Ritual adat biasanya "Menumbalkan" penyu (Biota yang termasuk dilindungi) sebagai bagian dari acara adat. Hal ini telah terjadi dari nenek moyang mereka yang sudah ratusan tahun melakukan acara adat tersebut.
Berarti dengan kata lain sudah ratusan tahun lamanya penyu ditangkap dan dikonsumsi untuk ritual adat.Â
Hal ini sempat menjadi sebuah perhatian khusus bagi penulis yang mencoba mengungkit cerita dibalik hal tersebut.
Tradisi itu sudah berlangsung cukup lama dan daging penyu merupakan salah satu makanan yang selalu ada disetiap acara adat. Tapi uniknya kedua lokasi itu tidak mengizinkan menangkap penyu diluar acara adat.
Melalui peraturan yang berlaku di Desa, Penangkapan penyu hanya bisa dilakukan pada acara adat saja dan tidak diperbolehkan menangkap dengan sengaja di hari lainnya.
Menurut salah seorang masyarakat yang sempat berdiskusi dengan penulis, memang tidak ada hukuman bagi orang/ masyarakat Desa yang menangkap dihari biasa, tetapi alam lah yang akan memberikan hukuman kepada si pelaku.
Pada satu kejadian seorang nelayan yang menangkap penyu dengan sengaja mengalami kecelakaan saat sedang melaut. Kejadian tersebut menjadi ketakutan tersendiri bagi masyarakat dan diyakini bahwa penyebabnya adalah tidak menaati aturan yang telah dibuat.
Selain itu telur penyu juga tidak pernah diganggu/ diambil. Masyarakat membiarkan penyu bertelur, menetas hingga kembali ke laut untuk tumbuh besar dan penyu akan diambil jika pesta adat telah tiba.
Penyu yang ditangkap biasanya berjumlah 3-5 ekor.
Ini merupakan sebuah tindakan yang bisa dikatakan pro dan kontra terhadap kebijakan Konservasi yang saat ini sedang dijalankan.