Mohon tunggu...
Sutardjo Jo
Sutardjo Jo Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat dan Pemerhati Desa dan Kawasan Perdesaan

Penggiat dan Pemerhati Desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsep Pengembangan Peran Komunitas Kreatif di Desa

24 Juli 2022   06:33 Diperbarui: 24 Juli 2022   06:47 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Peran Komunitas Kreatif mendorong kewenangan Desa (Dokpri)

 "Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to 'work the system,' and so on (Ife, 1995)"

Konsep pemberdayaan (empowerment), menurut Ife *) adalah upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Dalam Prijono dan Pranarka (1996), mengutif Paul (1987)   mengatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap "proses dan hasil-hasil pembangunan.

UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan azas rekognisi dan subsidiaritas menjadikan Desa didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.  Desa ditempatkan sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government).  Sehingga pada dasarnya sistem pemerintahan di desa berbentuk pemerintahan masyarakat atau pemerintahan berbasis masyarakat dengan segala kewenangannya, pemerintahan masyarakat yang membentuk kesatuan entitas hukum. Dengan demikian masyarakat mempunyai kewenangan dalam mengatur desa sebagaimana pemerintahan desa. Kewenangan menjadi elemen penting sebagai hak yang dimiliki oleh sebuah desa untuk dapat mengatur rumah tangganya sendiri dengan 4 kewenangan desa sebagaimana Pasal 19 dan 103.

Nawa Cita gatra 9 dalam upaya memperkuat restorasi sosial Indonesia, salah satu bentuk aksinya adalah memperkuat pendidikan kebhinneka-an dan menciptakan ruang-ruang dialog antar warga. Ruang-ruang dialog melalui penguatan ruang publik memegang kunci dalam mengimplementasikan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa melalui agen pemberdaya cukup efektif dalam rangka mendorong gatra Nawa Cita 9 dengan memerankan Komunitas kreatif dalam rangka memperkuat akselerasi pemberdayaan masyarakat desa mendorong diskursus desa dalam ruang publik, sehingga model penguatan ruang publik menjadi ruang strategis membangun pemberdayaan masyarakat desa menjadi salah satu poin kunci dalam mempercepat pembangunan desa. Peran tersebut didorong melalui komunitas yang akan memberi daya ungkit lebih kuat dibanding hanya memberi pelatihan kepada aparat desa atau lembaga-lembaga formal desa.

Kewenangan desa berdasarkan UU Desa, merupakan modal membangun keberdayaan masyarakat desa.  Akan tetapi untuk menjalankan kewenangan desa perlu diimbangi dengan kapasitas personal dan kelembagaan Desa. Kemampuan/kapasitas  tersebut dimaksud adalah dapat dilakukan dengan mendorong upaya kreatif, selain proses-proses transformasi pengetahuan, dll.

Pemberdayaan Penguatan Politik di Desa melalui Komunitas Kreatif

Proses perubahan yang terus berjalan dalam sistem sosial di masyarakat, seiring perkembangan arus globalisasi yang didorong melalui pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, sistem tatanan masyarakat menjadi terbuka dan tentunya menyebabkan berubahnya paradigma pembangunan pada negara-negara berkembang termasuk  terjadi pergeseran dalam struktural pemerintah termasuk peran dan fungsi birokrasi (reinventing the government), dimana peran pemerintah yang semula menjadi pelaku utama pembangunan (provider) berubah fungsinya menjadi fasilitator  pembangunan (enabler). Perubahan ini merupakan peluang dalam menumbuhkan inisiatif dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.  

Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu strategi dalam pembangunan nasional berorientasi pada pemberian kesempatan kepada setiap anggota masyarakat untuk dapat ikut serta dalam proses pembangunan dengan mendapatkan kesempatan yang sama dan dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara proporsional. Pemberdayaan di bidang ekonomi, berarti menyangkut upaya peningkatan pendapatan dan tingkat kesejahteraan hidup yang bertumpu pada kekuatan ekonomi sendiri sehingga masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri secara mandiri. Di bidang sosial budaya, berarti menyangkut upaya peningkatan kehidupan sosial budaya yang berakar pada nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat sehingga mereka tidak tercerabut dari akar budaya yang  telah melingkupi kehidupan mereka selama ini. Di bidang politik, berarti menyangkut upaya peningkatan kemampuan dan pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil keputusan sendiri mulai dari proses perencanaan sampai dengan pemantauan dan evaluasi berbagai program pembangunan yang mereka laksanakan.

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menekankan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah "aksi bersama". Maka aktualisasi konsep maupun pelaksanaan pemberdayaan masyarakat seyogyanya dipandang sebagai sebuah aksi bersama yang melibatkan partisipasi berbagai elemen atau unsur di dalamnya. Pelibatan berbagai elemen/unsur dalam proses pemberdayaan masyarakat hingga tingkat grass root harus dilaksanakan secara terlembaga sehingga proses pemberdayaan masyarakat lebih terencana, berkesinambungan serta terarah kepada peningkatan kemandirian masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka kegiatan pemberdayaan masyarakat perlu didukung dengan upaya merevitalisasi ruang diskusi publik dalam rangka merangkai kepentingan kolektif yang didorong menjadi keputusan bersama.

UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan pengakuan (rekognisi) atas hak yang melekat dalam desa tersebut sekaligus juga disertai azas subsidiaritas desa. Dengan kombinasi antara rekognisi dan subsidiaritas itulah, maka UU Desa memandang Desa sebagai  organisasi campuran (hybrid), yaitu antara masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Keduanya merupakan satu kesatuan yang disebut "kesatuan masyarakat hukum". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun