Perusahaan yang pertama kali bekerjasama dengan pembudidaya di Rawajitu Timur adalah PT. Dipasena Citra Darmaja. Bisnisudang terbesar se-Asia Tenggara mulai dibangun sejak tahun 1988. Setahun kemudian mulai beroperasi pertambakan dengan pola Tambak Inti Rakyat.
Pola Tambak Inti Rakyat merupakan pola kemitraan yang digunakan di Bumi Dipasena selama bertahun-tahun, di mana pembudidaya sebagai plasma dan perusahaan sebagai Inti. Kurang lebih 9000 pembudidaya menggarap 16.500 hektare lahan bekas rawa.
Namun, tidak selamanya hubungan antara parapembudidaya Bumi Dipasena dengan perusahaan berjalan harmonis. Skema intiplasma yang diterapkan di Bumi Dipasena malah menjerumuskan para pembudidaya pada Deadly Bondage Slavery atau Perbudakan yang Mengikat dan Mematikan. Pembudidaya Bumi Dipasena tidak dapat menentukan sendiri harga jual udangnya,tidak diperbolehkan menonton telivisi dengan siaran tertentu, tidak diperbolehkan keluar masuk Bumi Dipasena tanpa persetujuan perusahaan.
Setelah PT. Dipasena Citra Darmaja,pembudidaya bekerjasama dengan PT. Aruna Wijaya Sakti, anak perusahaan PT.Central Proteinaprima. Perilaku perusahaan ini tidak jauh berbeda dengan pendahulunya.
“Puncaknya tahun 2010, listrik kami dimatikan oleh perusahaan. Kami hidup gelap-gelapan, udang kami mati, rugi, sampai ada yang kena setrum,” tambah Erna.
Keadaan di Bumi Dipasena kian sulit, kemarau panjang di tahun 2015 membuat stok air bersih semakin berkurang. Mereka yang bergantung pada air hujan mulai berhemat. Tempat penampung air untuk wadah air hujan kian menyusut tiap harinya. Namun, jika mereka ingin mendapatkan air bersih, mereka harus membeli air dari Gunung Tiga dengan harga 1 kempu (1000 liter) dengan harga Rp 150.000. Air sebanyak 1000 liter hanya dapat digunakan selama 3 hari jika satu keluarga memiliki 2-3 orang anak.
Gotong-royong
Di tengah permasalahan yang terjadi di Bumi Dipasena, perempuan pembudidaya memiliki peran penting. Ketika para pembudidaya berjuang, perempuan pembudidaya menjadi penyokong utama dalam kegiatan berbudidaya.
Mulai dari membantu memberi pakan,membersihkan lingkungan sekeliling tambak dari rumput liar, hingga pada saatpanen. Kontribusi perempuan pembudidaya dalam menjalankan roda budidaya udangdi Bumi Dipasena merupakan satu-kesatuan dengan perjuangan P3UW. Perempuan menjadi jantung dalam gerakan mandiri bagi para pembudidaya di Bumi Dipasena.
Ibarat kendaraan, P3UW (Perhimpunan Petambak Pengusaha Udang Windu Wilayah Lampung) adalah organisasi penting bagi perjuangan pembudidaya di Bumi Dipasena. P3UW adalah corong perjuangan, hingga akhirnya kemandirian diraih pasca ‘bercerai’ dari perusahaan.
“Ibu-ibu pembudidaya dan anak-anak itu selalu mau berada di garis depan kalau ada kegiatan aksi waktu itu, karena kami tahu semua harus diperjuangkan denganterhormat,” cerita Erna Leka.