"Penjual sekoteng saja tidak malu terus-menerus menawarkan dagangannya. Mengapa saya harus malu menawarkan buku," begitu hal yang terlintas pada benak Omjay.
Omjay yang tadinya ragu dan malu menjual bukunya, setelah mendengar penuturan Mang Ujang Penjual Sekoteng, rasa malu untuk menawarkan bukunya lenyap seketika.
Akhirnya, tidak henti dan bosan berulang kali menawarkan "dagangannya" kepada komunitas menulisnya. Bahkan beberapa orang ditawari melalui "jalur pribadi" kontak WA, termasuk saya.
Sebagaimana sikap Omjay terhadap Kang Sekoteng, demikian pula sikap saya terhadap buku bersampul coklat itu. Seperti Omjay yang penasaran pada rasa sekoteng yang tiap hari lewat depan teras rumahnya, demikian pula saya.
Akhirnya saya pun penasaran dengan isi buku itu. Saya tulis balasan kepada Omjay bahwa saya memesan satu buku saja. Tidak lupa saya tulis lengkap alamat rumah saya. Itu sebagai bukti bahwa saya serius memesannya.
Demikianlah. Kang Sekoteng bernama Ujang, yang selalu menawarkan dagangan ketika lewat depan rumah Omjay telah menginspirasi Guru Blogger itu strategi memasarkan memasarkan bukunya. Pada awal hanya tercetak sepuluh eksemplar hingga ratusan eksemplar. Hebat, bukan?
Terima kasih Omjay, saya sudah diundang dan diajak bergabung berbincang. Meskipun tidak bisa mengikuti sampai selesai dan harus pamit keluar ruang Zoom, saya mendapat banyak pencerahan.
Salam blogger
Susanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H