Mohon tunggu...
Surtan Siahaan
Surtan Siahaan Mohon Tunggu... Penulis -

Berbahagialah orang yang tidak sukses, selama mereka tidak punya beban. Bagi yang memberhalakan kesuksesan, tapi gagal, boleh ditunggu di lapangan parkir: siapa tahu meloncat dari lantai 20. -Seno Gumira Ajidarma-

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Cerpen| Mimi Basinah

30 Mei 2018   22:32 Diperbarui: 31 Mei 2018   14:03 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jalan desa yang belum beraspal, Mimi Basinah tekun menapaki langkah demi langkah. Mulutnya berkomatkamit tak berhenti merapalkan zikir. Lalu-lalang orang berseliweran di sekitarnya tak dihiraukannya. Pikirannya hanya berpusat pada daging untuk empal gentong kesukaan anaknya.

Ilustrasi Ramadan/Sumber Foto:Pixabay.com
Ilustrasi Ramadan/Sumber Foto:Pixabay.com
Sepeninggalan istrinya, Darkam duduk terpekur di satu-satunya kursi dalam rumah tersebut. Tatapannya kosong menghadap dinding yang semennya ambrol. Rontoknya menumpuk di pojok rumah. Sinar matahari siang menerobos celah genteng membentuk salur-salur cahaya di rumahnya yang gelap.

Lamunan Darsam buyar ketika seekor ayam menerobos rumah melalui pintu depan dan memakan jagung kering bakal membuat nasi jagung yang disimpannya di dapur. 

Sebenarnya, ingin sekali dia menemani istrinya. Namun, apa daya. Rematik akut yang diderita pensiunan kuli bangunan ini membuatnya sulit untuk berjalan jauh.

Darsam tahu Basinah kurang sehat. Ia hanya khawatir jika sakit istrinya kumat seperti lima tahun lalu. Waktu itu, Basinah pergi dari rumah diam-diam. Dia tidak pulang selama dua hari sebelum akhirnya ditemukan dan diantar pulang oleh Mang Juned, tetangganya yang tukang becak. Basinah ditemukan sedang duduk sekitar 500 meter dari kantor polisi kecamatan. 

Di dekatnya tak ditemukan makanan maupun minuman. Basinah jelas kelaparan saat itu karena sudah pergi berhari-hari. Tapi, saat diajak bicara, dia diam saja. 

Rasa takut Darka mulai muncul. Sebentar-sebentar, dia melongok ke luar rumah. Siapa tahu Basinah pulang. Kini, istrinya sudah satu jam lebih pergi dari rumah. Dalam hati dia berjanji, jika Basinah tak muncul saat Zuhur, ia akan menyusulnya ke pasar.

Dalam cemas, ingatan Darsam pun melayang pada Ramadan 11 tahun lalu. Di rumah dan ruangan yang sama namun jauh lebih terawat. Saat itu Basinah masih sehat. 

Sambil mendengarkan lagu-lagu tarling dari radio, Basinah bercerita tentang kampung, rencana pesta laut yabg meriah hingga kampungnya yang semakin lama kian sepi ditinggal anak mudanya merantau. Dia juga menebak-nebak kain seperti apa yang akan dibawa anaknya dari Trusmi.

waktu itu, Manto, pemuda lulusan sekolah menengah atas, sudah nyaris setahun di ibukota. 

Pemuda polos itu bekerja sebagai satpam di sebuah pusat perbelanjaan di Klender, Jakarta Timur. Pekerjaannya memang tidak istimewa, tapi Manto betah. Meski tak banyak, dari gajinya dia bisa mengirim uang ke ibu dan ayahnya sebulan sekali. Namun, bekerja sebagai satpam bukan impian Manto. Dia hanya mencari uang sambil menunggu pengumuman penerimaan anggota kepolisian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun