"Apa hubungannya dengan ruwat. Yang perlu diruwat sebenarnya bukan RW ini, soalnya kalau sudah lepas dari lingkungan RW ini juga sudah tak ada pengaruhnya lagi. Yang mau bikin anak, selingkuh dan sebagainya juga tak ketahuan lagi," kata Si Gendut.
***
Di sebuah tempat karaoke malam di dalam kota, tak ada orang bercerita dengan jelas. Yang paling jelas adalah suara musik yang saling berdegub-degub dan berisik di berbagai ruang. Namun dari lorong-lorong di antara kamar-kamar karaoke itu tak terdengar. Kamar karaoke memang telah dibikin sedemikian kedap suara sehingga kebisingan dan keasyikan musik hanya terdengar bagi penghuninya di dalamnya.
Di sebuah kamar karaoke yang tak cukup luas. Dua orang pria sebaya berumur 40-an tengah asyik berjoget. Di antara mereka, turut pula seorang gadis berbetis mungil dan bertubuh tinggi semampai mengimbangi. Gadis itu sebenarnya pantas untuk disebut anak dari dua orang pria dewasa itu. Namun dalam sebuah ruang kedap suara itu, hal itu tak berlaku.
Tak peduli, pria itu menikah dengan tante atau bibinya atau tidak, gadis pemandu lagu itu memanggil para pria itu dengan Oom. Bapak tak luwes untuk panggilan pria di dunia hitam malam. Di tengah dentuman musik karaoke itu, jamahan, rabaan, sentuhan hasrat bercampur dengan aroma alkohol beserta asap rokok yang terus menyeruak.
Kamar musik itu menjadi kamar musik yang asyik. Kamar musik itu adalah dunia tersendiri. Dunia lain yang tak seakan tak pernah tercampur dan berhubungan dengan dunia lain. Yang ada dalam kamar musik itu adalah kesenangan, kemewahan, kebahagiaan, uang, nafsu, kecantikan dan hasrat yang membuncah yang tak pernah puas untuk dilampiaskan.
Berjam-jam sudah tiga orang itu asyik dalam kamar musik itu. Hitungan digital bernominal harga sebuah kemewahan dan kesenangan itu tertulis. Sambil terhuyung mereka keluar dari kamar itu melintasi lorong-lorong dan turun ke lantai bawah. Orang lain yang berpapasan pun tak ada bedanya. Mereka hanya tersenyum dan cekakakan tertawa.
Di depan kasir cantik, seorang pria itu merogoh sakunya. Dari dompetnya ia mengambil lembaran-lembaran mewah untuk membayar segala kemewahan dan kesenangan yang barusan mereka nikmati bersama. Tak ada yang mahal dari sebuah kesenangan. Berapapun uang terhambur itu sah-sah saja.
Usai membayar, sang resepsionis karaoke tersenyum dan terimakasih. Begitupun dengan dua penjaga pintu masuk. Mereka mengucapkan terimakasih, selamat datang kembali, disertai membungkuk dan tersenyum. Yah demi uang pula mereka yang berbadan tegap itu harus melakoni peran robot, tersenyum, berbasa basi dan membukakan pintu bagi para penikmat malam.
Singkat cerita, dua orang pria dan seorang gadis belia itu telah ada dalam mobil yang melaju kencang di tengah kerlap kerlip keindahan kota kecil itu. Usai melaju selama 20 menit dengan melintasi deretan pertokoan yang tutup yang dimanfaatkan oleh pedagang nasi goreng, bakmi Jawa, hingga angkringan Yogya mereka masuk ke dalam bangunan besar hotel para pengusaha bermalam. Sejak itulah, hanya dini hari yang tahu apa yang terjadi di antara mereka.
***