Mohon tunggu...
susanto wongaboge
susanto wongaboge Mohon Tunggu... Penulis - Pemburu dan Peramu Kata

Warga Banyumas Asli Pekerja Media Suka menulis, membaca dan membuat sketsa email : wongaboge@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sanis

20 Juli 2016   22:12 Diperbarui: 20 Juli 2016   22:17 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah pos ronda sebuah desa di pinggiran kota. Tiga orang peronda yang berkerudung sarung menahan dingin malam sedang asyik duduk bercerita. Satu orang peronda berkumis dengan tubuh tipis mulai bercerita tentang kondisi di lingkungan RWnya.

"Si Anu anaknya si Waru itu katanya sudah tak lagi sekolah. Bahkan menurut kabar dari saudaranya, besok Bulan Sadran nanti ia akan dinikahkan dengan anak si Dadap dari desa tetangga. Mereka kecelakaan hamil duluan," kata pria berkumis tipis.

"Buat anak coba-coba. Namanya juga anak sedang labil, memang berbuat dulu baru berpikir kemudian. Tapi sepertinya sekarang sudah jamannya apa yah?" kata si Gendut berhidung besar menimpali.

"Hus, hati-hati Ndut. Kamu juga punya anak perempuan lho. Masih kecil-kecil lagi. Hati-hati kalau sudah besar nanti pasti banyak mengincarnya," kata si Botak mengingatkan si Gendut yang punya tiga orang anak perempuan itu.

"Ngomong-ngomong sudahlah, jangan bicarakan kejelekan orang lain. Itukan dosa, ibaratnya makan daging saudara sendiri," kata si kumis kembali memotong.

"Hehehehe. Hitung-hitung kita berbagi pahala dengan orang yang kita bicarakan. Yang penting kalau bicara kita tak sebut nama. Kaya di sinetron saja, biar kan ini jadi fiktif belaka," kata si Gendut yang lulusan SMA.

Pembicaraan mereka terus ngelantur, sebagaimana malam yang terus merambat hingga dini hari. Sementara mereka tengah asyik berbicara di pos ronda. Di jalan setapak pojok kampung, terlihat sebuah sepeda motor melaju pelan. Seorang pemuda dan pemudi tengah berboncengan pulang menuju ke sebuah rumah di pojokan lingkungan RW itu.

Usai sampai di rumah pojok kampung sang pemudi turun. Di tengah remang malam, sang pemudi turun diiring gandengan tangan pemuda di sampingnya. Sesampai di depan rumah, sang pemuda melepas sang pemudi. Tak lupa cipika cipiki. Dasar anak muda jaman edan.

Suara kentongan dan dentingan saka listrik yang ditabuh oleh para peronda terdengar dari kejauhan. Suaranya sayup ditelan suara binatang malam. Sepeda motor yang ditunggangi pemuda pengantar pemudi itu telah berlalu di hadapan pos ronda. Namun tiga peronda itu seakan tak peduli, mereka tetap asyik dengan cerita masing-masing.

Cerita tentang kehidupan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya memang lebih menarik dibandingkan dengan cerita politik kelas elit. Mereka telah bosan dengan cerita naik turunnya harga bensin ataupun solar. Cerita tentang tetangga menjadi hiburan di tengah merangkaknya harga kebutuhan pokok sehari-hari.

"Kalau dihitung di RW ini sudah ada tiga anak sekolah yang hamil duluan sebelum nikah. Kayaknya sebelum bulan Puasa ini kita harus ruwat dulu untuk membuang kesialan yang ada," kata Si Kumis.

"Apa hubungannya dengan ruwat. Yang perlu diruwat sebenarnya bukan RW ini, soalnya kalau sudah lepas dari lingkungan RW ini juga sudah tak ada pengaruhnya lagi. Yang mau bikin anak, selingkuh dan sebagainya juga tak ketahuan lagi," kata Si Gendut.

***

Di sebuah tempat karaoke malam di dalam kota, tak ada orang bercerita dengan jelas. Yang paling jelas adalah suara musik yang saling berdegub-degub dan berisik di berbagai ruang. Namun dari lorong-lorong di antara kamar-kamar karaoke itu tak terdengar. Kamar karaoke memang telah dibikin sedemikian kedap suara sehingga kebisingan dan keasyikan musik hanya terdengar bagi penghuninya di dalamnya.

Di sebuah kamar karaoke yang tak cukup luas. Dua orang pria sebaya berumur 40-an tengah asyik berjoget. Di antara mereka, turut pula seorang gadis berbetis mungil dan bertubuh tinggi semampai mengimbangi. Gadis itu sebenarnya pantas untuk disebut anak dari dua orang pria dewasa itu. Namun dalam sebuah ruang kedap suara itu, hal itu tak berlaku.

Tak peduli, pria itu menikah dengan tante atau bibinya atau tidak, gadis pemandu lagu itu memanggil para pria itu dengan Oom. Bapak tak luwes untuk panggilan pria di dunia hitam malam. Di tengah dentuman musik karaoke itu, jamahan, rabaan, sentuhan hasrat bercampur dengan aroma alkohol beserta asap rokok yang terus menyeruak.

Kamar musik itu menjadi kamar musik yang asyik. Kamar musik itu adalah dunia tersendiri. Dunia lain yang tak seakan tak pernah tercampur dan berhubungan dengan dunia lain. Yang ada dalam kamar musik itu adalah kesenangan, kemewahan, kebahagiaan, uang, nafsu, kecantikan dan hasrat yang membuncah yang tak pernah puas untuk dilampiaskan.

Berjam-jam sudah tiga orang itu asyik dalam kamar musik itu. Hitungan digital bernominal harga sebuah kemewahan dan kesenangan itu tertulis. Sambil terhuyung mereka keluar dari kamar itu melintasi lorong-lorong dan turun ke lantai bawah. Orang lain yang berpapasan pun tak ada bedanya. Mereka hanya tersenyum dan cekakakan tertawa.

Di depan kasir cantik, seorang pria itu merogoh sakunya. Dari dompetnya ia mengambil lembaran-lembaran mewah untuk membayar segala kemewahan dan kesenangan yang barusan mereka nikmati bersama. Tak ada yang mahal dari sebuah kesenangan. Berapapun uang terhambur itu sah-sah saja.

Usai membayar, sang resepsionis karaoke tersenyum dan terimakasih. Begitupun dengan dua penjaga pintu masuk. Mereka mengucapkan terimakasih, selamat datang kembali, disertai membungkuk dan tersenyum. Yah demi uang pula mereka yang berbadan tegap itu harus melakoni peran robot, tersenyum, berbasa basi dan membukakan pintu bagi para penikmat malam.

Singkat cerita, dua orang pria dan seorang gadis belia itu telah ada dalam mobil yang melaju kencang di tengah kerlap kerlip keindahan kota kecil itu. Usai melaju selama 20 menit dengan melintasi deretan pertokoan yang tutup yang dimanfaatkan oleh pedagang nasi goreng, bakmi Jawa, hingga angkringan Yogya mereka masuk ke dalam bangunan besar hotel para pengusaha bermalam. Sejak itulah, hanya dini hari yang tahu apa yang terjadi di antara mereka.

***

Di sebuah pedukuhan kecil, sangat jauh dari perkotaan. Di sebuah rumah dengan dinding bata setengah dan papan kayu yang mulai rapuh. Dua orang suami istri sedang berbincang. Di dalam sebuah dapur sederhana, mereka berdua sedang sibuk mengupas singkong. Sepagi itu  sedini hari itu.

"Untung ya Kang, anak kita sudah mulai mandiri. Meski sekolah jauh dari desa namun ia tak harus merepotkan kita. Di tengah sibuknya sekolah ia masih sempat mencari penghasilan sendiri," kata Mbok Sawen pada suaminya

Namanya Sawen. Dari namanya saja sudah bisa ditebak, kapan weton atau hari lahirnya. Sawen itu plesetan dari Selasa Kliwon. Sementara suaminya Tugi, juga sama ia lahir Setu Legi. Begitupun dengan anaknya lahir Selasa Manis, sebutannya Sanis. Namun seusai masuk sekolah dasar ditambahkanya Lestari. Katanya biar tak terlalu pendek. Maka jadilah nama anaknya Sanis Lestari. Dan suami istri itupun terima saja.

Sambil mengupas kulit singkong, tangan mereka telah belepot tanah. Tugi, suami dari Sanis hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan istrinya. Pria itupun kembali menjawab perkataan istrinya sambil menghembuskan rokok kelobot buatan tangannya.

"Ya Wen, kemarin waktu pulang si Sanis cuma kita beri uang seberapa. Namun ia terima saja. Sebentar lagi ia ujian ya Nis. Sebentar lagi lulus sekolah dan bisa kerja," jelasnya.

"Semoga nasibnya tidak seperti kita ya Kang. Tak harus bangun pagi-pagi mengupas singkong, merebus, memberi ragi dan menjualnya ke pasar. Semoga ia bisa kerja di Jakarta," katanya.

"Wen, besok-besok kita kirim makanan ke Mas Doso ya. Berkat jasanya itulah Sanis bisa punya kerjaan sampingan di sela sekolahnya. Berkat Mas Dosolah, Sanis bisa numpang ngekos gratis. Kan jarang-jarang seperti itu," kata Tugi.

"Ya Kang. Besok selepas dari pasar aku akan mampir ke rumah Mas Doso. Nanti saya akan berikan makanan dari pasar ala kadarnya semampu kita. Semoga diterima," kata Sawen.

***

Di sebuah kantin sekolah meluncurlah sebuah cerita tentang para siswanya.  Seorang guru mulai fasih bercerita tentang kehidupan. Termasuk tentang siswa-siswi yang terpaksa harus terjun di dunia hitam malam. Benar tidaknya cerita itu, hanya sang guru yang tahu.

"Suatu hari ada surat yang ditujukan ke lima sekolah di wilayah sini. Tak disangka surat itu berasal dari seorang mucikari para gadis-gadis panggilan yang masih SMA," katanya sambil mengudek es jeruk yang baru saja disajikan oleh pelayan kantin sekolah.

Di hadapannya sang juru warta yang sedang jeda meliput tentang pelaksaanaan ujian sekolah terlihat cermat mengamati arah pembicaraan sang guru. Sambil menatap tajam sang guru, sang juru warta cuma mengangguk dan sesekali bergumam 'oooo' dan 'terus'. Yah begitulah ia seperti sedang menginvestigasi sebuah kasus yang menarik bagi pembaca korannya.

"Di sekolah W, V, X, Y, Z itu akhirnya gempar. Terutama sang guru dan kepala sekolah. Apalagi surat pemberitahuan tentang adanya siswanya yang menjadi pelayanan Oom atau tante itu sudah dilayangkan ke dinas pendidikan," Sang guru berkepala plontos itu bercerita.

Namun cerita ini tertutup untuk siswa ataupun orang tua. Nama-nama siswi yang tercantum dalam surat disertai foto-foto  ini langsung dipanggil kepala sekolah, lanjutnya. Singkat cerita dari para siswa yang dipanggil tersebut mengaku dan membenarkan perihal itu.

"Bahkan iapun kembali menunjukkan kalau ada adik dan rekannya yang lain turut terlibat. Lalu dipanggilah mereka semua untuk  diklarifikasi," tambahnya sambil menyeruput es jeruk di kantin sekolah tersebut.

Setelah didata diklarifikasi dan ditanya kebenarannya itulah, kata sang guru itu para siswa yang tertuduh terlibat dari jaringan kehidupan malam itu diminta tanda tangan. Beberapa hari kemudian dengan jeda waktu yang tak terlalu, lama sejumlah siswa yang dipanggil oleh guru dan kepala sekolah itu akhirnya keluar sekolah ataupun pindah sekolah.

"Yah mereka pindah sekolah atau keluar tak sekolah lagi. Entahlah. Tapi ada satu hal lagi, ada yang barusan ikut ujian nasional terpaksa tak dikeluarkan terlebih dulu meski telah diketahui hamil muda. Maklum itu konon siswi itu ada kaitan dengan saudara dari guru," jelasnya.

Di samping meja kantin itu tergeletak sebuah koran lokal berwarna mencolok. Dari tampilannya terbaca jelas judul berita berhuruf tebal dan berwarna merah. Namun rupanya koran hanya sekadar koran saja. Tak banyak orang mengambilnya. Apalagi diantara pengunjung kantin sekolah itu, sedang asyik mengusap-usap gawai dan ponsel tercanggihnya.

Sang Guru yang melihat itu langsung mengambil koran tersebut dan membacanya dengan cermat. Dan sang juru warta, hanya manggut-manggut. Baginya berita razia penyakit masyarakat adalah hal biasa. Apalagi sudah menjadi rahasia umum kalau kehidupan malam di kota kecil itu sudah melibatkan banyak anak dan pelajar. Beberapa kalipun ia telah mewawancarainya.

Belasan Pasangan Muda Tertangkap Razia Pekat

JAYAKERTA,Sopkota-Razia penyakit masyarakat yang digelar oleh tim petugas gabungan dari Satpol Pamong Praja dan Polisi Sektor Kota berhasil menangkap basah belasan pasangan muda dan lelaki hidung belang di areal kamar kos, Kamis (24/6) malam.

Di antara belasan pasangan muda yang tertangkap itu masih berstatus pelajar sejumlah sekolah di kota ini. Dari penelitian dan interogasi petugas didapatkan data kalau di antara pelajar itu telah berprofesi sebagai perempuan panggilan.

"Ada yang beralasan karena sakit hati karena diputus pacar. Adapula karena alasan ekonomi, apalagi mereka jauh dari orang tua. Makanya kami berharap agar ini menjadi perhatian," jelas Kapolsek Kota, AKP Darminto.

Operasi pekat ini kata Darminto akan dilanjutkan dengan penyelidikan lebih lanjut. Pasalnya disinyalir di kota kecil juga terjadi aksi perdagangan perempuan dan anak. Ia berharap agar polisi dapat secepatnya mengungkap jaringan pelaku perdagangan yang menyasar para pelajar itu....

Purwokerto 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun