Mohon tunggu...
Sutan Farrell Habibie
Sutan Farrell Habibie Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

SMAN 28 Jakarta | XI MIPA 4 | 31

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Bawah Pohon Kesendirian

1 Desember 2020   17:25 Diperbarui: 1 Desember 2020   21:58 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Safiru; www.deviantart.com/safiru

Sue terbaring tak berdaya, Ia terbaring di kasur rumah sakit menyedihkan ini. Ia tak lagi memiliki siapapun, hanya ibunya yang sering berkunjung sesekali. Anak dari kamar sebelah itu tampaknya sangat energetik, menceritakan sebuah kisah imajinasi yang ada di benaknya. 

Sue mendengarkan namun tidak terlalu memperhatikan. Ada suatu hal yang tak pernah lepas dari pikiran sue, yaitu ada yang sedang menunggunya di suatu tempat. Namun ingatannya mulai pudar. Apa yang menunggunya, atau siapa, kenapa, Sue sudah tidak ingat lagi. Dementia yang diidapnya sudah parah, penyakit yang telah menyebar menjadi beberapa macam penyakit, dan Sue pun tahu hidupnya tidak lama lagi.

Sang anak dari kamar sebelah lalu memberikan sebuah kelereng berwarna putih. "Hey, aku menemukan ini di jalan menuju kamarmu tadi, kupikir ini indah dan aku ingin memberikannya padamu," kata anak tersebut. 

"Wah, kau menemukan dunia salju ku!" ucap sue. 

Si bocah pun terlihat kebingungan "dunia salju? Apa maksudmu?" tanyanya. 

"Shh, kau bisa menjaga rahasia?" bisik sue. 

"Sebenarnya kelereng ini bukan sekedar kelereng, mereka adalah dunia kecil! Kelereng kelereng ini seperti planet mini, dengan orang orang yang hidup didalamnya". Jelas sue. 

"Benarkah?" tanya anak itu, "apa isi dari dunia ini?"

"Ini adalah dunia salju, di sini hidup manusia manusia salju yang selalu mengadakan pesta meriah! Aku senang berkunjung sesekali untuk mengikuti pesta dansa itu." 

"Benarkah? Itu keren sekali. Tetapi tidakkah kau kedinginan pergi ke tempat sedingin itu?" tanya bocah itu. "Tentu tidak" jawab sue. "Mereka bisa membuat minuman ajaib yang membuat kita tetap hangat".

Flashback

"Hey, apakah kau tidak lapar?" tanya seekor kucing oranye kepada temannya, kucing hitam. 

"Aku kelaparan saat ini, tapi kau tahu aku tak bisa pulang sekarang" jawab si kucing hitam. 

"Baiklah, hati-hati saja jangan sampai kena flu, belakangan ini cuaca begitu dingin."

"Iya tentu, sampai ketemu lagi" jawab kucing hitam.

Puchi, seekor shiba inu, memperhatikan percakapan 2 kucing itu dari tadi. Ia lalu bangkit dari duduknya dan pergi menyeberang. 

“Hei, hati-hati. Kau tidak mau tertabrak bukan?” terdengar suara teriakan kecil dari belakang, tetapi Puchi tidak melihat siapa yang meneriakinya. 

“Sebelah sini bodoh!” terdengar lagi. Ternyata itu adalah tikus yang sedang menikmati keju dibawah lampu jalan. 

“Ada apa?” tanya Puchi. 

“Tidakkah kau tahu? Begitu banyak anjing liar sepertimu yang ditabrak oleh mobil, kau harus berhati hati lain kali.”

“Oh baiklah, terimakasih.” jawab Puchi. Puchi lalu menyeberang jalan. Sesampainya di seberang jalan, Ia berpapasan dengan seorang wanita tua.

“Ya Ampun, ada anjing liar!” teriak wanita itu. “Aku pikir pemerintah sudah menyelesaikan masalah hewan hewan liar ini, mereka masih berkeliaran dimana mana!” wanita itu tampak tak bahagia.

Wajah Puchi berubah menjadi sedih, ia pun meneruskan berjalan sepanjang trotoar itu. “Hey anjing, kemarilah” ucap seekor tikus di atas tong sampah. “Apa kau lapar?” tanyanya.

“Iya, akan sangat bagus bila aku mendapat makanan saat ini” ucap Puchi. 

“Siapa namamu, sepertinya kau baru disini ya? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.”

“Namaku Puchi, ya aku baru disini”

“Dimana orang tuamu Puchi?” tanya tikus tadi.

“Tidak tahu, mereka sudah tidak ada ketika aku bangun” jawab Puchi. 

“Kemarilah, aku dan beberapa temanku punya cukup makanan untuk berbagi” kata tikus itu. Ekspresi Puchi langsung berubah, muncul senyum di wajah imut Shiba inu itu. Ia pun langsung mengikuti sang tikus dan mereka pun makan bersama dengan teman teman si tikus. 

Salah satu anjing liar di sana pun memulai pembicaraan selagi ia mengunyah “Sial sekali nasib kita sebagai hewan liar, mencari makanan harus dari tempat sampah.”

“Semangat kawan, nasib semua hewan berbeda.” Setelah menyantap makanan, Puchi pun tertidur lelap

...

“Itu di sana, Tangkap dia!” teriak seorang pria berbaju biru. Pria itu tampaknya adalah petugas hewan liar, setiap hari pasti ada petugas yang membereskan jalanan dari hewan hewan liar, dan kali ini tampaknya Puchi yang akan ditangkap.

Puchi pun berlari secepat mungkin, ia tidak mau ditangkap. “Hey kau anjing, berhenti di sana” teriak salah seorang temannya. Puchi terus berlari menyusuri jalanan hingga Ia tiba di suatu pojokan, ia terperangkap, tak bisa kemana mana. “Kemari kau anjing imut.”

Seorang anak perempuan di dekat sana menyaksikan apa yang terjadi, ia kemudian menghampiri mereka ketika Puchi akan diangkat. “Tunggu!” teriaknya.

“Ada apa nak?” tanya petugas tersebut.

“Kalian tidak boleh menangkapnya.”

“Oh, maafkan kami nak, tetapi anjing liar seperti ini tidak boleh berkeliaran,” jelas petugas itu.

“Tidak, kau tidak boleh menangkapnya karena…” gadis itu menelan ludahnya. “...Karena anjing itu milikku, ya, dia anjingku.”

“Oh benarkah?” tanya petugas itu.

“Ya, itu benar” jawab Gadis tersebut.

“Siapa namanya?”

“Namanya Puchi!” kata gadis itu dengan ragu. “Ayo Puchi kemarilah” Puchi pun mendekat ke arah gadis itu. “Sudah kubilang kau jangan kabur lagi!” seru gadis itu.

“Baiklah, dimana kalungnya?” tanya petugas tadi.

“Soal itu, Puchi tidak begitu suka memakai kalungnya karena sudah terlalu ketat, ibuku berkata ia akan membeli yang baru tetapi ibuku terlalu sibuk dan ia selalu lupa,” jelas gadis itu.

“Baiklah, lain kali awasi dia dengan ketat, jangan sampai kejadian ini terulang lagi,” kata petugas tersebut. “Iya, maafkan saya,” jawab gadis itu.

“Hampir saja kau ditangkap” ucap gadis itu. “Aku tak bisa membiarkan mereka menangkapmu, kau sungguh anjing yang imut.” Puchi terdiam “ngomong ngomong, perkenalkan, namaku Sue.”

“Woof Woof!” jawab Puchi. “Ibu dan ayahku tak mungkin membiarkanku memelihara anjing, tapi itu bukan berarti kita tak bisa berteman bukan?”

“Ya Ampun, kau pasti sangat lapar ya?” tanya Sue. Puchi hanya menggonggong lunak. “Aku punya sedikit sisa makan siang, kau boleh memakannya. Tetapi tidak disini, ini terlalu terbuka. Ikuti aku Puchi, akan kutunjukkan sesuatu.” Puchi dan Sue pun pergi menuju tempat yang dimaksud Sue, Puchi mengikuti Sue dari belakang seperti majikannya sendiri.

Mereka pun sampai di sebuah tempat yang kelihatannya seperti taman, tapi bukan. Tempat ini terlalu kecil untuk menjadi taman. Hanya ada 1 pohon besar di tengah tengah sedikit rumput yang dikelilingi oleh semak semak.

“Baiklah Puchi… aku akan menunjukkan tempat kesukaan ku.” Sue pun berjalan mendekati pohon tadi “Kau lihat pohon ini? Aku menyebutnya Pohon yang Kesepian,” jelas Sue, Puchi hanya diam.

“Kau tahu kenapa aku memanggilnya begitu? Pohon ini hidup sendirian disini. Ia terlalu tinggi untuk berbicara dengan rumput-rumput, dan Ia juga tidak sama dengan semak semak di sekitarnya.” Puchi lalu terduduk disamping Sue yang sedang berbicara.

“Tidak ada pohon lain di sekitar sini yang dapat berbicara dengannya,” Lanjut Sue. “Tidak apa, itulah mengapa aku sering kemari, karena dengan begitu pohon ini tidak lagi sendirian. Aku senang datang kemari karena ketika cuaca sedang panas, Ia akan melindungiku dengan daunnya yang lebat. Aku sering kesini dan kami akan bersantai berdua, hanya aku dan pohon ini.” Muka Puchi tampak serius mendengarkan Sue.

“Bagaimana kalau kita jadikan tempat ini sebagai tempat pertemuan kita?” tanya Sue.

“Woof Woof!” gonggong Puchi.

“Bagus! Aku akan sering lewat sini karena sekolahku berada di dekat sini. Ngomong ngomong, ini makan siangku, nikmatilah. Aku tidak begitu lapar hari ini maka sisanya banyak.” Puchi langsung melahap makan siang yang diberikan oleh Sue. “Baiklah, sampai ketemu besok disini Puchi!”

Esok hari pun tiba. Kriing…! Terdengar bunyi bel dari sekolah. Puchi yang sedang berbaring dibawah pohon rindang pun berdiri, Ia melihat Sue dari kejauhan, Ekornya bergoyang karena tidak sabar akan bertemu lagi dengan Sue. Beberapa saat kemudian Sue pun datang. 

“Hai Puchi! Kau sudah menunggu ku ya?”

“Woof Woof!” gonggong Puchi.

“Haha, baik kau mau ikut denganku? Ayo akan ku ajak kau berkeliling” Sue dan Puchi pun kemudian berjalan mengelilingi lingkungan itu. Mereka juga sesekali bermain kejar kejaran, Sue sering terlihat terengah engah mengejar Puchi, dan sesekali Puchi mengalah dengan Sue.

Mereka bermain sangat asyik hingga Sue sadar Ia harus pulang karena kalau tidak ibunya akan panik. “Baiklah Puchi, Cukup untuk hari ini. Kita akan ketemu lagi besok di tempat yang sama, ok!”

“Woof woof!” Gonggong Puchi setuju. Sue pun mengambil tasnya dan pergi berjalan pulang, sedangkan Puchi pergi mencari tempat untuk menetap malam ini.

Keesokan harinya di sekolah. Sue sedang duduk sendirian di luar kelas saat jam istirahat. “Hei Sue, Ceritakan kepada kami tentang Kelereng-kelereng mu itu!” Teriak seorang anak perempuan.

“Ha ha ha..! Iya Sue, Ceritakan bahwa menurutmu Kelereng-kelereng itu sebenarnya adalah planet planet kecil!” Kata anak perempuan lain sambil tertawa meledek. Mereka sedang mengganggu Sue karena mereka menganggap Sue adalah anak yang aneh.

“Apa katamu? Dia pikir kelereng ini planet?” “Ha ha.. Iya!” Sue kemudian menjawab dengan murung “Umm aku sedang tidak ingin mengeluarkan kelerengku dari toples saat ini” “Kenapa Sue? Akankah makhluk di planetmu jatuh keluar?”

“Ha ha ha h a…!” Kedua anak itu terus menertawakan Sue.

“Tidak…” jawab Sue pelan. “Aku hanya tidak ingin mengeluarkannya di sekolah,” lanjut Sue.

“Bohong!” teriak salah satu perempuan tadi. “Kau tidak mau mengeluarkannya karena itu hanya kelereng biasa kan?” tanyanya dengan nada meledek.
“Mereka bukan sekedar kelereng…” Sue pun membantah. Kedua perempuan tadi kembali tertawa. “Yaampun, dia mengakuinya!” “Dia benar-benar berpikir bahwa kelereng itu planet!” “Betapa bodohnya Ahahahah!”

Mata kedua gadis itu melirik ke toples Sue. Mereka perlahan berjalan mendekatinya. “Ayolah Sue…” “Biarkan kami melihat planet bodohmu…” Sue pun perlahan mundur. “Menjauh dariku!” teriak Sue.

“WOOF WOOF!” terdengar gonggongan anjing. “WOOF WOOF WOOF!” Gonggongan itu terdengar semakin dekat. Sue dan kedua perempuan tadi melempar pandangan mereka ke arah suara anjing menggonggong tersebut. Ternyata itu adalah Puchi! Ia datang berlari dengan kencang sambil terus menggonggong. “Woof!”

“Aaaah!” teriak kedua gadis tadi. “Dasar anjing menjijikan! Menjauh dari kami!” dan kedua gadis itu pun berlari menjauh. “Terimakasih Puchi…” Ucap Sue pelan, Puchi melihat ke mata Sue. “Terkadang orang tidak suka kalau kau berbeda…” “Saat aku pulang sekolah nanti, aku mau kau ikut aku, Puchi...”

Waktu pulang sekolah tiba. Sue dan Puchi tiba di sebuah kompleks apartemen. “Baiklah Puchi, aku ingin menunjukkan tempat tinggal ku” kata Sue. “Woof…” gonggong Puchi pelan. “Jangan!” Puchi terdiam. “Maaf Puchi, kau tidak boleh bersuara disini, tidak aman untuk kita berdua.” Puchi pun mengangguk tanda mengerti. 

“Yap, ini tempat tinggalku, aku ingin menunjukkan kamarku tetapi tidak bisa sekarang. Ayah ada dirumah, Dia tak akan senang melihatmu disini.” “Dia akan marah bila dia sedang tertidur dan ada yang membangunkannya. Dia pulang larut semalam karena dia memainkan permainan dewasa. Kau tahu… permainan dimana kau akan mabuk dan kehilangan banyak uang.” Wajah Sue menjadi murung, terlihat kesedihan di tatapannya ke Puchi. “Aku tidak suka permainan itu…”

“Tapi tak apa, ada beberapa hal yang bisa kutunjukkan di halaman. Lihat disana, sekawanan merpati membuat sarang disana beberapa bulan lalu! Sarang ini sangat rendah jadi setiap pagi aku bisa datang untuk melihatnya. Suatu hari, aku pernah datang dan melihat bayi-bayi merpati belajar terbang! Oh betapa lucunya...”

“Hey, apa apaan ini!” Sue dan Puchi kaget. Tiba tiba terdengar suara seorang pria dari dalam rumah. Lalu terdengar suara seorang wanita “Tenang sayang, aku harus mencuci bajumu, aku…” “Sudah kubilang jangan memindahkan barang barangku!”

“Ya Ampun, ayah terbangun. Ayo ikuti aku Puchi!” Puchi dan Sue lalu lari dan bersembunyi didalam gua kecil di taman bermain. “Kita harusnya aman disini,” Ucap Sue pelan.

“Hey Puchi, apa kau mau melihat koleksi kelerengku?” Puchi hanya diam menatap Sue. “Aku tidak membawa seluruh toples, tapi ada beberapa yang kusimpan di kantong celana ku.”

“Saat sedang sendirian, aku suka memilih kelereng dan membuat planet baru. Maukah kau membuat dunia baru denganku Puchi?” Puchi mengangguk. “Baiklah, bagaimana dengan yang  ini. Aku menemukan kelereng ini dibawah pohon tadi pagi. Kurasa pohon itu memberikanku hadiah. Kelereng ini indah dan memiliki warna amber,” Lanjut sue.

“Menurutku, di planet ini terdapat sebuah pohon yang sangat besar. Pohonnya sangat sangat besar, dan semua orang hidup di dalam pohon itu. Dan didalamnya terdapat ruang minum teh yang terbalik! Kau dapat memanjat ke langit langit untuk duduk dan minum teh, dan tehmu bahkan tidak akan tumpah!”

“Woof Woof!” gonggong Puchi. “Kau ingin membuat planetmu sendiri Puchi?” “Woof Woof!” “Oke, Seperti apa planetmu?” “Woof Woof Woof!” “Sebuah planet Bakery anjing dan kucing? Itu ide yang hebat! Aku akan senang berkunjung ke planet itu”

“Baiklah Puchi aku harus pulang, kita akan bertemu di tempat biasa besok.” Sue lalu memasukkan kembali kelerengnya kedalam kantong dan keluar dari tempat persembunyian. Tak lama kemudian, Puchi pun keluar dan kembali ke tempat ia biasa menetap.

Keesokan sorenya, langit tampak indah dengan gradien warna oranye yang tampak melukis diatas awan. Puchi terduduk sendirian di bawah pohon rindang tempat biasa mereka bertemu. Tak lama kemudian Sue datang, tapi kali ini berbeda. Sue datang dengan wajah sedih penuh air mata. 

Puchi pun terduduk dengan  wajah bingung. Sue kemudian menghampiri Puchi. “Dia pergi…” Puchi hanya diam. “Dia membawa barang barangnya dan pergi begitu saja. Dia bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal.” Sue kemudian duduk di tanah.

“Puchi…, apakah menurutmu dia orang yang tidak baik?” Puchi tidak bersuara, Ia hanya berjalan ke pangkuan Sue dan merebahkan kepalanya. “Puchi…, apakah menurutmu dia tidak peduli denganku? Dengan ibuku? Apakah dia pergi karena dia takut? Atau dia pergi karena dia tidak lagi menyayangiku?” Sue menangis, Ia memeluk Puchi dengan erat. Suasana menjadi sunyi, hanya terdengar hembusan angin dan desak tangis.

Sue menghapus air mata dari wajahnya dan kemudian menatap Puchi. “Puchi, aku membuatkan sesuatu untukmu.” Sue kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebuah kalung anjing. “Aku buatkan kalung anjing ini untukmu, dengan ini maka semua orang akan tahu bahwa ada orang yang menyayangimu dan peduli denganmu. Aku akan selalu ada disana untukmu Puchi, aku berjanji.” Sue kemudian mencoba memasangkan kalung itu di leher Puchi.

“Ya Ampun, sepertinya aku membuat kalung ini terlalu kecil, tapi tak apa aku bisa memperbaikinya.” Puchi menggonggong senang. “Baiklah Puchi, aku harus pulang cepat hari ini. Aku harus membantu ibuku menyelesaikan sesuatu.” Sue bangkit dari duduknya dan berjalan menjauhi Puchi, tetapi berhenti setelah 5 langkah, lalu, lalu melihat ke arah Puchi.  “Puchi… Kau adalah teman terbaik ku,” Ucap sue.  Ia lalu melanjutkan langkahnya dan berjalan pulang.

Keesokan harinya, Sue tidak pergi sekolah karena membantu ibunya untuk pindahan. “Ibu, kita tidak bisa pergi sekarang. Aku harus berbicara dengan temanku!” Kata Sue kepada ibunya, sambil membawakan kotak berisi barang barang dari kamarnya. “Ibu tahu pindah ke tempat yang baru itu sedikit mengerikan, tapi percayalah Sue… kau akan bertemu teman teman baru.”

“Aku tidak mau bertemu teman baru…” bantah Sue. “Ini adalah teman terbaik ku! Dan dia membutuhkanku, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja…” Sue terlihat kesal. Ibunya pun terlihat bingung, tak biasanya Sue bertingkah seperti ini. “Aku tidak mengerti mengapa kita harus pindah bu,” keluh Sue. “Tidak bisakah kita panggil saja dokter itu kesini?”

“Kita akan pindah ke Sendai dan tinggal bersama pamanmu karena disana dekat dengan jenis pengobatan yang kau butuhkan nak,” jawab Ibu. Sue terdiam, kepalanya menunduk. Ia tak bisa berhenti memikirkan Puchi yang akan Ia tinggal sendirian tanpa memberi kabar.

“Sue, Ibu tahu ini berat tetapi ayahmu sudah tidak disini lagi, singkatnya, kita sudah tidak mampu dengan biaya tinggal disini,” jelas ibu Sue. “Bolehkah aku membawa temanku?” tanya Sue polos. “Untuk yang terakhir kalinya, Tidak Sue. Sekarang masuklah ke mobil!” kata Ibu Sue tegas. “Maafkan aku Puchi…” bisik Sue sembari melangkah naik ke mobil.

Di pohon besar tempat biasa mereka bertemu, Puchi terduduk merenung. Kebingungan terlihat di wajahnya, ‘Kemana Sue?’ pikirnya.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Musim pun sudah berkali kali berganti dan merubah pohon besar ini. Gugur, mekar, bersalju, semua sudah dialaminya. Puchi masi terduduk disana, sesekali berdiri dan berjalan kesana kemari tanpa tahu kapan Sue akan datang lagi.

Masa Sekarang

Suster baru saja selesai memberikan Sue pengobatan. Makin hari kondisi Sue makin memburuk. Ia tidak lagi senang bercerita kepada anak dari kamar sebelah. Ia lebih sering merenung terdiam menatap ke tembok dikamarnya. Terkadang Sue lupa siapa ibunya.

Pintu diketuk, ternyata itu anak dari kamar sebelah. “Hai Sue!” Sapanya. “Oh… hai…” balas Sue lembut. Anak itu terlihat begitu semangat berjalan ke arah kasur Sue. “Sue, kau tidak akan percaya apa yang ku alami tadi.” Sue hanya tersenyum, tampaknya Ia kurang tertarik. “Aku bertemu seorang pria tua di jalan pulang. Ia membawa seekor anjing putih bersayap!” pandangan Sue tiba-tiba menoleh ke bocah itu. “Ia tidak menyapaku. Ia hanya menatapku dan berkata ‘Andai aku bisa mengubah masa lalu’ dan aku lanjut berjalan.” Sue terdiam “Sepertinya kau sedang tidak mood, baiklah aku akan kembali ketika perasaanmu membaik.” Anak itu lalu keluar ruangan dan kembali ke kamarnya.

Keesokan paginya, setelah sarapan, bocah itu langsung berjalan ke luar kamarnya. Ia masih semangat ingin bertemu Sue. Ketika sampai di kamar Sue, Ia melihat seekor Shiba-inu di sebelah ranjang Sue. Wajah Sue tampak bahagia. “Ternyata selama ini dia menungguku di tempat biasa kami bertemu!” seru Sue. Bocah itu lalu menghampiri Shiba-inu tersebut. “Aku sangat senang dia aman.”

Seorang suster lalu masuk ke kamar Sue untuk memberikan pengobatan. “Ah ya, tadi seorang pria datang dan menitipkan ‘Puchi’ disini,” Bisiknya. “Senang rasanya melihat teman lama dipersatukan kembali…”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun