda dengan di KTP dan Kartu Askes. Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Cabang Makasar dan berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik tanggal 9 Juni 2010 No LAB: 509/DTF/2011. Dalam alat bukti ini disebutkan adanya "Spurious Signature" atau Tandatangan Karangan.

Namun, berhubung surat dakwaan tersebut disusun secara campuran alternatif subsidiaritas, maka jaksa dan hakim memiliki kebebasan untuk memilih dakwaan yang dianggapnya paling terbukti. Dalam hal ini jaksa menilai terbukti Dakwaan Kesatu Primair Pasal 359 KUHP. Kesimpulan jaksa penuntut umum demikian ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado. Baru disetujui ketika kasusnya naik kasasi di Mahkamah Agung RI oleh majelis hakim yang diketui oleh Dr. Artidjo Alkostar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun