Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kompasiana Go International (2)

15 September 2024   05:00 Diperbarui: 15 September 2024   05:02 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cologne (sumber gambar: archdaily.com)


Setelah artikel lalu menceritakan keseruan pasar senggol yang diikuti Koteka Kompasiana di Koeln, Jerman. Maka kali ini dalam webinar Koteka Talk 193 mendatangkan salah seorang pengunjung pasar senggol.

Dia adalah Nieke von Fischer, seorang diaspora Indonesia yang setelah kuliah menemukan jodoh pria Jerman dan memutuskan tinggal di Jerman. Pemegang ijasah S2 Sosiologi ini bersama keluarganya (2 anak dan suami) tinggal di Munster, Nordrhein-Westfalen, Jerman.

Nieke (sumber gambar Koteka)
Nieke (sumber gambar Koteka)


Untik menuju Koeln harus menggunakan kendaraan umum berganti-ganti  kereta api dan bus. Selama 2 jam perjalanan.

Mengetahui adanya pasar senggol dari temannya. Karena kebetulan akan mengurus paspor dan bertemu tantenya yang tinggal di Bonn, Nieke memutuskan untuk pergi sendiri ke Koeln.

Sebagai orang Indonesia  yang sudah 20 tahini belum pernah pulang ke tanah air, sangat merasa senang, karena dapat ketemu sekelompok orang Indonesia.

Ada perasaan seperti sedang berada di Indonesia, meski pengunjung pasar senggol ada juga orang Jerman.

Karena dari booth ke booth melihat banyak booth makanan, booth yang memberikan informasi tentang Indonesia. Meski harga lebih mahal, namun perasaan ingin mencoba semuanya. Ada perasaan rindu berat.

Tidak ada booth favorit baginya, semuanya menarik dan mengesankan. Hingga tak terasa habis sekitar 100 Euro berdua. Ini masih wajar, karena bila di restoran berdua juga bisa mengeluarkan sekitar 50-100 Euro.

Mengenai besarnya pengeluaran itu relatif. Bila suka akan merasa murah. Sebaliknya bila tidak suka akan merasa mahal

Selain di makan di tempat, juga makanan ada yang sempat dibawa pulang, seperti nasi campur dan jajan pasar.

Bila tahun depan ada lagi pasar senggol, asal diadakan di lokasi dengan radius 2 jam perjalanan, Nieke memastikan akan datang

Selain terkesan dengan makanan, juga terpana dengan kesenian khas Indonesia, seperti pencak silat, tarian dan musik angklung. Hingga Nieke tak segan-segan membuat videonya.

Nieka memberikan pujian kepada ibu-ibu KJRI yang mampu memainkan musik karya Johan Strauss dengan angklung. Padahal memainkan musik tersebut dengan piano saja sangat sulit.

Irama musik membangkitkan kenangan saat masih muda senang berjoget.

Secara keseluruhan, Nieke sangat merasa puas mengunjungi pasar senggol yang terbuka untuk semua orang.

Demikian pandangan Nieke, tentang pasar senggol di Cologne atau Koeln yang diikuti Koteka Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun