Pembongkaran ruko yang dianggap menduduki saluran air di Pluit Penjaringan Jakarta Utara berdampak kepada Ketua RT 011 RW 003 Riang Prasetya, dimana di media social beredar spanduk di beberapa rumah makan yang protes dengan aksi Riang sehingga terjadi pembongkaran saluran air yang selama ini ditutup dan dijadikan teras bagi para pemilik tempat makan.
Ada kesalahan yang dibiarkan sehingga terjadi kebiasaan yang dianggap normal dan wajar, padahal kesalahan tetaplah kesalahan. Pembiaran hanya menjadikan kesalahan tersebut sebagai 'kebenaran' semu (kalaupun itu boleh dibilang kebenaran) yang terjadi karena kebiasaan. Layaknya sogokan ke polisi ketika ditilang.
Ah normal..
Ah itu kan biasa..
Menjadi orang lurus di Negara ini memang sangat-sangat tidak mudah. Kejadian pembongkaran ini menyadarkan saya bahwa kebodohan akut sudah menjangkiti masyarakat kelas menengah.
Yang pastinya mengkonsumsi makanan yang lebih bergizi dibanding mereka yang disebut masyarakat miskin.
Yang pastinya memperoleh pendidikan yang lebih baik dibanding mereka yang perlu KJP untuk melanjutkan pendidikannya.
Yang pastinya tidak buta huruf, sedikit banyak mengerti aturan, dan bisa baca tulis, dibandingkan mereka yang lebih memilih bekerja mengamen di jalan atau memulung berusaha mengais uang untuk bisa bertahan hidup. Setidaknya untuk makan hari ini.
Aksi demo dan protes tersebut hanya menunjukkan dengan jelas bagaimana kebodohan yang ditunjukkan secara gambling dengan tingkat percaya diri yang tinggi dan modal yang lumayan. Mencetak Spanduk sebesar itu saya yakin membutuhkan dana yang tidak kecil kan.
Frasa 'dari dulu sudah begitu' juga keluar dari mulut mereka yang disebut kelas menengah ini. Layaknya rakyat miskin yang sedang memperjuangkan tempat tinggal mereka yang illegal. Rakyat miskin akan berontak karena mereka tidak punya pilihan, daripada keluarga mereka harus menggelepar ditengah jalan, kehujanan dan kepanasan, rentang waktu pun dijadikan alasan untuk sebuah pembenaran yang tidak akan jadi kebenaran.
Sementara si kelas menengah ini dalam pandangan saya lebih ke ogah rugi, marah, merasa ketenangannya selama ini diusik walaupun salah, merasa sudah menghabiskan uang banyak untuk terasnya yang dibongkar negara karena jelas jelas menduduki saluran air yang notabene adalah fasum dan fasos, bukan milik pribadi.
Kalau rakyat kecil hanya menangis pasrah, si kelas menengah yang merasa memiliki dana lebih memilih melawan. Mereka menggerakkan karyawan, bikin spanduk, mengajak kelas menengah lain yang sudah ditulari perspektif jahanam (begitu saya menyebutnya) lalu demo di rumah si ketua RT yang dianggap biang rusuh.
Kalau sudah begini, Pemerintah provinsi tentunya menjadi sorotan. Kemana saja selama ini. Apalagi berdasarkan keterangan ketua RT, ia sudah melaporkan kejadian ini sejak tahun 2019 dan rutin setiap tahunnya, namun tidak di tanggapi. Dimana lurah yang seharusnya menguasai wilayahnya.
Tidak tahu
Pura-pura lupa
Atau memilih tutup mata
Terima kasih kepada ketua RT bernama Riang yang membuka mata bahwa kebenaran akan selalu menjadi pihak yang dipersalahkan bagaimanapun caranya. Bahwa kicauan netizen hanya akan menjadi kicauan dan dukungan di dunia maya, namun bingung juga bagaimana menunjukkan dukungan di dunia nyata untuk hal ini.
Tetaplah menjadi RIang seperti namanya, dan semoga tidak dikucilkan dari pergaulan lingkungan rumah kelas menengah yang bodohnya luar biasa.
Ah..maaf, mungkin ada beda kelas ya. Anda tahu aturan, taat aturan dan bisa baca
Sementara si tetangga hanya bisa marah marah dan tutup saluran saja..
Aduh kq gerah ya..
Jakarta 25-05-2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H