"Dor!"
Terdengar suara cukup keras. Suaranya mirip suara senjata api di film-film.Â
"Kalau ngisinya banyak, bagaimana, Han?" tanya Guru Eko penasaran.
"Bunyinya makin gede, Pak!" jelas Reyhan.
Owalah, rupanya uap gas spiritus dan terkurung dalam tabung lalu pemantik api dinyalakan menimbulkan ledakan. Terdengar helaan napas guru paruh baya itu.
Angannya pun melayang pada masa kecil. Ia pun pernah bermain meriam karbit. Uap karbit pada dapur tanah yang digali pun bisa menimbulkan suara yang menggelegar.
"Nah, Reyhan, silakan lanjutkan kalian bermain. Jangan diarahkan ke telinga temanmu, ya! Bahaya, bisa pekak nanti. Ujung lubang tidak usah diberi benda sebagai peluru. Atau kalian beri tutup. Bisa berbahaya," nasihat Guru Eko kepada anak-anak tetangganya itu.
Guru Eko mengambil meriam milik Revan. Iseng ia tekan pemantik pada tutup botolnya. Ia yakin karena yang tadi  diisi "amunisi" hanya tabung milik Reyhan. Guru Eko tidak menyangka, setelah ia tekan pemantik terdengar bunyi yang lebih keras.
"Duar ...!"
Seketika, Guru Eko terhenyak. Ia sangat kaget. Untung mocong bazoka mengarah ke dinding. Si orang tua terkejut dan khawatir, kedua anak itu malah tertawa terbahak-bahak melihat Guru Eko yang terkejut akibat tidak tahu bahwa Revan mengisinya hingga lima semprotan. Kedua anak berlari meninggalkan Warung Pak Guru. Guru Eko hanya menggeleng-gelengkan kepada.Â
"Astaghfirullah," gumamnya.