Ketiga, mudahnya membagikan konten lintas platform. Pernah bukan, Anda membagikan konten di Facebook, Twitter, TikTok, SnacVideo, ke WhatsApp?Â
Adakah Anda mengalami kesulitan yang berarti? Tidak sama sekali. Mudahnya erbagi membuat konten berbau kekerasan, bahkan yang isinya vulgar, semakin mudah dilakukan.
Keempat, netizen adalah orang yang mudah penasaran. Rasa penasaran memperkuat insting seseorang untuk menggali dan menyelusuri berita yang dibagikan.Â
No pic hoax menjadi gurauan sekaligus menumbuhkan keinginan kuat bagi seseorang agar tidak dianggap menyebarkan berita bohong.Â
Alhasil, foto-foto atau video yang seharusnya tidak disebarkan karena dianggap tidak memiliki empati terhadap korban dengan cepat tersebar ke mana-mana.
Kelima, upaya memohon kepada aparat berwenang agar segera menangani. Kita tidak memungkiri bahwa beberapa kasus mencuat dan ditangani aparat setelah kejadiannya diviralkan oleh netizen. Kasus penganiayaan, kasus pelecehan seksual, kadang harus diviralkan dahulu oleh netizen agar aparat bertindak.
Itulah lima hal yang melatarbelakangi maraknya konten berbau kekerasan di media sosial. Dus, menyebabkan konten-konten di media soial makin marak dan vulgar. haruskah hal seperti ini dibiarkan?
Musi Rawas, 7 Maret 2023
PakDSusÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H