Mohon tunggu...
Surtan Siahaan
Surtan Siahaan Mohon Tunggu... Penulis -

Berbahagialah orang yang tidak sukses, selama mereka tidak punya beban. Bagi yang memberhalakan kesuksesan, tapi gagal, boleh ditunggu di lapangan parkir: siapa tahu meloncat dari lantai 20. -Seno Gumira Ajidarma-

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Cerpen| Mimi Basinah

30 Mei 2018   22:32 Diperbarui: 31 Mei 2018   14:03 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mimi Basinah* sudah terjaga ketika langit masih gelap. Hujan semalam membuat subuh terasa beku. Di sampingnya, Mang Darkam suaminya masih lelap tertidur.

Basinah mengeluh pelan ketika kaki tuanya menyentuh lantai rumah yang tak berubin. Dalam redup kuning lampu lima watt, Basinah berjalan pelan melalui dapur menuju sumur dan kamar mandi bersama yang dibaginya bersama empat tetangga. Setelah menimba air, Basinah mencuci muka. Sejurus kemudian, dia sudah siap berangkat menuju Masjid Kepuh untuk salat subuh. 

Masjid Kepuh merupakan satu-satunya masjid di Desa K. Warga yang mendirikan masjid memberinya nama sama dengan pohon raksasa berumur ratusan tahun yang tumbuh menjualang di seberangnya.

Mimi Basinah sebenarnya jarang ke masjid. Untuk salat, terlebih saat subuh, dia lebih memilih melakukan di kamarnya. Selain harus berjalan kaki cukup jauh, perempuan tua ini kurang suka dengan bayang Pohon kepuh yang meremang hitam. 

Saat langit gelap, Kepuh memang seperti jin raksasa yang mengawasi kita. Baginya, Kepuh masih seseram puluhan tahun lalu. Pohon ini terkenal angker sejak lama. Orangtua Basinah bahkan sering menggunakan Kepuh untuk menakutinya 

"Aja kelayaban bengi-bengi, genderuwoe Pohon Kepu seneng nyulik bocah cilik"**

Cara ini memang ampuh. Basinah selalu ngeri jika pulang kemalaman.

Namun, ini hari istimewa. Manto, anaknya lanang semata wayang akan pulang. Seperti yang dikatakan dalam suratnya, Manto berencana pulang seminggu sebelum Raya.***

Anak lelakinya yang bekerja sebagai satpam di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta juga berjanji, sebelum pulang ke rumah, akan mampir lebih dulu ke Trusmi untuk membeli batik untuk ibunya berLebaran.

Rasa bahagia karena anaknya akan pulang mengusir semua jin dan lelembut yang bersarang di kepalanya. Rasa takut harus disingkirkan sementara. Dia merasa perlu berdoa untuk keselamatan anaknya. 

Sebab, dari pengetahuan agamanya yang sederhana, Basinah percaya doa yang dirapal di masjid akan lebih didengar Tuhan.

============

Puasa memang sudah memasuki putarannya yang penghabisan. Mimi Basinah tidak mau kesiangan berangkat ke Pasar C. Sejak seminggu lalu, dia sudah berencana membeli daging sapi terbaik untuk memasak empal gentong kesukaan Manto. 

Perhitungannya, paling lambat besok lusa anaknya sudah tiba di rumah. 

Memang, setiap mendekati Lebaran, Pasar C selalu saja ramai. Orang-orang sepertinya sedang banyak uang dan mereka ingin membeli kebutuhan Lebaran. 

Permintaan juga terus meningkat karena para perantauan mulai berdatangan ke Cirebon. Sebelum lohor, dagangan tukang daging biasanya sudah ludes terjual.

Mang Darkam yang baru kelar memberi makan ayam-ayamnya, masuk ke rumah ketika Basinah sudah bersiap pergi.

"Mi, arep mendi sih?****

"Arep neng peken, tuku daging, watir bokatan keentekan bli bisa masak empal kedoyanan Manto"*****

"Kito arep melu, Tonggoni ya sedelat"******

Sambil tersenyum Basinah berkata "Wis aja melu, isun dewekan bae, ari wis awan bisa keentekan". *******

Setelah mengucap salam, dia pun keluar dari rumahnya. Pasar C berjarak sekitar 15 kilometer dari rumahnya. Warga Desa K yang dekat dengan kawasan pesisir harus berjalan sekitar 5 kilometer sebelum bertemu jalan raya. Dari jalan lintas yang menghubungkan Cirebon dan Jakarta tersebut, warga Desa K bisa menumpang mobil angkutan menuju pasar. 

Di jalan desa yang belum beraspal, Mimi Basinah tekun menapaki langkah demi langkah. Mulutnya berkomatkamit tak berhenti merapalkan zikir. Lalu-lalang orang berseliweran di sekitarnya tak dihiraukannya. Pikirannya hanya berpusat pada daging untuk empal gentong kesukaan anaknya.

Ilustrasi Ramadan/Sumber Foto:Pixabay.com
Ilustrasi Ramadan/Sumber Foto:Pixabay.com
Sepeninggalan istrinya, Darkam duduk terpekur di satu-satunya kursi dalam rumah tersebut. Tatapannya kosong menghadap dinding yang semennya ambrol. Rontoknya menumpuk di pojok rumah. Sinar matahari siang menerobos celah genteng membentuk salur-salur cahaya di rumahnya yang gelap.

Lamunan Darsam buyar ketika seekor ayam menerobos rumah melalui pintu depan dan memakan jagung kering bakal membuat nasi jagung yang disimpannya di dapur. 

Sebenarnya, ingin sekali dia menemani istrinya. Namun, apa daya. Rematik akut yang diderita pensiunan kuli bangunan ini membuatnya sulit untuk berjalan jauh.

Darsam tahu Basinah kurang sehat. Ia hanya khawatir jika sakit istrinya kumat seperti lima tahun lalu. Waktu itu, Basinah pergi dari rumah diam-diam. Dia tidak pulang selama dua hari sebelum akhirnya ditemukan dan diantar pulang oleh Mang Juned, tetangganya yang tukang becak. Basinah ditemukan sedang duduk sekitar 500 meter dari kantor polisi kecamatan. 

Di dekatnya tak ditemukan makanan maupun minuman. Basinah jelas kelaparan saat itu karena sudah pergi berhari-hari. Tapi, saat diajak bicara, dia diam saja. 

Rasa takut Darka mulai muncul. Sebentar-sebentar, dia melongok ke luar rumah. Siapa tahu Basinah pulang. Kini, istrinya sudah satu jam lebih pergi dari rumah. Dalam hati dia berjanji, jika Basinah tak muncul saat Zuhur, ia akan menyusulnya ke pasar.

Dalam cemas, ingatan Darsam pun melayang pada Ramadan 11 tahun lalu. Di rumah dan ruangan yang sama namun jauh lebih terawat. Saat itu Basinah masih sehat. 

Sambil mendengarkan lagu-lagu tarling dari radio, Basinah bercerita tentang kampung, rencana pesta laut yabg meriah hingga kampungnya yang semakin lama kian sepi ditinggal anak mudanya merantau. Dia juga menebak-nebak kain seperti apa yang akan dibawa anaknya dari Trusmi.

waktu itu, Manto, pemuda lulusan sekolah menengah atas, sudah nyaris setahun di ibukota. 

Pemuda polos itu bekerja sebagai satpam di sebuah pusat perbelanjaan di Klender, Jakarta Timur. Pekerjaannya memang tidak istimewa, tapi Manto betah. Meski tak banyak, dari gajinya dia bisa mengirim uang ke ibu dan ayahnya sebulan sekali. Namun, bekerja sebagai satpam bukan impian Manto. Dia hanya mencari uang sambil menunggu pengumuman penerimaan anggota kepolisian. 

Sekali dia pernah gagal, namun belum menyerah. Maklum, sejak kecil Manto ingin sekali menjadi polisi. Menurutnya, pekerjaan sebagai penegak hukum itu mulia. Polisi menolong orang lain dengan memberantas kejahatan. Dengan menjadi polisi, Manto juga yakin bisa meningkatkan kondisi ekonomi keluarganya.

Di tengah hangatnya obrolan, Darsam ingat betapa suasana berubah murung ketika RRI Cirebon mengganti siaran lagu-lagu daerah dengan laporan langsung dari Jakarta.

Penyiar memberitakan keadaan ibukota yang memanas. Beberapa hari setelah peristiwa penembakan mahasiswa, huru-hara terjadi di seantero Jakarta. Fokus berita adalah laporan reporter di lapangan yang memberitakan kebakaran hebat di Yogya Klender. 

Ratusan orang dikabarkan terjebak dalam bangunan yang berkobar. Sejumlah ledakan juga terdengar dari dalam bangunan tempat Manto bekerja. Basinah menangis terisak-isak, sementara Darkam berusaha menghibur. Suaminya berjanji akan menyusul Manto jika dalam beberapa hari dia belum pulang.

Seminggu setelah siaran itu, Manto belum juga pulang. Darkam bersama Pak Kuwu dan sejumlah tetangganya menyusul ke Jakarta. Berbekal alamat dalam surat-surat anaknya, rombongan mendatangi pondokan tempat Manto tinggal. 

Namun, ibu pemilik pondokan mengaku Manto sudah lama tidak pulang. Darkam lebih terperanjat lagi ketika mencoba mencari informasi ke tempat anaknya bekerja. Bangunan pusat perbelanjaan tersebut kosong dan rusak berat. Bau busuk dan daging gosong tercium dari dalam gedung. Nyaris putus asa, dia mendatangi Polres Jakarta Timur yang kemudian menyarankan Darkam untuk mencari anaknya di Rumah Sakit Cipto. 

Di sana, semangat Darkam redup sama sekali. Dia memutuskan untuk langsung pulang malam itu juga setelah melihat ruang jenazah penuh dengan sekitar 600 mayat yang sudah jadi arang. Tak mungkin lagi mengenali apakah Manto adalah salah-satunya

Tangis pecah sejadi-jadinya ketika Darkam dan rombongan tiba di rumah. Berhari-hari Basinah hanya menangis, pingsan lalu menangis kembali. Dia tidak makan maupun minum hingga akhirnya digotong ke puskesmas kecamatan karena dehidrasi dan kelaparan. Hampir seminggu Basinah dirawat.

Sepulangnya dari perawatan, tangis Basinah berganti diam. Tidak satupun kata-kata keluar dari mulutnya. Darkam sudah mencoba segala cara untuk membujuk istrinya. Namun, usahanya sia-sia. Basinah seakan lupa pada seluruh kata-kata yang dipelajarinya sejak kecil. Semenjak itu, sebagian besar hidupnya diisi dengan tidur, melamun dan sesekali makan. Dia pun enggan pergi ke luar rumah

Namun, setiap Lebaran menjelang, terang dalam kepala Basinah akan menyala sekali lagi. Gelap yang memekati kesadarannya tersibak. Sekali dalam setahun, dia akan kembali hidup karena dihidupi oleh keyakinan bahwa Manto, bocah lanangnya akan pulang untuk berLebaran. 

Mimi Basinah pun akan pergi salat subuh di Masjid Kepuh, belanja daging dan memasak empal gentong kesukaan anaknya.

(*)

*Ibu Basinah

**Jangan keluyuran malam-malam, genderuwo Pohon Kepu suka menculik anak kecil

***Lebaran

****Bu, masih pagi begini mau ke mana?

*****Mau ke pasar, beli daging, takut kalau kehabisan tidak bisa bikin empal kesukaan Manto

******Tunggu sebentar ya, saya ikut

*******Sudah jangan ikut, saya sendiri saja, kalau kesiangan bisa kehabisan (daging)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun