Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Beri Kesempatan Perempuan untuk Berperan dalam EBT

19 Juni 2024   06:30 Diperbarui: 19 Juni 2024   06:41 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar: sumberenergi.id)


Sejarah membuktikan sejak dulu peran perempuan dalam kaitannya dengan energi. Sejak dulu perempuan sudah berkutat dengan energi untuk memasak, diawali pada zaman batu dalam pembuatan api.

Hingga saat ini peranan perempuan dalam memasak tetap mengemuka meski sudah beralih ke penggunaan kompor listrik maupun gas. Di pedesaan atau daerah terpencil perempuan juga masih berperan aktif dalam penyiapan makanan untuk seluruh keluarganya.

Perempuan juga banyak berperan dalam pekerjaan rumah tangga lainnya, seperti mencuci, menyetrika, maupun mengasuh anak

Solusi Energi

Kini masalah energi sangat mengemuka, pemakaian energi yang besar di kota-kota besar, menimbulkan krisis energi, sehingga harus mengimpor energi. Energi yang dihasilkan sekarang kebanyakan masih menggunakan bahan bakar fossil, seperti minyak bumi dan batubara. Yang semuanya rentan dengan polusi udara, gas buangnya mengotori lingkungan, sehingga langit kota yang biru berubah menjadi hitam.

Ditambah lagi dengan kemacetan yang disebabkan lalu lintas yang padat, dengan kendaraan berbahan bakar fossil. Juga sektor industri memperparah dengan gas buangnya. Belum lagi dari pemukiman yang sering melakukan pembakaran sampah. Sempurna sudah mengotori lingkungan, sehingga kota menjadi kurang layak dihuni, karena berdampak buruk bagi kesehatan.

Guna mengatasi problem kekurangan energi, Pemerintah telah berusaha menggunakan konsep EBT (Energi Baru Terbarukan) atau Renewable Energy.

Konsep ini adalah mengurangi penggunaan pembangkit energi berbahan bakar fossil, dan menggantikannya   dengan mengacu pada sumber daya alam yang tidak pernah habis dan ramah lingkungan. Selain dapat memenuhi kebutuhan energi juga melindungi lingkungan, perubahan iklim, dan mengurangi damoak emisi gas rumah kaca.

Selain menggunakan kekayaan alam, konsep EBT juga harus bersifat ramah lingkungan, dan sangat efisien.

Yang termasuk pembangkit energi dalam konsep EBT memiliki ciri-ciri ketersediaan bahan baku banyak dan berkelanjutan, beaya terjangkau, dan mudah diakses.

Contohnya, pembangunan pembangkit energi mini / mikro berbasis air (hidro) hingga kapasitas 450 MW, biomasa berkapasitas 50 GW, surya / matahari berkapasitas  4,8 kWh/m2/hari, angin berkapasitas 3-6 m/detik.

Selain keempat bahan ini masih ada lainnya yaitu geo thermal / panas bumi, ombak, dan yang paling kontroversial nuklir.

Dipilihnya konsep EBT karena memiliki manfaat mengurangi emisi, mengurangi impor energi, menyelamatkan lingkungan hidup, dan mengurangi pemakaian bahan fossil yang kian lama kian punah, membantu desentralisasi energi, dan tentunya menciptakan lapangan kerja baru.

Namun pada pelaksanaannya bauran EBT pada akhir tahun 2023 baru mencapai 13,1% (sumber: Kementetian ESDM, 18 Januari 2024).

Padahal menurut Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, ditargetkan bauran energi pada tahun 2025 adalah sebesar 17%.

Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah telah mengesahkan UU No. 30/2007 tentang Energi, UU No. 15/1985 tentang Ketenagalistrikan, PP No 03/2005 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, dan PP No.26/2006 tentang Penyediaan  Pemanfaatan Tenaga Listrik.

Dikeluarkannya Permen ESDM No. 002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Tenaga Listrik Terbarukan Skala Menengah, dan Kepmen ESDM No. 1122K/30/MEM/2002 tentang Pembangkit Skala Kecil tersebar.

Dan saat ini sedang dibuat / disusun Rencana PP Energi Baru Terbarukan yang akan mengatur kewajiban penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan beserta insentifnya.

Keterlibatan Perempuan

Pada realitasnya, masalah energi seakan-akan menjadi domain laki-laki, karena explorasi minyak bumi dan batubara kebanyakan berada di area pertambangan, sehingga lebih banyak dioperasikan oleh laki-laki. Kalaupun terdapat perempuan, lebih banyak pada urusan non teknik, seperti administrasi dan pelelangan.

Kini dengan menggunakan konsep EBT yang mengacu pada alam, harusnya perempuan bisa lebih banyak dilibatkan.

Belajar dari sejarah dengan banyaknya keterlibatan perempuan dengan  energi, sudah saatnya melibatkan perempuan pada urusan teknik dalam mengelola energi.

Pengelolaan energi berbasis biomasa, mestinya perempuan lebih menjiwai, karena berasal dari sampah rumah tangga.

Sekarang juga sudah banyak perempuan yang nenguasai teknik kimia, yang dapat melakukan daur ulang limbah industri, sehingga dapat digunakan untuk menjadi alternative material maupun fuel material. Energi ini banyak berguna pada industri semen.

Hendaknya pengelolaan energi menerapkan transisi energi adil, seperti konsep memerangi kemiskinan yang sudah diterapkan oleh Oxfam.

Melihat kemajuan perempuan dan pendidikan yang setara dengan laki-laki sudah selayaknya mendapat kepercayaan yang sama di bidang energi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun