Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kasus dr. Ayu Cs: Malpraktik atau Kriminal Murni?

28 November 2013   12:11 Diperbarui: 4 April 2017   16:24 10836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hermien Hadiati Koeswadji (1998: 149-150) menyimpulkan, bahwa kesalahan atau kelalaian profesi dapat terjadi bila tidak dipenuhinya syarat-syarat untuk melaksanakan profesi sesuai standar yang berlaku, yaitu sesuai dengan rata-rata praktik dokter yang memiliki kemampuan yang sama dalam kondisi yang sama.

Hermien condong mempadankan istilah kesalahan atau kelalaian profesi dengan istilah maltreatment daripada dengan malpractice. Kesimpulan demikian ia peroleh dengan menghubungkan istilah malpractice dengan Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1) UU Kesehatan yang lama (UU No 23 Tahun 1992), dimana malpractice lebih ke arah subjek tenaga kesehatan dan sarana kesehatan, sedangkan istilah maltreatment mengandung makna terlibatnya 2 (dua) pihak, yaitu disatu pihak subjek yang melaksankan treatment (tenaga medik), dan di lain pihak terdapat objek/subjek yang menjadi sasaran treatment (pasien).

Menurut Ahmad Djojosugito (Republika, 6/3/20012), malpraktik disebabkan oleh banyak faktor, antara lain keterampilan klinis para medis dan dokter, penguasaan terhadap pengetahuan terkini, kewaspadaan klinis, tingkat kepedulian terhadap mutu klinik, dan sistem pengelolaan berikut prosedur penanganan medis secara terpadu pada pasien. Tidak hanya dokter yang mengambil peran, tapi juga tenaga pelayanan kesehatan lainnya seperti perawat dan bidan.

Dalam melaksanakan tugasnya, dokter dan dokter gigi wajib memenuhi apa yang disebut Kode Etik, Standar Profesi, Hak Pasien, Standar Pelayanan, dan Standar Prosedur Operasional. Dalam hubungan ini, Standar Profesi diatur oleh organisasi profesi, sedangkan Standar Pelayanan dan Standar Prosedur Operasional diatur oleh Menteri Kesehatan. Demikian ditegaskan Pasal 24 UUK dan Pasal 44 UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU PK).

Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. SementaraYang dimaksud hak pasien antara lain ialah hak atas informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, hak atas pendapat kedua (second opinion), dll.

Berdasarkan uraian di atas, paramter untuk menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian (malpraktik) dalam prespektif profesi adalah Standar Profesi. Dalam cakupan yang lebih luas, parameter malpraktik tenaga kesehatan adalah Kode Etik, Standar Profesi, Standar Pelayanan, Standar Prosedur Operasional, dan undang-undang terkait.

Leenen dan van der Mijn, dua pakar hukum kesehatan dari Belanda, memberikan pendapat mengenai Standar Profesi Medik (Wila Candrawila, 1991: 52). Menurut Leenen:

"Norma standar profesi medik dapat diformulasikan sebagai berikut: bertindak teliti sesuai dengan standar medik sebagai dilakukan seorang dokter yang memiliki kemampuan rata-rata dari kategori keahlian medik yang sama dalam keadaan yang sama dengan cara yang ada dalam kesimbangan yang pantas untuk mencapai tujuan dari tindakan yang kongkrit."

van der Mijn berpendapat, bahwa dalam melaksanakan profesinya, seorang tenaga kesehatan perlu berpegang kepada tiga ukuran umum, yaitu: 1. kewenangan, 2. kemampuan rata-rata, dan 3. ketelitian yang umum.

Kewenangan tenaga kesehatan adalah kewenangan hukum (rechtsbevogheid) yang dipunyai seorang tenaga kesehatan untuk melaksanakan profesinya. Kewenangan, menjadikan tenaga kesehatan berhak untuk bekerja sesuai bidangnya, karenanya disebut kewenangan profesional. Di Indonesia, kewenangan menjalankan profesi tenaga kesehatan didapat dalam bentuk surat izin praktik (SIP).

Untuk mengukur kemampuan rata-rata sangat sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi penentuan ini-tempat tugas, masa tugas, dan sebagainya. Kalau menurut pendapat Leenen di atas, patokan kemampuan rata-rata adalah keahlian medik yang sama. Untuk mengukur keahlian medik yang sama itu pun sulit. Wila Chandrawila menyarankan untuk melihatnya kasuistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun