Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkaca dari Kang Sekoteng (Ngobrol Bareng Omjay)

20 Desember 2020   01:07 Diperbarui: 20 Desember 2020   02:40 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zoom Meeting bersama Omjay

Ngobrol Bareng Omjay

Malam ini saya masuk ruang Zoom Omjay, Guru Blogger Indonesia. Link zoom saya dapat dari beberapa grup. Tidak ada hal khusus yang menjadi topik pembicaraan. Pada undangan hanya dicantumkan tajuk ngobrol santai bersama Omjay. Begitu saja.

Pada saat saya masuk baru terlihat 21 partisipan. Beberapa di antaranya tidak mengaktifkan videonya. Terlihat pada layar, sang host sekaligus pembicara adalah Omjay sendiri. Pada saat saya bergabung beliau sedang bercerita tentang keadaan yang sedang ia alami. Omjay adalah pasien Covid-19 yang melakukan karantina di rumah. Seperti sering disampaikannya bahwa beberapa waktu lalu Omjay terpapar virus Covid-19. Hal itu diketahui setelah melakukan tes usap di sebuah Puskesmas.

Setelah diketahui bahwa ia terpapar virus, anggota keluarga lain seperti anak dan istri juga melakukan tes yang sama. Sejak itu praktis keluarga kecil dengan rumah besar itu harus isolasi mandiri. Tidur beda kamar, mandi beda kamar mandi.

Karena terpapar virus Covid, Omjay tidak bisa bekerja. Tepatnya tidak boleh bekerja. Selama karantina, kebutuhan sehari-hari dibantu tetangga dan kerabat. Bahan makanan dan buah-buahan diantar para tetangga dan kerabat ke rumah. Omjay sangat bersyukur. Di balik musibah masih ada berkah melimpah.

Untunglah, teknologi informasi sekarang sedemikian maju. Meskipun dalam keadaan sakit terpapar Covid, Omjay sebagai guru masih bisa memberikan pembelajaran dan berkomunikasi dengan para siswa.

Dari rumah, Omjay pun dapat berhubunganteman atau sahabat yang pernah mengalami hal serupa dan sembuh. Berkat dorongan dan pengalaman handai taulan yang mengalami, Omjay semakin yakin bahwa virus penyebab sakit yange mematikan itu dapat ditaklukkan.

Pesan temannya, Omjay harus mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebagai muslim harus lebih khusyuk shalat, memohon ampun kepada-Nya dan memohon kesembuhan. Hal lain adalah meningkatkan imun dengan memakan makanan yang bergizi, buah-buahan, dan minum air hangat secukupnya. Tidak kalah penting dari itu semua adalah menjaga perasaan tetap gembira dan optimis.

Hal yang menggembirakan hati Omjay adalah ia masih bisa menulis. Pantas saja, selama 14 hari pertama hingga 14 hari kedua karantina, tulisan Omjay selalu muncul. Ia rajin memostingnya di grup yang ia miliki, termasuk grup yang saya ikuti.

Dengan kelakar khasnya, Omjay sang Guru Blogger Indonesia itu mengatakan bahwa menulis adalah salah satu obat yang menyembuhkannya. Dengan menulis ia merasa gembira. Gembira karena bisa berbagi cerita dengan orang lain. Dengan begitu, imun semakin tebal. Terbukti hasil swab berikutnya dinyatakan negatif.

Kecintaannya pada dunia menulis telah memberinya berkah. Di saat penghasilan yang berkurang akibat tidak bisa bekerja seperti biasa, ada sahabatnya yang menawarkan bantuan menerbitkan tulisan-tulisannya yang bertaburan di blog dan Kompasiana, Bang Dian dan Cak Inin.

Kembali dengan kelakar khasnya Omjay bercerita bahwa ia tidak mempunyai uang untuk mencetaknya. Namun demikian Bung Dian Kelana siap membantu meskipun biaya cetak dihutang. Sampai pada kalimat berhutang, tawa Omjay pun kembali lepas. Kopiah putih yang dikenakannya seakan ikut mengiyakan kisah tuannya yang mencetak sepuluh buah buku dengan ongkos 600 ribu rupiah.

Sembari menunggu bukunya jadi, Omjay sibuk menawarkan bukunya. Open PO disebarkan ke sejumlah komunitas. Lagi-lagi berkah Tuhan datang. Allah mendengar doa dan mengabulkan usaha kerasnya menawarkan buku tanpa henti. Guru, dosen, dan teman-teman banyak yang pesan. Akhirnya ia menghubungi Bung Dian agar mencetak lebih banyak karena uangnya sudah ada.

"Ha ha ha," kembali tawa lepas Omjay memenuhi ruang Zoom.

Ketika kesempatan bertanya dibuka, saya memberanikan diri untuk berkomentar tentang menulis dan menerbitkan buku ketika sakit dan karantina mandiri di rumah.

Apa yang saya uraikan di atas adalah sebagian dari jawaban Omjay terhadap pertanyaan saya. Cerita pun berlanjut tentang pemasaran buku "Agar PJJ Tak Lagi Membosankan" yang diawali tanpa modal itu.

Kang Sekoteng yang Menginspirasi

Omjay melanjutkan ceritanya. Setiap hari, ia "bekerja" di teras rumahnya. Berbekal laptop kesayangan dan akses internet cepat ia menghabiskan waktunya. Di teras rumah, di tepi jalan tempatnya tinggal.

Jalan di depan rumahnya adalah tepat lalu lalang berbagai pedagang keliling. Tukang bakso, siomay, sekoteng, dan sebagainya. Seorang penjual sekoteng, Mang Ujang dari Garut, pernah ditanya. Mengapa setiap kali lewat depan rumah selalu menawarkan dagangan sedangkan ia, penjual sekoteng, tahu bahwa Omjay tidak pernah membeli.

Dengan santun dijawab bahwa rejeki udah ada yang ngatur. Siapa saja ditawari. Jika tidak beli mungkin lain kali.

Setelah menikmati segarnya sekoteng pada hari itu dan mendengar penuturan sang penjual, Omjay pun berpikir.

"Penjual sekoteng saja tidak malu terus-menerus menawarkan dagangannya. Mengapa saya harus malu menawarkan buku," begitu hal yang terlintas pada benak Omjay.

Omjay yang tadinya ragu dan malu menjual bukunya, setelah mendengar penuturan Mang Ujang Penjual Sekoteng, rasa malu untuk menawarkan bukunya lenyap seketika.

Akhirnya, tidak henti dan bosan berulang kali menawarkan "dagangannya" kepada komunitas menulisnya. Bahkan beberapa orang ditawari melalui "jalur pribadi" kontak WA, termasuk saya.

Sebagaimana sikap Omjay terhadap Kang Sekoteng, demikian pula sikap saya terhadap buku bersampul coklat itu. Seperti Omjay yang penasaran pada rasa sekoteng yang tiap hari lewat depan teras rumahnya, demikian pula saya.

Akhirnya saya pun penasaran dengan isi buku itu. Saya tulis balasan kepada Omjay bahwa saya memesan satu buku saja. Tidak lupa saya tulis lengkap alamat rumah saya. Itu sebagai bukti bahwa saya serius memesannya.

Demikianlah. Kang Sekoteng bernama Ujang, yang selalu menawarkan dagangan ketika lewat depan rumah Omjay telah menginspirasi Guru Blogger itu strategi memasarkan memasarkan bukunya. Pada awal hanya tercetak sepuluh eksemplar hingga ratusan eksemplar. Hebat, bukan?

Terima kasih Omjay, saya sudah diundang dan diajak bergabung berbincang. Meskipun tidak bisa mengikuti sampai selesai dan harus pamit keluar ruang Zoom, saya mendapat banyak pencerahan.


Salam blogger

Susanto

Blog https://blogsusanto.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun