Gunung Batok memiliki penampakan yang lebih spesifik untuk menggambarkan gunung, karena bentuk puncaknya yang mengerucut dan ditumbuhi tanaman hijau kecil-kecil, sehingga berwarna hijau.
Tidak seperti penampakan gunung lainnya yang berwarna abu-abu. Tidak seperti Gunung Bromo yang sering mengeluarkan asap dan sewaktu-waktu bisa mengeluarkan lahar, Gunung Batok hanya sesekali saja mengeluarkan asap walaupun gunung ini berstatus tidak aktif.
Gunung Batok juga memiliki keindahan matahari terbenam yang tak kalah dari sunrise di Gunung Bromo. Dari atas puncaknya terdapat lautan pasir yang cukup luas.
Kalian juga bisa menikmati keindahan Gunung Semeru dari kejauhan, ditambah dengan bau belerang yang ada di kawah Gunung Bromo. Terdapat kabut-kabut yang menyelimuti kawah sehingga menambah keindahaannya.
Fasilitas di kawasan Gunung Batok juga belum lengkap seperti gunung Bromo, seperti tidak ada peralatan hiking atau pendakian. Namun, wisatawan dapat menginap dan menyewa kendaraan yang telah disediakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah kaki Gunung Batok.
Selain pemandangannya yang akan memanjakan mata kalian, juga terselip cerita-cerita atau legenda yang menyelimuti Gunung Batok.
Menurut legenda, nama Gunung Batok itu sendiri berasal dari bentuk gunungnya yang menyerupai Batok. Bagi yang belum tahu, dalam istilah jawa, Batok adalah tempurung kelapa. Jika dilihat-lihat bentuk gunung batok memang seperti tempurung kelapa.Â
Gunung yang satu ini masih ada kaitannya dengan kisah antara Rara Anteng dan Joko Seger. Beda dengan cerita tentang Gunung Bromo yang merupakan pengorbanan anak terakhir antara Rara Anteng dan Joko Seger, kisah legenda Gunung Batok menceritakan tentang kisah cinta antara Rara Anteng dan Joko Seger.
Diceritakan bahwa Rara Anteng jatuh cinta pada Joko Seger, namun ada seorang pembajak yang sakti nan jahat yang ingin mempersunting Rara Anteng. Karena tidak berani menolak secara terang-terangan, Rara Anteng memberikan syarat kepada pembajak tersebut yaitu untuk membuat lautan di tengah gunung.
Kesaktian pembajak mambuat dia hampir selesai membuat lautan tersebut dengan sebuah tempurung/batok. Rara Anteng yang khawatir pembajak tersebut akan menyelesaikan syarat yang ia berikan, Rara Anteng pun menyiasati dengan menumbuk padi di tengah malam sehingga membangunkan ayam yang sedang tidur dan akhirnya berkokok.
Mendengar bunyi ayam yang berkokok membuat pembajak merasa bahwa dia telah gagal memenuhi syarat tersebut. Kemarahan pembajak dilampiaskan dengan melemparkan batok tersebut dan membuat batok yang dilempar tertelungkup di samping gunung Bromo.