1. Panudi (Pendamping Desa, Sukoharjo):
Praktik Rekayasa Sosial di Desa:
Panudi memberikan contoh sukses rekayasa sosial di desanya, seperti acara "Grebeg Tempe" atau "Grebeg Penjalin." Warga secara sukarela berkontribusi dengan tenaga, uang, dan hasil karya mereka dalam acara tersebut, yang menghasilkan partisipasi luar biasa.
Partisipasi ini juga jauh melebihi bantuan anggaran dari pemerintah. Ia menyarankan pola serupa bisa diadopsi untuk memanfaatkan dana desa secara optimal sambil menjaga semangat gotong royong.Kritik terhadap Ketergantungan:
Ia mengingatkan bahwa model padat karya tunai desa seringkali kurang melibatkan kelompok miskin secara efektif. Rekayasa sosial perlu mengutamakan penguatan kelompok rentan, seperti memberikan beasiswa, layanan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.
2. Akhmad Fourzan (Itong):
- Pengaruh Stratifikasi Sosial terhadap Gotong Royong:
Fourzan menyoroti bahwa praktek gotong royong di desa sering melibatkan kelas bawah sebagai tenaga kerja, sementara kelas menengah atau atas hanya mengambil peran kecil.
Ia mengusulkan agar rekayasa sosial juga menyasar penguatan masyarakat kelas bawah dalam perencanaan dan penganggaran di desa.
Kesimpulan Diskusi
Gotong Royong Sebagai Modal Sosial:
Gotong royong tetap menjadi inti dari kekuatan bangsa Indonesia. Meskipun teknologi dan globalisasi membawa perubahan, budaya ini harus terus dijaga.Dana Desa Sebagai Stimulan:
Dana desa bukan pengganti peran masyarakat, melainkan stimulan untuk memperkuat kebersamaan dan kebanggaan warga terhadap pembangunan desa.Rekomendasi Langkah Konkret:
- Kampanye nasional tentang gotong royong.
- Regulasi yang mendorong partisipasi masyarakat.
- Penguatan program-program berbasis komunitas.
- Pendidikan budaya dan tradisi gotong royong sejak usia dini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI