Hanya ucapan selamat ulang tahun yang dapat  saya sampaikan kepada blog keroyokan atau citizen journalism Kompasiana yang bulan ini tepat berusia 16:tahun.
Jujur saja, saya telah mengikuti Kompasiana sejak 2009 atau setahun setelah Kompasiana berdiri. Saya telah mengikuti tiga gaya kepenimpinan COO Kompasiana dari mulai kang Pepih, kang Isjet dan kang Nurul.
Namun saya baru aktif menulis sejak 2013 setelah aktivitas pekerjaan sehari-hari agak lowong. Sebelumnya hanya menjadi anggota pasif yang hanya membaca saja.
Saya ragu ingin menuliskan tulisan ini, karena isi tulisan Kompasianer lain cenderung berisi puja puji, sementara tulisan saya sarat dengan kritik. Semoga punggawa Kompasiana mau legowo menerimanya sebagai masukan yang konstruktif.
Beberapa catatan perjalanan selama menjadi Kompasianer adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi yang makin renggang
Dari 2013 hingga sekarang, saya merasakan komunikasi yang makin renggang antara Kompasianer dengan punggawa Kompasiana. Yang paling dikenal hanya punggawa di divisi Komunitas saja. Yang lain kita makin tidak mengenalnya, untung saja COO orang lama sehingga kita masih sempat kenal.
2. Even Kompasiana makin jarang, hanya didominasi Komunitas
Even yang diadakan oleh Kompasiana makin jarang. Entah ini karena ketidak adaaan sponsor, karena dunia bisnis sedang mengetatkan ikat pinggang atau relasi KKG induk dari Kompasiana makin jauh dari Pemerintah, sehingga jarang bisa menghadirkan tokoh-tokoh ring-1.
Kita masih ingat dulu Kompasiana sempat mengundang RI-1 dan beberapa Menteri, bahkan Kompasianers sempat diundang makan siang di Istana Negara  meski akhirnya menimbulkan pro kontra mengenai Kompasianer yang diikut sertakan. Jujur saja peristiwa ini adalah nilai tambah bagi Kompasiana, karena tidak bisa dilakukan oleh blog keroyokan lannya.
3. Aturan penayangan yang kian  ketat dan kaku
Bila masih bersifat jurnalisme massa, maka aturan mengunggah tulisan tiap 1 jam seharusnya ditiadakan. Sebab bila harus menunggu 1 jam sebuah berita bisa sudah menjadi basi. Contoh berita tentang politik, olah raga, dan gempa.
Padahal kita tidak pernah bisa memprediksikan waktu kejadian, kecuali tulisan bersifat opini, feature atau fiksi saja.
Meski ada berita penting, bila kita baru saja nengunggah tulisan, harus menunggu 1 jam, akibatnya tulisan kita menjadi basi, karena media lain sudah memunculkan berita yang sama lebih dulu.
4. Kebijakan K-Rewards yang makin berat
Dulu masih mudah memperoleh K-Rewards, kini dengan kebijakan minimal 1 Artikel Utama  + 3 Artikel Pilihan, menjadi makin susah mendapatkan K-Reward, karena ada unsur subyektifitas. Tulisan yang kurang diminati oleh Admin tidak mungkin mendapat label Artikel Utama maupun Pilihan.
Juga tulisan seseorang pasti belum tentu sama dengan selera admin. Ada penulis yang seakan otomatis mudah mendapatkan label, sebaliknya ada yang seperti pungguk nerindukan bulan.
5. Aktivitas Kompasiana didominasi Komunitas
Kalau diperhatikan Komunitas sekarang lebih mendominasi Kompasiana. Coba lihat di laman Temu Kompasiana betapa banyaknya bermunculan komunitas baru. Bahkan yang sifatnya sama. Seakan antar komunitas diwajibkan untuk bersaing. Uniknya banyak komunitas yang berkegiatan hanya secara daring. Dan uniknya lagi, meski banyak komunitas, anggotanya ya 4L, alias Lu Lagi Lu Lagi.
Sekarang yang diutamakan kuantitas bukan lagi kualitas.
6. Kurangnya pelatihan
Kegiatan yang bersifat pelatihan hampir tidak ada. Kalau syarat mendapatkan K-Rewards harus ada Artikel Utama, buat dong pelatihan tips untuk mendapatkan label Artikel Utama.
7. Mesin yang super sensitif
Dulu mengunggah tulisan di laman Kompasiana paling menarik, karena bisa detik itu diunggah pada detik yang sama sudah tayang. Kalau sekarang, sering terdeteksi oleh mesin sehingga harus melalui kurasi terlebih dulu. Padahal tanggung jawab isi tulisan masih pada penulis.
Bila memang tulisan yang sensitif dikawatirkan merepotkan punggawa Kompasiana, ubah saja aturan, bahwa sekarang semua tulisan harus melalui kurasi Redaksi.
Jadi penulis tidak perlu menunggu lagi, akibat mesin menemukan sebuah kata yang dinilai sensitif
8. Kompasiana seharusnya untuk semua golongan
Meski kini penulis Kompasiana dan mungkin punggawa Kompasiana didominasi generasi muda, sebaiknya Kompasiana memperhatikan keinginan semua golongan. Contoh paling  mudah, Kompasianival 2024 kenapa harus diadakan di venue generasi muda. Harusnya pilihlah venue yang netral, bisa untuk generasi tua dan muda.
9. Keuntungan sebagai Kompasianer
Kita dilibatkan dengan kegiatan KKG, misal tulisan ditampilkan di media arus utama, mengetahui acara-acara pameran di Bentara Budaya, adanya bursa buku oleh KKG, dan bisa mengikuti tapping Gagas RI di Komoas TV.
Dan bagi Kompasianer senior yang paling menarik dalah guyubnya, meski belum nampak guyubnya dengan Kompasianers muda.
Udah dulu ah, makin panjang, entar makin nglantur. Semoga saja Kompasiana makin jaya, Â punggawa dan Kompasianer makin guyub, dan antar Kompasianer makin akrab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H