Dapatkah Anda membayangkan kondisi saat kota Batavia baru dibangun ? Tentu sangat indah sekali, karena kota Batavia dibangun dengan mencontoh konsep bangunan kota Amsterdam di Belanda, gedung-gedung yang berseberangan dengan kanal di tengahnya. Di beberapa lokasi terdapat jembatan gantung yang dapat dinaik-turunkan saat ada kapal melintas.
Dari bekas-bekas kota Batavia, Anda dapat melihat bangunan-bangunan kuno dengan aneka arsitektur Neo Klasik, Gotik, Barok maupun Klasik yang beberapa diantaranya masih ada hingga saat ini. Ditengahnya terdapat kanal yang kini airnya sangat kotor, kanal ini diapit oleh jalan Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur. Â Jembatan yang menghubungkan jalan Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur sekarang tinggal tersisa sebuah, yakni yang dikenal dengan nama Jembatan Kota Intan. Kini Pemprov DKI Jakarta sedang akan merevitalisasi kondisi Kota Tua Batavia dengan mulai menutup akses jalan Kali Besar Barat. Kita tunggu saja bersama, apakah hasil revitalisasi akan membuat Kota Tua Batavia seindah jalanan di kota Amsterdam.
Mulai dari Museum BI ke Jembatan Kota Intan
Perjalanan menelusuri Kota Tua Batavia dapat diawali dari Museum Bank Indonesia, yang terletak di depan stasiun Kota (Beos). Museum ini pada awalnya merupakan kantor De Javasche Bank dengan arsitektur Neo Klasik, arsitektur yang lazim untuk bangunan di abad 18-19. Bangunan ini juga pernah beralih fungsi menjadi sebuah rumah sakit. Museum Bank Indonesia ini kini merupakan museum terbaik di Indonesia, dengan konsep multimedia yang menjadi acuan museum-museum lainnya.
Bangunan ini sempat beberapa kali berpindah pemilik, dan pernah menjadi Kampus dan Asrama Academie de Marine (Akademi Angkatan Laut). Pernah juga beralih fungsi menjadi sebuah hotel pada abad 18, dan pada abad 19 jatuh ke tangan Oey Liauw Kong. Oleh Oey Liauw Kong, bangunan ini difungsikan sebagai toko dan warna tembok depan bangunan dirubah bercat merah hati langsung pada permukaan batu bata yang tidak diplester. Warna merah hati juga tampak pada interior bangunan beserta ukiran-ukiran yang ada pada bangunan tersebut.
Toko Merah merupakan bangunan mewah terbesar dari abad 18 di dalam Kota Tua Batavia yang masih terpelihara baik, megah dan nyaman. Arsitektur bangunan mencerminkan perpaduan bangunan Cornice House yang banyak diterapkan pada abad 18 dan atap tropis. Bangunan kembar ini berada dalam satu atap, dengan dua buah pintu masuk, yang memasang pemisah guna mencegah penjalaran pada bahaya kebakaran.
Akhirnya kami tiba di Jembatan Kota Intan, satu-satunya jembatan gantung yang masih tersisa, yang menghubungkan jalan Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur. Dulu dikenal sebagai jembatan jungkit, karena bagian bawah jembatan dapat diangkat bila ada kapal melintas dibawahnya. Jembatan Kota Intan ini menjadi terkenal karena sempat dilukis oleh pelukis terkenal Belanda, Vincent van Gogh, saat pelukis ini mengunjungi Batavia.
City Hall Kota Tua
Kami melanjutkan penelusuran Kota Tua dengan mengarahkan perjalanan ke Lapangan Fatahillah atau Taman Fatahillah, sebuah alun-alun dimana terdapat Kantor Gubernur Jenderal, yang kini difungsikan sebagai Museum Sejarah Jakarta. Sebelum mencapai Tamah Fatahillah, kami sempat melintasi Kedai Kopi Aroma Nusantara yang menempati bangunan tua yang sudah direnovasi, yang khusus menjajakan kopi dari seluruh Indonesia. Indonesia adalah negara penghasil kopi terbaik di dunia, dan rencananya pada salah satu bagian bangunan Kedai Kopi ini akan dijadikan Museum Kopi. Kedai Kopi ini juga menyediakan mixed kopi dari berbagai kopi yang dihasilkan dari seluruh pelosok nusantara, dari Gayo di Aceh hingga Wamena di Papua.
Anda akan menjumpai sebuah meriam besar yang dikenal sebagai Meriam si Jagur yang merupakan meriam hasil rampasan pemerintah Hindia Belanda dari Portugis, didekatnya terdapat Kantor Pos, yang hingga kini masih berfungsi. Bergeser ke sisi Timur, Anda akan mendapati Museum Keramik dan Seni Rupa yang menempati bekas Kantor Dewan Kehakiman pada tahun 1870.
Sisi berikutnya adalah sisi Barat yang kini difungsikan sebagai Museum Wayang, semula berfungsi sebagai Gereja Lama Belanda yang dibangun pada abad 17. Gereja Lama ini pernah terbakar dan dibangun kembali dengan sebutan Gereja Baru pada menjelang pertengahan abad 18. Dulunya di halaman dalam bangunan ini juga menjadi tempat makam para Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan warga Belanda lainnya. Kini kompleks pemakaman telah dipindahkan ke Musem Taman Prasasti yang terdapat di kawasan Tanah Abang.
Ditengah-tengah alun-alun terdapat sebuah bangunan yang merupakan tempat mengambil air bagi penduduk sekitar, airnya jernih sehingga dapat dimanfaatkan untuk air minum. Kini fungsi sebagai tempat mengambil air sudah ditiadakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H