Pertengkaran kadang mewarnai kehidupan mereka. Namun, gurauan kecil, bahkan kemesraan lebih banyak menghiasi perjalanan rumah tangga mereka.Â
Kebahagiaan mereka semakin lengkap ketika satu demi satu buah hati mereka lahir. Kini, empat orang anak yang sudah beranjak dewasa menjadi tumpuan harapan masa depan.
Menjelang pukul 18.00, kedua suami istri itu sibuk dengan urusan masing-masing. Sang suami menutup warung kecil mereka, sementara sang istri sibuk menyiapkan takjil untuk menyegerakan berbuka puasa.
Nasi putih ditemani ikan nila goreng disertai sambal kecap disiapkan untuk santap buka puasa sang bujang. Ikan nila yang dimasak dengan bumbu sambal goreng dicampur rempah berkuah santan menjadi menu pesanan sang ayah.Â
Sementara si ibu karena ia tidak berpuasa cukup merebus kacang panjang dengan bumbu urap. Porsinya tidak banyak. Dua cangkir jus 'semangka inul' terhidang sebagai minuman penutup.
Tanda waktu berbuka berbunyi. Sirine di masjid meraung memberitahu warga bahwa waktu berbuka tiba.Â
Namun, baru separuh jalan sirine berbunyi, tiba-tiba lampu padam. Bunyi sirine pun ikut berhenti. Sementara, hujan turun semakin deras, belum ada tanda-tanda segera reda.
Kami menyalakan lampu emergency kecil. Cahayanya lumayan. Cukup menerangi sederet hidangan di meja kecil mereka. Untuk menambah terang ruangan, tiap-tiap anggota keluarga menyalakan lampu hape masing-masing. Untunglah daya baterai mereka masih ada.
Setelah membatalkan puasa, Guru Eko segera mengambil wudu. Ia salat Maghrib di rumah, sendirian, karena sang istri sedang berhalangan.Â
Sementara si bujang masih asyik menyantap nasi dengan lauk kegemarannya. Guru Eko ingin ke masjid. Akan tetapi, hujan deras dan angin kencang cukup dijadikan alasan adanya halangan.
Selesai salat, ia menuju meja makan. Untuk memuaskan rasa yang telah ditahannya sejak terbit fajar, lelaki paruh baya itu mengambil nasi dan menyiramnya dengan kuah santan ditambah lauk seekor nila yang berada di dalam gulai.Â