"Lagi kurang enak badan, Bi," jawab Guru Eko singkat.
"Pak Eko, kalau kurang mbok ditambahi!" celetuk Reni, janda berambut pirang yang setiap pagi selalu berada di warung bi Mirah.
"Kurang gimana, Mbak Reni?" tanya Guru Eko keheranan.
"Lah, katanya kurang enak badan, ya ditambahi biar enak gitu. Hmmm, Pak Guru pura-pura nggak paham aja," ucap Reni sambil tersenyum genit. Tangan janda berkulit putih itu pun menyibakkan gerai rambut hitam yang sudah dicatnya dengan warna pirang.Â
"Mari, semuanya, sudah siang!" pamit Guru Eko kepada sang penjual setelah barang yang ia inginkan sudah di tangan.
Sambil mengayuh sepeda ontel tuanya, Guru Eko senyum-senyum mengingat kejadian di tempat gosip kampung, warung Bi Mirah.
Setelah kedua suami istri sarapan, anak bungsunya pun berpamitan berangkat ke sekolah mendahului kedua orang tuanya.
"Hati-hati, Mas!" pesan sang ibu.
Kedua orang guru itu pun segera bersiap. Namun, ada sesuatu yang dilakukan Guru Eko. Ia mengambil empat takar beras dan mencucinya. Jika istrinya kurang enak badan, ia selalu membantu sebagian pekerjaan rumah tangga.
"Aku nanak nasi, ya. Biar pulang nanti beli lauk saja. Beras ditinggal di mejik kan matang sendiri," gumam Guru Eko kepada istrinya.
"Terserah, Mas saja! Aku berangkat, ya!" pamit sang istri.