Mohon tunggu...
Surya Al Bahar
Surya Al Bahar Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif di organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Unesa dan PAC. IPNU Kecamatan Glagah. Selain itu, kesehariannya sering menulis puisi, cerpen, dan opini untuk konsumsi sendiri dan aktif di beberapa kelompok diskusi, salah satunya kelompok diskusi Damar Asih. Selain di kompasiana, ia juga sering mengabadikan tulisannya di blog pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Topo Wudo hingga Gelap Mencari Penerangan

23 Desember 2019   15:09 Diperbarui: 23 Desember 2019   15:22 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semasa kecil, Kartini cukup beruntung, selain ia putri bangsawan, ia juga mempunyai kakak bernama Sosrokartono yang ahli di bidang bahasa. Maka dari itu ketika Kartini berumur 12 tahun, ia sudah diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School).

Di sekolah itu, Kartini belajar bahasa Belanda, kemudian selang beberapa waktu setelah Kartini selesai sekolah, berhubung ia sudah bisa berbehasa Belanda, maka ia sering mengirim surat untuk teman-teman korespondensinya di Belanda.

Salah satu temannya bernama Rosa Abendanon. Di sisi lain Kartini sering berkirim surat untuk teman-temannya di Eropa, ia juga sering membaca majalah lokal atau surat kabar Semarang yang bernama De Locomotief, diasuh oleh Pieter Brooshooft.

Selain itu, ia juga suka membaca pengetahuan-pengetahuan berat yang mencangkup ilmu dan kebudayaan, apalagi terkait dengan majalah wanita Belanda yang berjudul De Hollandsche Leile.

Dari situ bisa dikatakan kalau pemikiran-pemikiran Kartini mulai berubah tentang perempuan. Baru setelah Kartini wafat, dari surat-surat itu, ada inisiatif dari Abendanon untuk mengumpulkan surat-surat yang pernah dikirim Kartini untuk teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya "Dari kegelapan menuju cahaya" atau umumnya kita lebih mengenal "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Pemikiran emansipasi wanita menjadi daya tarik sendiri bagi kaum-kaum perempuan di tengah-tengah memperjuangkan keadilannya. Konsep emansipasi wanita harus bisa terlepas dari pengengkangan yang bersifat merendahkan, kemudian harus bisa mengubah stigma masyarakat tentang kedudukan wanita di lingkungannya, baik sosial, hokum, politik, karir, dan lainnya. Emansipasi wanita pada masa Kartini lebih dikrucutkan lagi pada keadilan wanita untuk berpendidikan.

Akan tetapi yang paling menonjol, itu pun bisa dilihat dari surat-suratnya, bahwa ia tertarik menjadi kaum muda Eropa. Kaum muda yang bebas menetukan kebebasannya, kaum muda yang bebeas menentukan pilihannya masing-masing. Kaum wanita pada masanya, terutama di Jawa, dalam pandangan Kartini diibaratkan sepeti dalam penjara yang terkungkung oleh adat istiadat pada saat itu. Lebih tepatnya terkurung adat istiadat Jawa yang membuat peghambat kemajuan perempuan. Yang ia ingin, wanita mempunyai kebebasan menuntut ilmu dan belajar, agar ia bisa mengembangkan diri dan menemukan siapa dirinya.

Mengapa Kartini sampai diperingati hari kelahirannya sampai saat ini? Jawabannya adalah karena nilai-nilainya masih berkembang di era modern ini. Berkat Kartini, kaum-kaum perempuan bisa menikmati rasanya berpendidikan. Namun saat ini bukan hanya pendidikan yang menjadi dasar perempuan bergerak, tapi ada beberapa hal lain yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu sinisme anatar kaum perempuan sendiri. Terkadang perjuangan kaum feminisme terkendala oleh kaum perempuan sendiri.

Hal itu tampak pada anggapan-anggapan miring masyarakat terhadap kaum feminis, antara perempuan satu dengan perempuan lain tidak disadarkan pada niat untu memperjuangkan keadilannya, melainkan sibuk menilai satu sama lain, itu yang harus diperhatikan.

Selain itu media juga tidak kalah penting, topik pemberitaan mengenai perempuan harus juga bisa diselaraskan dan dibahasakan yang jangan selalu memojokkan kaum perempuan.

Yang berkembang saat ini adalah, ketika salah satu perempuan terkena kasus, maka topik yang diambil untuk diberitakan pasti menyudutkan pihak perempuan. Apalagi kalau sudah menyangkut tentang pelecehan pada kaum perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun