Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Buku Tama

26 November 2019   21:45 Diperbarui: 26 November 2019   21:58 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa pertanyaan yang sebetulnya tidak butuh sebuah jawaban, namun ada juga beberapa pertanyaan yang memang tidak mempunyai jawaban dan lebih baik dijadikan sebuah kalimat dengan tanda titik di akhir dibanding sebuah tanda tanya.

"Kamu suka buku..??"

Satu pertanyaan yang tidak pernah kamu jawab. Bagimu kalimat tersebut lebih pantas menggunakan tanda titik di bagian belakangnya, dibanding dengan tanda tanya. Dalam teori yang tertananam dikepalamu, semua orang pasti menyukai buku, tidak mungkin tidak.

"Klo banyak yang gak suka buku, kenapa juga kita disuruh beli buku dari kecil?"

"Klo banyak yang gak suka buku kenapa juga toko buku masih eksis? Kenapa juga perpustakaan masih ada ? Kenapa juga penulis buku makin banyak ??" 

Dan berbagai teori lain yang menyeruak dari kepala ke mulutmu yang mirip Tesaurus Bahasa Indonesia dengan berbagai kata yang terkadang tidak aku pahami. Kecintaanmu pada buku memang tidak main-main. Kamarmu adalah perpustakaan umum yang menyediakan berbagai jenis buku.

Ada ratusan buku di kamarmu, mulai dari novel fiksi, majalah, agama, ensiklopedi, otobiografi, hingga cerita mitologi Yunani yang tersusun rapi dengan sampul bening yang melapisi tiap buku tersebut.

Aku bahkan menduga kalau kamu dulu sebelum reinkarnasi adalah seekor kutu buku yang hobinya memakan buku, hanya saja tubuh manusiamu yang sekarang tidak memungkinkanmu melakukan hal yang kamu sukai dulu sebagai kutu sehingga kamu hanya bisa membaca makanan kesukaanmu tersebut.

Ada beberapa bagian dari hidupmu yang katamu kau tuang dalam buku, yang mungkin tidak bisa memelukmu ataupun menanggapi kisahmu, tapi bisa menyimpan rahasiamun dengan sangat baik.

"Apa... ??"

"Kepo..." ujarmu dengan senyum yang seolah mengejekku.

Itu mungkin hari terakhir aku melihat senyummu. Beberapa hari kemudian, sebelum kamu berangkat mengejar beasiswamu ke negeri orang, kamu datang sambil menangis dengan membawa beberapa dus buku di atas motormu.

"Kenapa... ??"

Kamu pun bercerita kalau kemarin ibu mu membuang beberapa majalah dan buku koleksi mu. Di kiloin, begitu katamu sambil marah dengan air mata di wajahmu. Aku hanya bisa mengangkat alisku, mencoba memilih untuk mengerti bagaimana perasaan ibumu.

Bukan kamu...

Buku membuatmu lupa, kalau rumahmu tidak seluas perpustakaan yang biasa kau kunjungi. Banyak bukumu yang berada diluar kamarmu. Di atas meja makan, di dalam laci yang seharusnya menjadi laci baju, di dalam lemari peralatan memasak kue milik ibumu, hingga di lemari baju adikmu.

Kamu enggan membuang buku-buku itu, padahal kamu telah membacanya, bahkan beberapa buku kamu hafal apa isinya. Kamu juga enggan menyumbangkannya. 

Katamu, belum tentu mereka yang disumbangkan buku-bukumu mau merawat bukumu sebaik dirimu. Kamu menganggap buku layaknya hewan peliharaan yang bernyawa, padahal mereka hanyalah sekumpulan benda mati yang isinya hanya itu-itu saja.

"Aku titip di rumah kamu ya... "

"Belum tentu aku rawat loh.. " ujarku detngan nada yang sedikit menggoda.

"Tolong..." satu kalimat yang membuatku mengangguk pelan

**

Kalau bukumu bisa menceritakan semua tentang hidupmu, aku sangat ingin membaca bagian saat kamu berada di Negara tetangga ketika mengejar cita-cita sebagai peneliti fisika yang selalu kau inginkan. Satu bagian dari hidupmu dimana kamu tidak bisa kulihat nyata, walaupun melalui sambungan telepon ataupun video call.

Aku lagi belajar, lagi baca.. 

Begitu katamu melalui pesan pendek yang kamu kirimkan, yang membuatku enggan untuk mengganggumu dan memilih diam dan enggan untuk menghubungimu. Aku sadar cita-citamu dan bukumu jauh lebih penting dibandingkan dengan aku yang lebih suka memberikan kabar terbaru tentang buku-bukumu yang ada di rumahku.

Kamu pun kembali dengan banyak diam. Satu hal yang membuatku penasaran, namun enggan ku katakan. Hobi membacamu pun sepertinya sudah mencapai taraf keterlaluan, dan membuatmu menjadi manusia rumahan.

Ya, manusia rumahan yang lebih memilih diam membaca di dalam rumah dibanding harus keluar, seolah kamu lupa bahwa manusia adalah mahluk social yang butuh teman yang juga manusia, bukan buku yang bahkan tidak bisa bicara.

Bahkan ketika ayahku meninggal, aku tidak melihat kamu datang. Hanya sebuah ucapan dukacita dari pesan pendek yang kamu kirimkan. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu selama di sana, apa iya buku "diam membawa emas" benar-benar ada dan kamu mulai mempraktikkannya. Satu buku yang sakti yang membuatmu semakin jauh, hingga tidak terdengar kabarmu beberapa bulan lamanya.

Suara sirine polisi meraung di depan rumahku, beberapa petugas masuk dan memeriksa

rumahku. Beberapa dari mereka mengambil beberapa buku milikmu yang mulai berdebu di gudang rumahku. Beberapa buku dari negeri tetangga yang bersampul.tokoh kartun yang tidak pernah kubaca dan kusentuh juga mereka ambil, untuk barang bukti katanya. Mereka juga membawaku dan menanyakanku banyak hal tentangmu,  

Aku hanya bisa menahan nafasku panjang, terkejut mendengar kabarmu. Kamu disebut sebagai pelaku bom bunuh diri yang terjadi beberapa waktu lalu. Mereka mengatakan kalau mereka menyita banyak buku-buku milikmu yang berbau radikal hingga beberapa peralatan dan bahan untuk merakit bom di rumah yang kau sewa selama ini.  

Cintamu terhadap buku telah mengubahmu. Dan aku tidak tahu bajingan macam apa yang tega memanfaatkan kecintaanmu terhadap buku. Membuatmu menjadi seseorang yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya yang hanya mati sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun