Hari kedua berpuasa, anak-anak sekolah masih libur. Begitu juga pak Guru Eko. Pantas saja warungnya buka pada pagi hari. Biasanya warung kecil di samping rumah guru sekolah dasar itu hanya buka jika pemiliknya sudah pulang mengajar.Â
Dibandingkan hari pertama, cuaca hari ini cerah namun tidak sepanas hari kemarin. Awan putih menghias langit biru. Angin bertiup sepoi-sepoi. Mentari tersenyum dan bersinar ceria. Para tetangga beraktivitas seperti biasa. Pak tukang berboncengan naik sepeda motor pergi ke tempat kerja.Â
Mang Agus dan Mas Medi secara rutin melintas di depan rumah Guru Eko. Mereka berdua tukang yang bekerja di proyek bangunan di kota. Bibi Ratmi dan Bik Ning bertopi caping menjinjing tas anyaman dari tali plastik berisi peralatan. Mereka berdua berangkat ke sawah.Â
"Prei, Pak!" sapa mereka kepada Guru Eko.
"Masih, Bik. Ngantor ke sawah?" jawab Guru Eko sambil bergurau dan dijawab dengan koor.
"Nggih!"
Kehidupan di daerah kami yang agraris namun mulai disibukkan dengan sektor perdagangan terlihat normal. Tidak ada yang istimewa di bulan Ramadan ini. Yang berbeda adalah banyaknya anak-anak yang berlalu lalang membawa mainan meriam botol dengan bahan bakar spiritus.
"Han, apa nama mainanmu itu? Meriam atau mercon?" tanya Guru Eko kepada Reyhan.
Rehan menjawab sambil berjalan, "Meriam, Pak!"
"Coba, sini. Pak Guru pengin lihat!" pinta Guru Eko.
Anak bernama Reyhan pun mendekat. Ia bersama saudara sepupunya, Revan.
Mainan terbuat dari kaleng susu bearbrand. Ujung kaleng di tutup dengan botol kemasan minuman yang dipotong separuh.
"Kamu bikin sendiri, Han?" tanya Guru Eko.
"Nggak, Pak," jawab Reyhan, "aku dibantu ayah mbikinnya."
Pak Guru pun mengamati meriam tabung yang mereka mainkan. Lalu, ia meminta penjelasan kepada anak-anak itu cara memainkannya.
"Coba, Reyhan atau Revan, tunjukkan bagaimana memainkannya.
Kedua anak itu pun menunjukkan cara "meletuskannya". Â Mula-mula, ia membuka tutup botol yang sudah terpasang pemantik api korek gas. Kemudian, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong. O, ternyata spiritus yang sudah dimasukkan ke dalam botol sprayer kecil.
"Cairan apa ini? O, spiritus," gumam Guru Eko.
Revan dan Reyhan tidak menghiraukan, mereka asyik hendak mempraktekkan cara membunyikan petasan atau meriam atau bazoka miliknya.
Melalui mulut botol, cairan spiritus disemprotkan sebanyak tiga kali lalu tutup botol berkepala pemantik dipasang. tabung itu diputar putar pada telapak kanan dan kiri yang ditangkupkan. Maju, mundur, maju, mundur, berulang kali. Setelah itu, mocong meriam diarahkan ke tempat kosong. Pekarangan rumah Guru Eko menjadi sasaran. Pemantik korek api pada tutup botol pun ditekan.
"Dor!"
Terdengar suara cukup keras. Suaranya mirip suara senjata api di film-film.Â
"Kalau ngisinya banyak, bagaimana, Han?" tanya Guru Eko penasaran.
"Bunyinya makin gede, Pak!" jelas Reyhan.
Owalah, rupanya uap gas spiritus dan terkurung dalam tabung lalu pemantik api dinyalakan menimbulkan ledakan. Terdengar helaan napas guru paruh baya itu.
Angannya pun melayang pada masa kecil. Ia pun pernah bermain meriam karbit. Uap karbit pada dapur tanah yang digali pun bisa menimbulkan suara yang menggelegar.
"Nah, Reyhan, silakan lanjutkan kalian bermain. Jangan diarahkan ke telinga temanmu, ya! Bahaya, bisa pekak nanti. Ujung lubang tidak usah diberi benda sebagai peluru. Atau kalian beri tutup. Bisa berbahaya," nasihat Guru Eko kepada anak-anak tetangganya itu.
Guru Eko mengambil meriam milik Revan. Iseng ia tekan pemantik pada tutup botolnya. Ia yakin karena yang tadi  diisi "amunisi" hanya tabung milik Reyhan. Guru Eko tidak menyangka, setelah ia tekan pemantik terdengar bunyi yang lebih keras.
"Duar ...!"
Seketika, Guru Eko terhenyak. Ia sangat kaget. Untung mocong bazoka mengarah ke dinding. Si orang tua terkejut dan khawatir, kedua anak itu malah tertawa terbahak-bahak melihat Guru Eko yang terkejut akibat tidak tahu bahwa Revan mengisinya hingga lima semprotan. Kedua anak berlari meninggalkan Warung Pak Guru. Guru Eko hanya menggeleng-gelengkan kepada.Â
"Astaghfirullah," gumamnya.
Musi Rawas, 24 Maret 2023
PakDSus
blogsusanto.com
Kisah Ramadan (3)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H