"Siap, kita semua memakai baju olahraga," jawab Bu Lisa.
"Kelas satu bagaimana?" tiba-tiba Bunda Dar menyeletuk.
"Apakah kelas satu juga bawa bekal?" tanya saya.
"Kalau kelas satu sih setiap hari bawa bekal," jawabnya.
Kami pun berunding menyiapkan rute yang tidak membuat kelas satu kelelahan, tetapi masih dirasa seru oleh murid-murid kelas tinggi. Kami pun bersepakat. Akhirnya, anak-anak dibariskan, lalu berdoa bersama.Â
"Kelas enam, silakan berjalan lebih dahulu. Ketua dan wakil ketua kelas dimohon mengatur anggotanya agar berjalan di sebelah kiri!"
Kami pun berjalan keluar halaman sekolah. Sampai di jalan, kami berbelok ke kiri. Anak-anak berjalan dua dua, tidak bergandengan. Semua anak terlihat ceria. Bahkan, anak-anak kelas tiga yang saya dampingi bernyanyi-nyanyi.
Naik kereta api tut ... tut ... tut ...Â
Siapa hendak turut ...
ke Bandung, Surabaya, ....
Anak-anak gembira. Kegiatan jelajah dusun yang tidak direncanakan itu akhirnya kami jalani dengan hati gembira.
Kami menyusuri jalan desa yang sudah diaspal. Lalu, pada pertigaan kami berbelok ke kanan. Jalan itu menuju persawahan. Jalan itu dikeraskan dengan semen, sedangkan jalan yang membelah sawah sudah ditanggul dan dikeraskan dengan koral. Oleh karena itu, kami tidak khawatir sepatu bakal basah terkena lumpur.Â
Di tengah persawahan, membentang siring atau saluran air. Air siring lancar mengalir. Bunyinya gemericik ketika aliran air mengenai rumput atau ranting kering. Di samping kiri kanan rabat beton, tampak bapak-bapak berkumpul. Mereka memegang ayam, mencabuti bulu dan membersihkannya. Mereka adalah para bapak yang sedang membantu hajat tetangga. Hari ini adalah hari betet-betet, istilah yang dipakai untuk kegiatan membersihkan ayam atau hewan ternak yang akan dijadikan lauk pada acara hajatan keesokan hari.Â