Dia tidak akan mampu membedakan kapan itu bercanda kapan itu serius. Baginya, setiap bercerita dengan Erna adalah hal-hal yang paling menggembirakan, hal yang tidak akan bisa di gantikan dengan apapun. Dan dia juga akan selalu lupa untuk mengendalikan rasa yang terkadang muncul secara tiba-tiba.
"Jantungku lemah, kau tahu aku tidak mampu mendengar suara lembut itu, aku kehabisan napas, Van" cerita Erna ke Vani, sahabat dekatnya. Ketika mereka bertemu di sudut ruangan di kampus.
Vani hanya tertawa melihat tingkah laku Erna. "Kau tahu? Semua orang akan merasakan hal sama sepertimu ketika mereka jatuh cinta" kata Vani menanggapi.
"Menurutmu aku sedang jatuh cinta begitu?" Tanya Erna bodoh.
"Ya..."
Erna tersenyum dan mulai berpikir dan Dia mulai tidak bisa mengendalikan dirinya. "aku harus mengaku, iya aku harus mengaku" kata Erna gembira.
"Apa?" "Aku akan mengaku pada Brian bahwa aku suka dia, Van. iya aku akan melakukannya." Ucap Erna kegirangan.
"Hei!!! Kau sadar sesuatu? Perempuan hanya perlu menunggu, kau tidak ada hak untuk bertindak terlebih dulu" larang Vani geleng kepala.
"Tapi, ada saatnya mengaku itu lebih baik, itu tidak akan merendahkanmu jika kau melakukannya dengan hati" kata Erna tersenyum menang.
"Terserah mu saja, jika kau merasa nyaman dengan itu" kata Vani akhirnya.
Erna berlari-lari kecil ketika pagi itu dia menerima telpon dari Brian. Dia mencari tempat aman supaya tidak ada temen-temennya yang usil menganggunya.
Luar biasa kegembiraan Erna suara yang sudah beberapa hari ini hilang karena Erna sendiri berusaha untuk diam beberapa hari karena dia ingin mempersiapkan segala sesuatunya. Dengan pelan-pelan Erna menjawab Brian yang pagi itu sedang menikmati sarapan paginya. "Hei!!! Apa kabar?" Tanya Erna tidak mampu menahan perasaannya.
"Hehehhe, kau selalu seperti itu, aku baik-baik saja."Jawab Brian tertawa.