Satu kilo lagi ia sampai di sekolah. Ia pacu sepeda motornya dengan lebih berhati-hati. Ia tidak lagi bernyanyi. Pandangannya fokus ke tikungan dan sebentar lagi menyeberang untuk masuk ke gang. Di sebelah kiri jalan masuk gang itulah sekolah Eko berada. Ia sudah hampir tujuh tahun semenjak ia dimutasi dari sekolah sebelumnya.
"Selamat pagi, Pak!" teriak anak-anak kelas dua.
"Selamat pagi," jawab Eko. Sepeda motor dibawa ke parkiran.Â
Sambil menggendong tas hitamnya, Eko berjalan menuju ruang guru untuk presensi.
"Itu, plastik apa itu. Tolong dong, Mbak, dipungut. Masukkan ke tempat sampah," kata Eko ketika ia berpapasan dengan regu piket dan melihat ada plastik bekas makanan yang belum tersapu.
Anak-anak yang tidak piket terlihat berlarian. Mereka bermain sambil menunggu bel sekolah berbunyi dan berbaris rapi masuk ke dalam kelas masing-masing.
"Assalaamu'alaikum!" Eko memberi salam ketika masuk ke ruang guru. Sudah banyak guru yang  hadir.
"Wa'alaikum salaam!" jawab teman-temannya.
Setelah ia meletakkan tasnya, ia berjalan menuju dispenser air minum. Ia mengambil gelas dan menuang air dingin, lalu sebagian lagi ia isi dengan air panas. Setelah duduk, air hangat itu diminumnya.
"Pak Eko, tahu tidak. Kelas enam lagi viral!" kata Bu Ani.
Merasa ia mengajar kelas enam, Eko pun balik bertanya.