Bel istirahat kedua berbunyi. Anak-anak kelas 7.6 berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju ke Kantin Sehat sekolahnya, ada yang menuju gazebo di taman sekolah, ada juga yang duduk-duduk di kursi bundar buatan Pak Untung di depan kelasnya.
Anak-anak yang menuju gazebo adalah kelompok Ade. Mereka merencanakan tugas dari bu Ari, guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelasnya.
"De, kamu yang jadi penyiar, ya," pinta Alvian.
"Kok, aku, Al. Fariz kan lebih good looking, tuh," jawab Ade sambil melirik Fariz, cowok ganteng yang jadi idola kelas 7.6.
"Nggak! Suaraku cempreng. Udah, kamu aja De. Suara kamu mantap. Ntar aku bagian merekam dan Alvian yang mengedit. Alvian, tuh, jago ngedit," puji Fariz.
Keempat anak itu pun merancang skenario membuat teks berita yang akan langsung dipraktikkan seolah-olah dilaporkan oleh reporter.
"Besok jam tujuh kita sudah siap di Pasar Srikaton lo, ya!" ingat Alvian.
"Nanti sore kumpul di rumahku buat ngerancang kegiatan lebih lanjut. Okey? Udah keburu bel, tuh. Cepetan kita masuk. Serem, Pak Tongkat bakal masuk sampai jam pulang," ajak Ade.Â
Mereka bergegas menuju ke kelas. Pak Tongkat adalah julukan yang diberikan anak-anak kelas mereka kepada seorang guru yang ketika mengajar selalu membawa tongkat kecil sepanjang 1 meter. Kadang, tongkat itu dipukulkan ke meja apabila anak-anak kehilangan fokus.
***
Pada hari Minggu, kelompok Ade sudah bersiap-siap menuju ke pasar. Selain Ade dan kawan-kawan, terlihat pula Salsa dan kelompoknya yang memiliki rencana yang sama, meliput harga-harga di pasar untuk dibuat teks berita dan disiarkan layaknya penyiar berita.