Saya kaget. Seingat saya, hanya di kelas enam saya meminta anak-anak membawa bekal. Itu pun akan dimakan setelah membahas materi pelajaran matematika yang saya tugaskan.
"Kelas empat juga!" seru Bu Maria.
Haa, saya semakin heran.
"Jadi, bagaimana?" tanya saya selanjutnya.
"Mungkin karena Pak Eko juga pembina Pramuka, jadi dikira kelas lain ikut diminta membawa bekal juga," tukas Bu Maria.
Saya pun menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.Â
Tiba-tiba, Fajar, anak kelas dua mengetuk pintu kantor.
"Pak, katanya kelas enam mau jalan-jalan. Aku yo nggowo bontot," katanya.
Kami saling berpandangan. Kemarin heboh perihal tanggal merah, sekarang heboh membawa bontot untuk persiapan jalan-jalan. Padahal mereka tidak diperintah.
Jalan-jalan jelajah dusun adalah agenda rutin kami. Satu tahun cukup satu kali. Kami berjalan berkeliling dusun, menyusuri kebun karet dan persawahan. Lalu, di tempat yang teduh dan lapang kami berhenti, bermain game lalu makan bersama.
"Ya, sudah. Bapak Ibu, siap tidak jika kita jelajah dusun. Toh tahun ini belum kita laksanakan?" tanya saya.